Share

⁸ | Dia Menghadiri Pesta di Fenham

"Audere est Facere" adalah kata pembuka pertemuan mereka.

"Kita harus mengadakan pertemuan Blighty Boys lagi," ucap Louis yang membuat Ian justru memasang wajah jijiknya seraya memutar gelas dalam genggamannya. "Apakah hanya aku yang masih membenci sebutan itu? Terdengar seperti band atau boy band."

"Tampaknya kita bisa melengserkan Beatles jika meluncurkan satu lagu saja," jawab Pete membuat semuanya tertawa.

"Setidaknya lebih baik daripada Amicitia. Itu terdengar seperti grup banci." Dan menambahkan membuat Ian menghardiknya. "Itu bahasa Latin, Dan! Artinya persahabatan!"

"Aku tetap tak suka, Ian."

"Kurasa aku lebih membenci yang pertama." Pete mengutarakan pendapatnya dan Louis segera mengangkat telunjuk beserta sudut bibirnya. "Ah, tea club. Itu lebih terdengar seperti kegiatan yang sering dihadiri ma di sore hari."

"Bukankah kita memang sudah terdengar demikian? Mengobrol selagi minum teh dan menyantap muffin dan kue dan scone. Lalu mengapa tadinya tak mengusulkan househusband club?"

Tangan Dan pun melambung untuk memukul pelan kepala Pete. "Itu semakin menjijikan, maksudku kita tak membicarakan orang lain. Kita mencoba mengubah dunia." Ian dan Louis baru saja berencana untuk membuka mulut secara bersamaan namun Dan lebih dulu berkata, "Blighty Boys sudah terbentuk enam tahun lamanya. Untuk apa mengubah sesuatu yang sudah melekat dalam diri kita? Tak ada perdebatan lagi, kita berpesta malam ini."

"Seharusnya kau tak menjadi Zoologist, Dan, tapi kritikus politik."

"Terima kasih, Louisa, atas saranmu." Ian dan Pete tertawa mendengar nama Louisa telontar dari mulut Dan sedangkan Louis hanya memutar bola matanya.

Lalu keheningan tiba mengisi celah antara empat pria yang tak bertemu empat tahun lamanya untuk mengejar mimpi mereka masing-masing. Keheningan yang berlangsung tak lama berakhir karena Ian berkata, "Tetap saja aku tak suka nama Blighty Boys," yang membuat Dan, Pete, dan Louis menatapnya dari sudut mata mereka masing-masing mencoba membuka mulut dan mengutarakan argumen mereka yang menentang Ian. Namun, terurungkan karena Ian sudah dulu menyela. "Aku lebih suka yang T.C.B.W.S"

Dengan tatapan kesalnya Dan berkata, "Oh jangan lagi." Sedangkan Pete bergumam, "Itu seperti singkatan agensi bodoh di pinggiran London yang berisi penjilat."

"Tidak, Pete!" pekik Louis membuat Ian yang baru saja menatap Pete beralih menatapnya sedangkan Dan tampaknya tak peduli karena matanya sedang menjelajahi seisi pesta meskipun tubuhnya masih berdiri di sana. "Itu terdengar seperti nama penyakit."

Pete tertawa seraya menepuk bahu Ian berulang kali yang justru ditanggapi dengan tatapan kesalnya. Louis pun terkekeh menatap keduanya. Rasanya seperti kembali ke Wistletone's School dan terjebak dalam perdebatan penentuan nama grup mereka.

Ian menghabiskan sisa wine dalam gelasnya lalu menghembuskan napasnya kesal ketika Pete dan Louis belum berhenti menertawakannya sehingga ia pun berkata, "Kalian hanya tak tahu makna di balik sebuah kata. Itu lebih dari sekadar singkatan." Pete dan Louis tak peduli, sedangkan Dan masih sibuk mencari-cari. "Tea Club by Wistletone's Students. T.C.B.W.S, itu keren."

"Aku tahu kita mencintai teh tapi itu memalukan, Ian. Intinya aku tak suka dan jangan memulai perdebatan lagi. Jelas sekali Blighty Boys terdengar lebih keren dan cocok untuk kita," jelas Pete panjang lebar yang hanya dibalas dengan mimik wajah menghina dari Ian.

"Blighty Men. Kita bukan boys lagi, Boys. Benarkan, Dan?" ucap Louis namun kesadaran Dan tak di sana bersama teman-temannya meskipun tubuhnya masih mampu ditemukan. "Dan?" panggil Louis sekali lagi dan kali ini ditambahkan tepukan singkat pada bahunya membuat pria itu terkejut.

