Share

Satu Malam Bersama Ceo Duda
Satu Malam Bersama Ceo Duda
Penulis: Aufa

Bab 1

Penulis: Aufa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-04 20:46:07

"Huwaaa!" Seorang perempuan berumur 25 tahun berteriak setelah melihat ada seorang laki-laki yang tidur di sampingnya. Ia pun lantas duduk, dan memeriksa pakaiannya. Napas lega ia hembuskan saat melihat pakaian di tubuhnya masih utuh. Kemudian ia mengamati laki-laki itu yang kini mulai mengerjapkan matanya, karena terganggu dengan suara teriakan tadi.

Membuka mata, Azka pun sontak bangun dari posisinya berbaring saat melihat ada seorang perempuan yang tengah memperhatikannya. Sama dengan perempuan itu tadi, Azka pun lantas memeriksa tubuhnya, dan bersyukur pakaiannya masih membungkus tubuhnya. Artinya, di antara mereka tidak terjadi apa-apa.

"Siapa kamu?" tanya Azka dingin.

"Harusnya aku yang tanya siapa kamu," balas perempuan itu dengan ketus, tetapi matanya seperti menyiratkan kekaguman pada Azka.

Azka sontak mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang tampak asing. Ia bingung, kenapa bisa berada di sini, dan tiba-tiba bangun dengan mendengar teriakan seorang perempuan asing yang berada di ranjang yang sama dengannya.

"Bisakah kamu memberitahu saya, di mana ini?" ujar Azka.

Perempuan itu menghela napas, lalu menatap Azka. "Kalau aku ingat-ingat, sebelum aku kehilangan kesadaran, aku sempat menghadiri sebuah pesta rekan bisnis papaku di sebuah hotel mewah."

Pesta?

Azka pun sontak teringat, bahwa dirinya pun sempat menghadiri sebuah pesta.

Memejamkan mata, Azka mencoba mengingat apa yang telah terjadi, sebelum akhirnya ia berakhir di kamar ini.

Azka ingat sekarang. Tadi malam ia menghadiri pesta kolega bisnisnya. Berbincang dengan beberapa orang yang dikenalnya di acara itu, lalu bertemu dengan seorang teman lama. Temannya itu menyodorkan sebuah minuman. Tadinya Azka menolak, karena mengira jika minuman itu mengandung alkohol. Tapi setelah temannya mengatakan bahwa minuman itu tak beralkohol, Azka pun lantas menerima, dan meminumnya.

Setelah beberapa menit, kepala Azka terasa pusing, pun matanya yang terasa berat. Entah apa yang terjadi setelah itu, hingga akhirnya pagi ini Azka dikejutkan dengan adanya seorang perempuan di ranjang yang sama dengannya.

"Apakah ini di hotel tempat dilaksanakannya pesta pak Bram?" Azka bertanya dengan menyebutkan nama orang yang mengadakan pesta tadi malam. Perempuan yang sedari tadi memperhatikannya dengan tatapan kagum itu pun tersentak, dan salah tingkah.

"Ya, sepertinya sih," jawab gadis itu.

Kamar tempat Azka, dan perempuan itu berada terbilang cukup luas, dan mewah. Entah siapa yang membawanya ke mari tadi malam, apakah temannya atau bukan, Azka sungguh penasaran.

"Saya sepertinya pingsan setelah minum sesuatu saat pesta tadi malam," ujar Azka. "Bagaimana denganmu, Nona?"

Perempuan itu mulai mengingat apa yang terjadi semalam.

"Seingat aku, tadi malam aku meminum beberapa gelas anggur, hingga membuatku pusing. Lalu, adikku datang, memapah, dan sepertinya membawaku ke kamar ini," tutur perempuan itu.

Azka diam, sembari mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelum ia pingsan, apakah ada yang terlewat atau tidak.

Jika ia pingsan setelah meminum minuman yang diberikan oleh temannya, Azka jadi bertanya-tanya, apa motif dari temannya itu. Sengaja menjebaknya kah? Atau temannya itu juga tidak tahu bahwa di minuman itu ada sesuatu?

