"Namanya Bryan Santana Putra, motivator yang bayarannya super mahal. Dengar-dengar, puluhan juta. Gila ya. Perlu berapa tahun Dewi bisa mengumpulkan rupiah sebanyak itu? Tapi kata bos Dewi, emang pak Bryan itu hebat. Dia …." Dewi menghentikan ucapannya saat tangan Tiara mencengkeram pergelangan tangannya yang memegang ponsel. Diikutinya pandangan mata Tiara yang terpaku pada layar ponsel.
Melihat Tiara tak kunjung bicara, Dewi kembali melanjutkan ucapannya. Ia harus mengambil resiko, setelah sekian lama, ia melihat ada peluang menyingkap misteri sakitnya Tiara.
"Mungkin nanti Dewi nggak pulang makan siang." Dewi berkata serak. Ia tau artinya kaki Tiara harus dipasang rantai agar tak keluar rumah dan mengganggu tetangga atau malah pergi jauh.
"Kak, apa-apaan? Kak Tiara kalau udah capek, tidur deh," gerutu Dewi. Ia terkadang lelah menghadapi Tiara, namun lelahnya hilang berganti kasih, ketika mengingat bukan maunya Tiara seperti itu. Tak pernah ada seorangpun di dunia ini dengan sengaja menginginkan diri sakit baik secara fisik maupun mental. Sama halnya Tiara. Keadaanlah yang membuatnya begitu. Tak semua orang sanggup menanggung beban hidup. Mungkin ada yang berhasil menghadapi masalah tapi bagi sebagian orang lagi, masalah yang sama bisa jadi sangatlah berat. Otak dan hatinya tak sanggup menerima tekanan. Jadilah seperti Tiara."Kak, bobo yaa," Dewi melembutkan suaranya. Didekatinya Tiara yang berdiri mematung menatap buku yang berserakan.Oo … bukan, Dewi mengikuti arah mata Tiara, tatapannya bukan mengarah pada buku lagi melainkan pada gambar yang setengah keluar dari lembaran
Cahaya mentari pagi baru saja menerobos lewat jendela, satu-satunya jendela yang ada di rumah petakan itu. Dewi terbangun setelah dilihatnya Tiara tak ada di sebelahnya.Dari arah dapur terdengar suara tangisan. Bergegas Dewi ke luar kamar dan mendapati Tiara sedang duduk memeluk lutut menghadap rak piring. Tangisan pilu memecah kesunyian pagi. Tetangga sebelah tampaknya belum bangun, karena biasanya pasangan suami istri dengan dua anak balita itu akan sangat berisik.Dewi mendekati Tiara perlahan. Diperhatikannya piring berisi potongan roti yang terletak di samping Tiara. Sepertinya Tiara lapar dan mencoba membuat roti isi tapi tak berhasil.Menatapnya membuat pilu. Betapa manusia bisa diubahkan oleh keadaan. Tiara yang dulu
Melalui proses yang melelahkan, Kayla berhasil melewati masa-masa sangat emosional dalam hidupnya. Pengadilan telah mengabulkan permohonannya dan ia secara hukum negara sudah berpisah dengan Bryan.Setelah perceraian diputuskan, Kayla tinggal di sebuah rumah mungil di kawasan Lebak Bulus. Ia mengontrak dengan uang simpanannya dan berniat bekerja secepatnya untuk memenuhi kebutuhan.Hak asuh keempat anak jatuh ke tangannya, setelah Bryan menyetujui tuntutan Kayla bila tak ingin skandalnya dengan Dewi tersebar.Bukan Bryan namanya bila tak mementingkan nama besar. Ia menyerahkan hak asuh sepenuhnya pada Kayla dengan catatan Kayla setuju membuat pernyataan bahwa mereka berpisah karena adanya perbedaan prinsip dalam rumah tangga yang tak bisa disa