"Oh!" pekik Dan sedikit terkejut bukan hanya karena tepukan Louis, tetapi juga karena menemukan wajah kesal Ian sehingga Dan pun terkekeh singkat. "Ian yang malang selalu terpojokan. Tiga melawan satu. Kau seharusnya mengerti itu, Ian."

"Aku punya pendirian yang kokoh," jawabnya.

"Kau tak di sini, 'kan? Dan?" tanya Louis membuat Dan justru hampir menyatukan kedua alisnya. "Ya, kau tak di sini. Kulihat matamu mencari-cari seseorang."

Dengan begitu Dan pun menggaruk tengkuknya sekilas lalu menjawab, "Derry mengundangkan seorang gadis istimewa untukku. Kupikir dia sudah tiba karena baru saja aku melihat sosoknya berjalan dengan anggun dalan balutan gaun merah mudanya yang hanya sepanjang lutut. Rambutnya tergerai indah dengan sedikit gelombang di bawahnya yang berwarna lebih tua daripada cokelat pada rambut atasnya. Matanya memancarkan—"

Louis, Pete, dan Ian mendengarkan kagum mengingat Dan tak begitu pandai dalam merangkai kata namun perihal menggoda gadis selalu ada saja kata manis yang mampu memikat hati mereka.

"—nuansa cokelat yang kuat membuat siapa pun yang bertatapan dengannya akan jatuh hati saat itu juga. Mungkin sekarang langkahnya melambat karena menemukan sosok Dan Nordström bersama ketiga temannya berdiri di sudut ruang pesta dekat tangga menuju salah satu kamar. Pilihan yang tepat untuk berdiri di sini menunggunya mendekat, karena setelah dansa yang pelan dan mengagumkan malam ini, mungkin kita akan bercinta." Dan mengakhirinya dengan menampakkan seringai cerahnya sedangkan Blighty Boys tertawa dan menyorakinya.

"Beruntung ayahmu tak ada di rumah. Jika dia ada di rumah, kau kesulitan menghadiri pesta dan bercinta, 'kan?" ucap Pete lalu Dan merapihkan jasnya dan menyisir beberapa helai rambutnya dengan jemari.

"Tepat sekali, Petunia." Mereka kembali tertawa sekilas. "Beruntung juga ayahku baru saja pergi tiga hari lalu dan berencana meninggalkan Newcastle dua minggu lamanya memberikan cukup waktu bagi kedua putranya untuk bersenang-senang seperti yang lain."

Ian yang sejak tadi terdiam dan sesekali tertawa seketika berkata setelah telunjuknya terangkat. "Hey, aku suka bagian yang matanya memancarkan nuansa cokelat—" ucapnya mengikuti nada bicara Dan seolah sedang membacakan sebuah puisi—membuat Louis dan Pete tertawa sedangkan Dan tampak bangga. "—yang kuat. Menurutku ada kekuatan dalam kalimat itu. Wanita seperti rubah. Cahaya dalam mata mereka terpancar dan ketika itu terpancar, sumbernya bukan hanya dari mata mereka tetapi juga dari dalam diri mereka sendiri, termasuk jiwa mereka. Aku tak menyangka kau bisa menyalurkan kekuatan dalam katamu sehingga terdengar mengagumkan, hidup, dan benar-benar nyata. Seolah kiasan yang menjadi nyata."

Dan masih tersenyum bangga mendengarkan, berbeda dengan Louis yang mencoba memahami setiap kata dan menangkap inti dari ucapan Ian, sedangakan Pete hanya mendengarkan tak bermaksud menganalisis maupun menangkap inti di balik kalimat Ian seperti Louis.

"Apa dia berhasil mencapai skala Dr. J. Evans Pritchard, Ph.D dalam menulis puisi?" tanya Louis.

Ian terkekeh sekilas. "Pritchard itu membosankan. Dan jelas lebih baik darinya." Pria itu pun tersenyum mendengar ucapan Ian lalu menepuk bahunya sekilas.

"Gentlemen, nikmati saja pestanya. Aku benar-benar harus pergi sekarang menemui gadis itu. Semoga kalian menemukan gadis kalian sendiri." Dengan begitu Dan pergi dari sana meninggalkan teman-temannya terjebak dalam keheningan pesta. Aneh, padahal tak ada keheningan dalam pesta karena musik tak pernah dimatikan namun mereka terjebak dalam situasi itu.

