Share

Bab 5 Semua Tentang Kenan

"Kenan? Bukannya masih banyak cucu yang lain?" tanya tamu yang lain seraya berbisik.

"Hanya Kenan yang peduli padanya. Yang lain cuma peduli uangnya. Lihat saja, apa mereka datang? Ulang tahun Rumini dan hanya Kenan satu-satunya cucu yang hadir."

"Sayang anakku udah kawin. Kalau belum, mau kujodohin sama Kenan."

"Selera Kenan tinggi, Bro. Anak-anak kita biar dipoles MUA atau operasi plastik di Thailand juga nggak akan mampu memikatnya. Beda jauh dengan wanita bergaun biru itu. Tuh! Belum pernah lihat Kenan sebahagia itu selagi bicara dengan wanita." 

Naah, kan!

Oo, jadi jelmaan si Colin itu namanya Kenan. Bryan mengikuti pandangan kedua tamu itu dengan gigi bergemeletukan menahan amarah yang membuncah. Sial, dari mana Kayla mengenal mereka, seharusnya cukup dirinya saja yang berkenalan dengan orang-orang berada dan terkenal, agar relasinya semakin luas dan kesempatan membangun kerjasama semakin besar. Apa urusannya dengan Kayla?

Mereka membicarakan cantiknya Kayla dan betapa bahagianya Kenan. Sabar, Bryan. Jangan buat keributan!

Setengah berlari Bryan ke luar melewati sekumpulan pria dan wanita setengah baya yang entah tengah menggunjingkan apa. 

Sekilas dia mendengar kata "Cantiknya wanita  bergaun biru" dan itu membuatnya semakin gila. Siapa lagi wanita cantik bergaun biru di pesta ini selain Kayla? 

Betapa istimewa Kayla di mata orang-orang ini? Atau karena sepuluh tahun Bryan melihatnya berkutat dengan rumah tangga dan empat anak sehingga baginya Kayla biasa saja. Ya cantik saja tidak ada istimewanya. Atau matanya saja yang buta? Entah.

Aneh melihat banyak mata di ruangan ini terpesona memerhatikannya bagai melihat bidadari turun ke bumi. Bryan semakin gerah. Keringat membasahi tengkuk hingga kerah kemeja terasa lengket menempel pada leher. 

Dia menepuk jidat berkali-kali.

"Bapak sakit?" Suara seseorang mengagetkan.

Ya, sakit hati! Mau apa?

"Aah nggak, kepala saya cuma sedikit pusing, lelah. Tadi dari kantor langsung ke sini, jalanan macet" jawab Bryan sekenanya. Tau apa dia soal urusan hati dan cemburu, dari tampangnya saja sepertinya dia jomlo akut. 

Pelayan berseragam itu bergerak cepat mengambilkan semangkuk salad yang kebetulan berada di sisi kiri.

"Coba makan salad buah ini, Pak. Mungkin bisa menghilangkan kepala bapak, eeh maksud saya sakit kepala bapak. Maaf saya latah," ujar pelayan laki-laki itu seraya membungkuk dengan sikap bersalah.

"Aku benci hari ini!" gerutu Bryan.

Bryan memerhatikan salad dan hidangan lain yang tertata rapi, sungguh menggiurkan bila saja hari ini berpihak padanya. Sayangnya, ini bukan hari baik. 

Dia menyingkirkan mangkuk salad berisi potongan anggur dan teman-temannya dengan kasar. Sepotong anggur meluncur tak tahu diri mengenai lengan  seorang wanita. Bryan mempercepat langkah pura-pura tak melihat raut masam di wajah wanita dengan atasan berpayet warna warni itu.

Dia harus segera meninggalkan tempat ini sebelum amarah memuncak. Huuh!

Bergegas melewati security yang sedang duduk santai menikmati kopi dan camilan. Semua orang bersenang-senang malam ini kecuali dirinya. 

"Sepertinya  sebentar lagi akan ada pesta meriah di tempat ini."

"Tidak mungkin di tempat ini. Tuan muda pernah  cerita kelak kalau dia nikah mau pesta di Inter … InterColagen gitu namanya, kalau nggak salah di Pondok Indah. Itu lho, salah satu hotel paling mewah di Jakarta."

Rekan si security terpingkal-pingkal sembari memegang perutnya. 

"Yang benar InterComponen! Collagen  itu  buat emak-emak supaya cantik. Itu ada suplemen kecantikan dan kesehatan kulit. Pokoknya gitulah," ujarnya seraya terbahak-bahak. 