"Iya maaf." Nirwana melenggang masuk kamar, Kayla menggeleng melihat tingkah sang adik bila berhadapan dengan Kenan. Jangan-jangan Nirwana jatuh cinta"Hadiah buat anak-anak masih di mobil," ucap Kenan perlahan. Matanya tak lepas dari wanita di depannya. Bila di tempat berbeda ia pasti sudah menumpahkan kerinduan dengan memeluk dan menghujani Kayla dengan ciuman."Maaf, Kayla. Aku lancang datang tanpa persetujuanmu," pungkas Kenan.Ditatapnya Kayla dengan penuh kerinduan. Berbulan-bulan tak bertemu membuatnya kehilangan gairah hidup. Bila bukan karena Nirwana kerap membesarkan hatinya mungkin ia akan menyia-nyiakan hari dengan minum alkohol hingga mabuk dan melupakan Kayla. Harapan demi harapan yang dijanjikan Nirwana membuatnya bertahan tetap waras."Pulanglah, Ken," pinta Kayla setelah l
Hadiah dari Kenan berupa kotak-kotak berbungkus kado tersusun rapi di lantai ruang tamu yang dialasi karpet bulu berwarna cream. Kayla menyiapkannya untuk dibuka menunggu anak-anak selesai makan. Entah apa isinya, anak-anak pasti akan suka.Telah lama Kayla tak membelikan mereka hadiah. Mainan mereka dari rumah dulu banyak yang dibawa walau tak semuanya. Untuk soal itu Bryan tak menghalangi semua barang anak-anak maupun milik Kayla dibawa serta, namun Kayla harus memilah mengingat rumah yang dikontraknya tidak terlalu besar.Teriakan bahagia anak-anak ketika kotak pembungkus hadiah telah dibuka, membuat mata Kayla berkaca-kaca. Ia tak memberitahukan siapa yang memberikan hadiah itu, bila mereka tahu pasti akan bertanya dimana Kenan. Ada rasa bersalah memyelinap di hati Kayla tak mempertemukan Kena
Kayla terbangun dari lelap ketika sinar matahari pagi menembus kisi-kisi jendela. Perlahan ia bangkit agar tak membangunkan Jihan dan Elona yang masih tertidur nyenyak di sisi kirinya. Semenjak tinggal di rumah kontrakan ini kedua gadis kecil itu memang tidur di kamarnya, tak seperti ketika di rumah Bryan dengan banyak kamar, anak-anak tidur terpisah.Menyeruput kopi di pagi hari menjadi rutinitas Kayla. Dilengkapi dua keping roti dengan selai di atasnya dan beberapa potong buah.Kayla telah bekerja pada sebuah perusahaan investasi yang sedang berkembang di tanah air sejak bulan lalu. Walau harus mulai dari nol, ia tak menyerah. Ia bertekad menata kembali hidupnya. Menjadi wanita karier, meneruskan hobby melukisnya dan bermain piano.Tidak aka
Dua sosok itu tak menyadari keberadaan Kayla yang berada di luar restoran, menatap menembus kaca berukir dengan tatapan terluka.Lihat, begitu mudah kata cinta menyakitinya. Ia datang dan pergi begitu saja, meninggalkan luka lagi dan lagi. Ternyata kata-kata manis tidaklah semanis kenyataannya. Bertahun-tahun bersama Bryan ia hampir kebal oleh rasa sakit namun sakit kali ini terasa berbeda.Ia memang belum menerima kehadiran Kenan kembali, lelaki itu berhak bersama wanita mana saja. Bukankah diri ini yang tak ingin terikat, mengapa harus menyalahkannya? Entah, mungkin karena ucapan Kenan dan kenyataannya berbeda.Apa yang dilihat Kayla saat ini cukup menjelaskan bahwa ia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengabaikan lelaki itu.
Saat sedang mengamati Bryan yang semakin menghilang dari pandangan, Kayla merasakan bahunya disentuh seseorang."K-kayla?!" Wanita itu berteriak menatap wajah Kayla."Oma Rumi?!" Waktu berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin Kayla menjadi bintang saat menghadiri pesta meriah di kediaman Rumini. Kini Rumini berdiri di hadapan Kayla dengan tatapan penuh tanya."Kayla ke mana saja? Ken nggak pernah mau mempertemukan oma denganmu. Apa kabar, Kayla? Kau menghilang begitu saja. Bagaimana hubunganmu dengan Kenan?" Rumini menoleh ke sekeliling seperti mencari keberadaan Kenan. Ia memberondong Kayla dengan banyak pertanyaan.Mayleen yang tak mengetahui apa tepatnya terjadi, mengarahkan tatapan aneh pada Kayla."Kabar saya baik.