Louis bersiul-siul kecil ketika kedua tangannya tenggelam ke dalam saku celana selagi matanya menatap orang-orang berlalu-lalang di hadapannya. Beberapa ada yang sendiri, beberapa lagi dengan teman, dan beberapa lagi dengan pasangan. Pete baru saja menjinjitkan kakinya mencoba menemukan seseorang di balik kerumunan dan saat itu, muncullah Ursula Humphrey—gadis yang pernah menjalin hubungan dengan Pete Kennedy saat kelas 11 dan berakhir delapan minggu setelahnya—perlahan menghampiri Pete dan tercipta percakapan kecil antara keduanya hingga mereka memutuskan untuk bergabung dengan yang lainnya di lantai dansa meninggalkan Ian dan Louis dalam kecanggungan.

"Kau mau berdansa, Louie?" tanya Ian beberapa menit setelah kepergian Pete, dan Louis pun terkekeh diikuti dengan kekehan Ian setelahnya.

"Dan tampaknya memang sudah merencanakan untuk berdansa dengan gadis yang entah siapa itu—" Ian tertawa membuat ucapan Louis terpotong sekilas. "—sedangkan Pete jelas terkejut dengan kehadiran Ursula."

"Dia terpaksa pergi dengan Ursula, 'kan? Kita tahu dia tak pernah benar-benar mencintai Ursula bahkan ketika kita masih di Wistletone's School."

"Ya, Pete tak pernah mencintainya." Lalu Louis mengalihkan pandangannya untuk menatap Ian yang masih menatap kerumunan. "Sekarang dia juga terpaksa berdansa dengannya karena tak ada gadis lain yang bisa diajaknya berdansa. Mungkin ada, tapi Pete tak mencarinya dan hanya menerima yang datang kepadanya."

"Bagaimana denganmu, Louie? Kau menunggu siapa di pesta ini? Beatrice yang kau cium di lorong kamar asramanya atau Adella yang kau kencani dua minggu lamanya karena kau bertengkar dengan kekasihmu Matilda." Louis terkekeh mendengar ucapan Ian sedangkan pria itu hanya tersenyum. "Kau benar-benar mengharapkan salah satu dari mereka, bukan? Atau mungkin kakak kelas kita, Bambi yang cantik, tapi sayang tak bisa menjadi milikmu."

"Tidak, Ian."

"Tidak?" Kali ini Ian beralih untuk menatap wajah Louis dan senyumannya. "Kau yakin tak mau salah satu dari mereka?"

Louis menggeleng. "Tidak. Semua itu kesalahan. Maksudku dulu, kau tahu bagaimana aku selalu mencoba menjadi bintang di sekolah, itu bodoh. Sudah cukup kubuang waktuku untuk mengencani gadis-gadis yang bahkan tak kucintai dengan sepenuh hati. Aku sudah dewasa dan mencoba menemukan satu yang akan bertahan bersamaku untuk selamanya."

"Haruskah kuberikan tepuk tangan?" Ian memberikan senyuman singkatnya dan Louis bertanya setelahnya, "Bagaimana denganmu, Ian? Apa kau pernah jatuh cinta selama empat tahun terakhir ini karena ketika di Wistletone's kau tak pernah tampak tertarik dengan seseorang selain puisi dan Latin."

"Aku selalu jatuh cinta, Louie, dan aku selalu mengatakan padanya bahwa dia cantik setiap harinya selama aku masih bisa melihatnya."

"Benarkah? Siapa dia? Kau tak pernah bercerita tentangnya."

"Kau pasti tak ingin mendengarnya." Louis tertawa dan mendekatkan wajahnya kepada milik Ian. "Oh ya, aku ingin." Namun, Ian menolak untuk menjawab dan beralasan harus pergi ke toilet karena Louis terus memaksanya.

Kini hanya ada Louis seorang diri menatap kerumunan. Mata birunya beralih menatap gelas winenya yang kosong dan bermaksud pergi untuk mengisi gelasnya. Pada sudut meja di mana hidangan tersaji, ia bertemu beberapa teman lama lainnya dan terjebak dalam percakapan acak yang tak begitu menyenangkan. Lalu, setelah teman lamanya itu menghilang, Louis mengisi gelasnya penuh dan berniat kembali berdiri di dekat tangga menunggu Ian keluar dari toilet. Namun, di sanalah ia melihat seorang wanita yang tak asing baginya duduk di atas tangga pada urutan keempat membuat Louis berdiri di hadapannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status