Di saat Azka tengah berpikir, perempuan itu justru mengamati Azka. Wajah Azka yang rupawan khas orang Asia timur, dengan warna kulit yang putih bersih, membuat perempuan itu tidak bisa untuk tidak memujanya di dalam hati.

"Mmm ... ngomong-ngomong, namaku Zia, Tuan. Nama Anda siapa?"

Azka menoleh ke arah perempuan itu yang kini sudah mengulurkan tangan kepadanya.

Maksudnya mengajak berkenalan begitu? Azka tidak habis pikir, di situasi seperti ini, perempuan itu justru mengajaknya berkenalan.

Merasa malu karena uluran tangannya tak bersambut, perempuan yang mengaku bernama Zia pun akhirnya menurunkan tangannya. "Ah, tidak apa-apa kalau Tuan tidak mau menyebutkan nama Tuan. Oh ya, mungkin semalam Anda mabuk, Tuan, sama seperti aku yang kebanyakan minum anggur."

"Saya tidak mabuk, karena kata teman saya yang memberikan minuman, minuman itu tidak mengandung alkohol," kata Azka.

"Masa sih? Anda yakin?" Zia tampak tidak percaya. "Zaman sekarang, mana ada laki-laki yang nggak minum minuman beralkohol, apalagi di acara pesta."

Azka berdecak sebal. "Nyatanya memang ada, dan itu saya."

Tidak tahu, apakah yang membuatnya tadi malam pingsan itu alkohol atau sejenis obat yang ditaruh di minumannya, tapi Azka benar-benar tidak pernah meminum minuman beralkohol.

Dirinya memang bukan orang baik, Azka menyadari itu. Namun, sebrengsek-brengseknya Azka, ia tak pernah sekalipun mencicipi minuman haram itu.

Di masa lalu, Azka memang sempat jauh dari Tuhan. Sering meninggalkan sholat sebagai kewajibannya yang seorang muslim, sering tidak ikut puasa Ramadhan, dan sering mengabaikan kewajiban yang lainnya. Meski demikian, bukan berarti Azka suka mengkonsumsi barang haram.

"Terus, kenapa Anda bisa ada di sini, dan tidur di ranjang yang sama dengan saya, Tuan?"

"Sekarang bagaimana kalau pertanyaan itu dibalik, kenapa kamu bisa berada di sini?" Azka membalikkan pertanyaan kepada Zia.

"Ya kalau aku sih, mungkin aja adikku tadi malam mesenin kamar ini buatku yang udah mabuk berat, dan tidak mungkin dibawa pulang. Kalau Tuan gimana?" kata Zia.

"Sama saja. Mungkin teman saya tadi malam yang membawa saya ke sini."

"Tapi masa kita bisa berada di kamar yang sama sih? Kalau adikku atau temennya Anda mesenin kamar, tidak mungkin sengaja mesenin kamar yang sama kan, kecuali kalau mereka udah merencanakan sesuatu?"

Azka mengangguk-angguk, membenarkan perkataan Zia. Keduanya lantas tenggelam dalam pikiran masing-masing, dan belum ada yang beranjak dari ranjang itu.

Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dari luar, dan masuklah beberapa orang.

"Astaga! Zia! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya seorang laki-laki paruh baya dengan raut terkejut. Di belakangnya ada seorang wanita paruh baya, dan seorang gadis yang umurnya tidak jauh dari Zia. "Dan siapa laki-laki bre***ek ini? Jangan bilang kalian telah melakukan tindakan asusila!"

Zia lantas melompat dari ranjang, lalu mendekati laki-laki paruh baya itu. "Pah, ini tidak seperti yang Papah lihat. Aku dijebak, Pah."

"Benar, Pak, kami dijebak," timpal Azka. Dirinya tentu tidak mau dituduh yang tidak-tidak.

"Halah, omong kosong! Udah ketauan sama-sama di kamar yang sama, di ranjang yang sama pula, masih berani-beraninya ngaku dijebak. Apa kalian tidak tahu malu?" Wanita paruh baya di belakang ayah Zia itu, seperti sengaja membuat suasana semakin tegang.

"Mah, kami memang dijebak. Tadi malam aku mabuk, terus Gea yang memapah aku, dan juga yang bawa aku ke sini," ucap Zia sambil menunjuk gadis di belakang wanita paruh baya itu.