Bryan berhenti sejenak dan hampir tersedak menahan tawa. Kedua orang itu saling menyalahkan padahal sama-sama salah. Bryan memutar tubuh menghadap mereka lalu ingin berucap bahwa yang dimaksud mereka adalah Hotel InterContinental Pondok Indah. 

"Tuan Kenan gitu lho, seleranya super. Tapi orangnya baik banget. Nggak pernah lihat orang kaya seperti dia. Uuuh, nggak pelit. Minggu lalu saya dikasih bonus buat ngerayain ulang tahun anak."

Ucapan salah satu di antaranya sukses membuat kaki Bryan terpaku. Tawa bahagia kedua security saling memuji kebaikan tuannya terdengar seperti kembang api yang meledak dekat telinga. Ternyata yang dibicarakan mereka itu si Kenan!

"Kenan, pernikahan, wanita bergaun biru." Kepala merangkai kata yang terdengar dan fakta yang terlihat malam ini. 

Bryan merasa seperti manusia bodoh padahal tarif sekali show puluhan juta. Siapa yang tak kenal Bryan Santana Putra, motivator hebat ternama yang terkenal dengan quotes bijaknya.

Bryan menahan diri untuk tetap tenang, Kayla tak akan mungkin berkhianat. Tak mungkin.

Sekarang dirinya harus pulang dan bersiap menunggu Kayla di rumah. Wanita itu membuatnya seperti pria yang tak punya harga diri. 

Tunggu saja Kayla, kau akan merasakan akibatnya nanti.

Selangkah lagi sampai ke mobil, mendadak teringat sesuatu. Bryan meraba pergelangan tangan, kosong. Ke mana jam tangan mahal itu?

***

Membungkuk menyusuri jalan yang dilewati waktu keluar rumah itu tadi. Mata memindai bebatuan di taman, tanaman di dalam pot, bahkan di antara kaki para tamu. 

Keringat membanjiri tubuh dan emosi menguasai hati. Benda berwarna silver keemasan itu tak juga ditemukan. 

"Pak Bryan?!" Seseorang memegang pundak saat mata sedang memindai di antara hidangan di atas meja bertaplak putih. Mungkin saja benda itu terjatuh saat ia melewatinya lalu terselip di antara piring saji. 

Siapa lagi ini orang menyapa dengan hangat di saat tidak tepat? 

"Betul," jawab Bryan setelah berhasil mengatur napas dan berdiri tegak berusaha  menampilkan pesona. Mata jelalatan memindai arena, jangan sampai wanita bergaun biru apalagi si Kenan itu melihat keberadaannya. 

"Saya pak Hendri. Saya dan istri, penggemar berat pak Bryan."

"Ooo, Pak Hendri. Senang berkenalan dengan bapak." Bryan menyambut uluran tangan dengan ramah. Hanya saja ia ingin segera meninggalkan tempat yang tidak ramah ini.

"Pak Hendri, maaf saya harus segera pergi. Udah janji mau nemani anak-anak bermain sebelum mereka tidur."

"Luar biasa pak Bryan. Tidak salah kami mengidolakan bapak, hebat pintar sayang keluarga." 

Hidung kembang kempis, pujian serupa sudah yang ke sekian juta kali didengar, namun mendengarnya lagi malam ini terdengar sangat menghibur. 

"Begini pak. Mumpung ketemu, saya ingin mengundang bapak beserta keluarga makan malam bersama di rumah saya. Ya jadwalnya tentu menyesuaikan kesibukan pak Bryan. Bersedia ya, Pak? Istri saya pasti sangat senang bisa berbincang-bincang langsung dengan idolanya."

Idola? Hmmm boleh banget, ini yang diperlukan saat ini.

"Tentu saja pak Hendri. Dengan senang hati. Nanti kita bicarakan lagi mengenai jadwalnya," jawab Bryan dengan  wibawa dibuat-buat.

"Baik, pak Bryan. Saya akan info Kenan juga  supaya meluangkan waktunya."

Senyum sumringah mendadak hilang dari wajah. Apa  tidak salah dengar?

"Kenan? Si-siapa Kenan?"

"Itu dia yang sedang berbicara dengan wanita bergaun biru. Ayah Kenan adik kandung saya. Saya menganggap Kenan sebagai anak sendiri  sejak kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan mobil tahun lalu." Hendri mengarahkan tatapan ke tengah ruangan yang setiap sudut bertabur lampu-lampu temaram. Di mana Kenan tengah berbincang hangat dengan Kayla.

Bryan tahu, ia tak perlu mengikuti arah tatapannya. Ia segera pamit, dan menyeret kaki secepatnya keluar dari rumah ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status