Lalu lalang mobil ke luar masuk halaman rumah yang terletak di kawasan Kemang Pratama itu masih terlihat ramai. Semakin malam semakin ramai.
Di ruangan bertabur cahaya yang memancar dari lampu-lampu dengan bentuknya yang indah, para pelayan berseragam tampak sibuk menambah hidangan. Semakin malam semakin banyak tamu yang datang. Berbagai menu menggugah selera tak habis-habisnya disajikan.
Rumini duduk diapit teman-teman sebaya di sebuah sofa bermotif bunga Tulip. Keriuhan terjadi ketika seorang di antara mereka mulai berdansa bersama pasangannya saat musik mulai berganti. Lagu-lagu nostalgia era 80-an terdengar mengalun lembut.
Sejenak Rumini terdiam, matanya berkaca-kaca lalu kembali berbinar ketika seorang temannya mengajak berbincang.Di sudut berbeda, Kayla terlihat tengah menyantap sepotong cake. Kenan tak pernah jauh dari sisinya, membuat wanita itu kerap salah tingkah. Setelah aksi Rumini memamerkan kebaikannya di tengah hujSejak tiga tahun lalu, Kenan menutup hati bagi semua wanita di luar sana. Sejak Mariska sang kekasih meninggalkannya begitu saja tanpa alasan. Kabar burung sampai ke telinganya, Mariska kepincut bule asal Australia yang ditemuinya di kelab malam. Entah ke mana Mariska pergi, Kenan tak pernah berusaha mencarinya. Hatinya terlalu sakit oleh pengkhianatan wanita yang telah menjalin hubungan serius selama dua tahun itu. Rencana naik ke pelaminan sebelum Rumini makin menua, pupus sudah.Malam ini, rasa yang telah lama hilang itu mendadak muncul begitu saja. Menatap pesona Kayla bagai menemukan mata air di padang pasir. Dadanya berdesir hangat, apalagi ketika wanita itu mengurai senyum dan tawa. Ada bahagia dalam tawa yang menulari hatinya.Bahkan setelah mengetahui usia Kayla, ia tetap bahagia."Kenan, ajak Kayla melihat koleksi lukisanmu." Tiba-tiba Rumini sudah berada di sebelah Kayla. Entah sejak kapan wanita yang membiarkan uban tumb
Pertanyaan Kenan membuat Kayla gelagapan. Ia tak pernah berpikir sejauh itu.Kesadarannya kembali, Kenan belum tahu siapa dirinya. Ya, dia harus jujur tentang statusnya."Huum, maaf saya harus memberitahukan sesuatu. Sebenarnya saya …." Entah mengapa, sesaat Kayla menikmati momen ini. Momen di mana dirinya diinginkan oleh seseorang, dihargai dan dihormati. Namun ia tahu ini salah dan tak boleh terlarut di dalamnya. Kayla tak ingin merangkai kebohongan di atas sebuah hubungan."Katakan saja. Saya siap mendengar yang terburuk. Maaf saya tak pernah seperti ini sebelumnya, maafkan saya." Kenan memasukkan tangan ke saku celana, dia berdiri gelisah seperti anak SMA mau nembak pacar tapi takut ditolak. Pandangannya mengarah ke lantai kadang menatap Kayla yang tak kalah gugupnya."Saya … saya telah menikah," lirih Kayla dengan napas tert
Wajah di hadapan Kenan membeku, menatap lurus menembus kaca mobil. Ia tampak berusaha mengendalikan amarahnya."Maaf menempatkanmu pada situasi sulit tadi. Saya lepas kendali dan saya memanfaatkan ketidaktahuan Oma Rumi atas statusmu," ujarnya pelan berusaha mencairkan kebekuan. Ia merasa tak enak hati."Seharusnya kau jujur saja padanya," pungkas Kayla."Saya terbawa perasaan. Maafkanlah." Lelaki itu menunduk lesu."Lupakan, saya hanya ingin pulang," jawab Kayla menahan sesak menghimpit di dada. Malam ini ia berada dalam kubangan perasaan paling aneh dari semua rasa yang pernah hinggap.Bangga, sedih, marah, dan bingung jadi satu. Bila tak mengingat anak-anaknya, mungkin ia akan memilih melajukan mobil entah berakhir di mana."Berikan nomormu. Just in case Oma ing