Ayah Zia sontak menoleh ke arah gadis yang bernama Gea, seakan meminta penjelasan.

"Pah, emang bener, tadi malam aku yang bawa kak Zia ke kamar ini. Aku juga kan, yang tadi ngasih tau Papah sama Mamah kalau kak Gea nginep di sini? Tapi aku nggak tau kalau ternyata ada laki-laki di kamar inap kak Zia," kata Gea.

Ayah Zia kembali menatap Zia sebentar, lalu beralih menatap Azka dengan tajam. "Jelaskan pada saya, apa yang telah kamu lakukan pada anak saya!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
taungut sidin
mampir thor..
goodnovel comment avatar
Dian Ibrahim
akhirnya yg ditunggu2 louncing juga...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 41

    Beberapa hari kemudian, pesta pernikahan Azka, dan Zia digelar. Sang eyang benar-benar merealisasikan ucapannya waktu itu di rumah ayahnya Zia. Resepsi itu diadakan di salah satu hotel mewah di Yogyakarta milik eyangnya Azka. Zia sudah berhasil meyakinkan Zoni, bahwa ia bahagia menjadi istri Azka, bahagia dengan pernikahan mereka. Mendengar itu, Zoni pun tidak lagi menyuruh Zia, dan Azka untuk bercerai. Resepsi pernikahan itu digelar cukup megah dengan mengundang para rekan bisnis eyangnya Azka, juga relasi, dan teman-teman Azka. Zia juga mengundang beberapa temannya. Tak lupa juga semua karyawan di perusahaan tempat Azka memimpin sebagai CEO pun diundang. Hal itu membuat mereka tak percaya, bahwa Zia yang selama ini mereka kenal sebagai karyawan biasa, ternyata istri dari CEO mereka. "Kamu bener-bener ya, Zia. Tinggal bilang aja kalau kamu istrinya pak CEO, eh malah nyamar jadi karyawan biasa. Mana kerjanya satu divisi lagi sama aku," oceh Lisa. Ia kini tengah menemani Zia yang se

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 40

    "Cerai? Memangnya papa sama mama ada masalah apa, Bi?" tanya Zia. "Panjang, Non, ceritanya. Lebih baik masuk dulu ke rumah," kata Sri, lalu beralih menoleh ke arah Azka, dan eyangnya yang sudah berdiri di belakang Zia. "Mari masuk, Den Azka sama Nyonya." Azka, dan eyangnya pun mengikuti Zia masuk ke rumah. Rumah yang kini hanya ditempati oleh ayahnya Zia, dan beberapa asisten rumah tangga serta para pengawal. Zia mempersilakan Azka, dan sang eyang untuk duduk di ruang tamu. Ia menyuruh Sri untuk membuatkan minuman, sementara ia sendiri pergi ke ruang kerja sang ayah. Tiba di depan pintu ruang kerja ayahnya, Zia mengetuk pintu. Tak lama kemudian terdengar perintah untuk masuk. Membuka pintu dengan pelan, Zia mencoba untuk menata hatinya. "Selamat siang, Pa," sapa Zia seraya tersenyum manis. Laki-laki paruh baya yang tengah mengenakan kacamata baca itu pun sontak terkejut dengan kedatangan Zia. Ia tak menyangka anak perempuannya ini akan pulang, setelah berbulan-bulan ikut suaminy

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 39

    Meski pernikahannya dengan Azka sudah diketahui, dan mendapat restu dari eyangnya Azka, tapi Zia belum mau hubungannya itu diketahui orang-orang kantor. Ia sudah sepakat dengan Azka agar tetap menyembunyikan status mereka di kantor. Biarlah orang-orang kantor tahu setelah resepsi pernikahan mereka. Menjadi karyawan di kantor Azka pun cukup membuat Zia bahagia. Hari demi hari ia sudah mampu beradaptasi dengan baik, dan ia pun bekerja dengan rajin hingga membuat rekan-rekannya menyukainya. Sebenarnya ada beberapa pria di kantornya yang secara terang-terangan menyukai Zia, dan Zia tahu itu. Namun, Zia berusaha untuk memberi jarak dan secara halus menolak. Statusnya sudah menjadi istri, dan ia sudah mencintai suaminya. Tidak ada alasan baginya untuk memberi ruang di hati untuk laki-laki lain. Siang hari di kantor Azka, tiba-tiba Sheila datang dengan berjalan tergesa-gesa ke ruangan Azka. Wajah Sheila juga menampilkan raut kejengkelan. Melihat wanita yang akhir-akhir ini digosipkan den