Seharusnya, benak Kayla menari-nari. Terlalu banyak kata seharusnya yang ingin ia tumpahkan. Tapi apa gunanya? Siapa yang akan mendengar keluh kesahnya selain angin malam? Apa yang dialaminya sekarang terasa sangat tidak manusiawi, membayangkan saja sangat mengerikan apalagi mengalaminya. Hanya demi anak-anak, Kayla memilih menahan amarah, malam ini. Malam sudah terlalu larut untuk keributan yang sangat mungkin mengganggu ketenangan mereka. Kedua manusia di hadapannya malah tertawa sinis melihat Kayla menahan amarah. Kayla tak sanggup menahan perih yang menusuk saat Leny menghina ayah ibunya di Subang. Menangis dalam diam, hanya itu yang bisa dilakukannya kini. I
Hati Kayla bagai diiris, ingat sang ayah yang mengendarai motor butut ke mana-mana. Bahkan harga tas Larissa yang dibelikan Bryan, jauh lebih mahal dari motor itu.Apa yang harus kulakukan? Dari mana harus memulai? Bagaimana melawan kesewenang-wenangan keluarga suami tanpa resiko kehilangan ke-4 buah hatinya? Kayla membatin."Selamat tidur, Kayla. Have a nice dream." Ponsel di tangan bergetar, sebuah pesan teks masuk.Walau tidak ada nama tertera, ia tahu siapa pengirimnya.Matanya nanar menatap barisan kata yang diakhiri emoticon bunga. Salahkah bila hatinya menghangat saat membaca rangkaian kata itu?Aaah.
"Sudah kutransfer ke rekeningmu yang baru, Kay." Suara seorang wanita di seberang telepon terdengar riang."Thanx, May. Maaf merepotkanmu."Keduanya tertawa puas membayangkan banyaknya uang mengendap aman di rekening yang baru dibuat Kayla tadi pagi. Ia memohon pada Leny agar menjaga anak-anak sebentar dengan dalih akan memasak makanan kesukaan Bryan dan ada beberapa bahan yang perlu didapatkannya di beberapa tempat berbeda. Akan lama sekali bila harus membawa ke-4 anaknya.Mayleen satu-satunya sahabat yang bisa dipercaya saat ini. Awalnya Mayleen menganggap Kayla sangat beruntung memiliki Bryan tetapi anggapan itu berubah ketika ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Bryan membentak Kayla di depannya ketika Mayleen sedang berkunjung ke rumahnya. Sejak i
Memikirkan hal itu mendadak rasa bersalah mendera hatinya. Bayangan wajah teduh Kayla yang menyembunyikan sesuatu kembali hadir di pelupuk matanya. Kayla, semoga kau baik-baik saja di sana."Huuuh.""Hey, kau tampaknya sedang memikirkan sesuatu?" tanya Lorina melihat Kenan menarik napas panjang lalu mengembuskannya kasar. Walau Lorina tahu apa penyebabnya tapi dia pura-pura tidak mengerti. Apalagi yang membuat Kenan-nya galau bila bukan wanita istimewa yang baru saja berlalu itu?"Duduk, yuuk," ajak Lorina seraya menyentuh tangan Kenan. Keakraban mereka sudah terjalin sangat lama, sehingga ia tidak merasa canggung terhadap Kenan. Lelaki itu tersentak hingga memundurkan tubuhnya.Sikap Kenan
Sesaat perasaan bersalah menyelimuti Kayla, mengingat ia tahu kebenaran tentang cincin itu. Ia tak pernah berbohong soal apapun pada Bryan. Walau sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan, tak pernah sedikit pun ia berpikir untuk membalas apalagi mengkhianati suaminya. Kayla sangat mengerti tidak ada sifat manusia yang sempurna, dalam kelebihan selalu ada kekurangan begitu juga sebaliknya dalam setiap kelemahan Bryan dia punya banyak kelebihan. Tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga tak pernah terabaikan.Walau tadi malam, apa yang dilihat Kayla di depan kamar tamu membuat ia bertanya-tanya, masihkah Bryan setia seperti sebelumnya?"Setelah menikah, kamu bukan lagi tanggungan ayah ibu melainkan suamimu. Untuk itu taatilah suamimu." Ucapan sang ibu terngiang selama sepuluh tahun membuat dirinya tak sanggup men