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 38

    "Eyang tadi ke sini, Mas," ucap Zia seraya membantu Azka melepaskan jasnya. "Oh ya? Pantas saja tadi sore eyang menelpon saya, dan menanyakan apakah kamu ada di rumah atau tidak," balas Azka. Zia mendengkus. "Kamu udah ngasih tau tentang pernikahan kita ke eyang, tapi kamu nggak cerita ke aku. Aku udah bertingkah bodoh tadi dengan pura-pura jadi pembantu kamu." Azka terkekeh. Lucu sekali mendengar nada suara merajuk dari istrinya itu. Ditambah lagi wajah Zia yang kesal ini terlihat semakin cantik saja. "Siapa suruh untuk terus berpura-pura? Saya bahkan tidak pernah menyuruh kamu untuk pura-pura jadi pembantu," kata Azka. "Iih, nyebelin!" Zia memukul-mukul lengan Azka. "Udah salah, bukannya minta maaf malah ngeledek." "Ya sudah, saya minta maaf. Selesai kan?" Azka mencubit gemas pipi Zia. "Sebenarnya aku pengen marah sama kamu, tapi kata pak ustadz yang aku denger ceramahnya di y**t***, nggak baik marah-marah sama suami. Jadi, terpaksa aku maafin kamu," ujar Zia yang entah menga

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 37

    "Se-selamat sore," sapa Zia dengan gugup, dan tersenyum canggung. Ia tidak pernah menyangka bahwa eyangnya Azka akan berkunjung ke penthouse ini. Eyangnya Azka memindai Zia dari atas sampai bawah. Memang cantik, dan berpenampilan cukup berkelas. Rasanya ia juga pernah melihat istri Azka ini, tapi tidak ingat di mana. "Saya eyangnya Azka. Boleh saya masuk?" "Bo-boleh, Nyonya. Silakan." Dengan gemetar, Zia membukakan pintu lebih lebar agar eyangnya Azka itu bisa masuk. "Tapi tuan Azka belum pulang dari kantor. Mmm ... perkenalkan, saya ART di sini, Nyonya." Wanita lanjut usia itu menatap tidak percaya pada Zia. Bisa-bisanya istrinya Azka ini masih berpura-pura. Apakah Azka belum bercerita bahwa sang eyang sudah mengetahui pernikahan mereka? "Panggil 'eyang' saja," ucap sang eyang. Ia memasuki ruang tamu seraya memindai seisi ruangan itu. "Ba-baik, Eyang," balas Zia. Jantungnya masih berdetak kencang, entah apa tujuan eyangnya Azka datang kemari. "Silakan duduk, Eyang. Mau saya bua

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 36

    Hari demi hari telah terlewati. Kini hubungan Azka, dan Zia menjadi semakin dekat. Mereka menjalani kehidupan pernikahan siri itu dengan diselimuti kebahagiaan. Zia kini juga sudah pandai memasak. Setiap pulang kerja, ia akan memasak, dan menyiapkan makanan untuk Azka. Ia juga rajin membersihkan penthouse, meski kadang masih memanggil jasa kebersihan, jika merasa sangat lelah, dan tidak sanggup untuk beberes. Azka sebenarnya sering menawarkan untuk menyewa asisten rumah tangga, tapi Zia selalu menolak. Zia beralasan bahwa ia tak ingin ada orang asing, yang mungkin saja akan mengganggu jika mereka tengah berduaan. Sebagai istri yang baik, Zia selalu memberi perhatian pada Azka. Hubungan mereka juga semakin panas seiring Azka yang sudah jatuh cinta pada Zia, meskipun belum menyatakannya. Setiap sehabis makan malam, Zia akan bermanja-manja pada Azka, menghabiskan waktu untuk saling bercerita, dan tertawa bersama ketika dirasa ada yang lucu. Kehangatan seperti inilah yang sangat Azka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status