Sayangnya Aleena diusir oleh Galuh karena dianggap sudah mengganggu urusannya dengan adik iparnya. Sang istri diminta masuk untuk menyiapkan makanan karena perutnya sudah lapar.Mau tidak mau Aleena pergi meninggalkan mereka berdua, dia menghangatkan kembali makanan yang sudah dingin agar bisa dikonsumsi oleh suaminya."Apa yang sebenarnya mereka bicarakan? Kenapa mereka terlihat akrab sekali?" cecar Aleena sembari menghangatkan ayam goreng di atas wajan. Pekerjaannya belum selesai, Galuh justru memanggil Aleena dari ruang makan."Kenapa lama sekali? Aku lapar!" hardik sang Suami."Sebentar lagi selesai, Mas. Tunggu dulu ya, sabar." Aleena meminta maaf agar tidak dimarahi lagi. "Cepat! Jangan sampai aku naik pitam lagi." Galuh menjelaskan. Emosinya masih belum stabil, jadi bisa saja Aleena akan mendapatkan pukulan lagi darinya.Wanita cantik bernama Aleena kembali ke dapur untuk menghangatkan makanan yang masih tersisa. Selesainya, wanita cantik kembali menata makanan tersebut di at
Sudah berusaha untuk membujuk, tapi Aleena gagal. Pria itu memintanya agar tetap di rumah, sedang dirinya akan pergi untuk bertemu dengan Tasya. Untuk pertama kalinya, wanita cantik berlesung pipi itu sudah tidak tahan dengan tingkah suaminya. Dia pun mulai mengajukan protes."Semua ini gak adil, Mas. Kamu enak-enakan jalan sama Tasya. Sedangkan aku harus di rumah terus, aku juga ingin menikmati hidup, Mas!" protesnya setelah Galuh selesai berbicara dengan Tasya lewat panggilan telepon."Kamu sudah berani protes sekarang?" Galuh segera menarik tangan Aleena, lalu mengunci wanita itu dari luar kamar."Buka pintunya, Mas!" teriak Aleena, tapi tidak dihiraukan oleh suaminya. Pria itu tersenyum puas dan berlalu pergi meninggalkan istrinya.Air mata Aleena sudah mengering, dia berusaha mencari cara agar bisa keluar dari kamar itu secepatnya. Untuk merilekskan pikiran serta meredam amarah, wanita cantik tersebut duduk di atas tempat tidur. Lain hal dengan Galuh yang sudah siap pergi bersam
Gala menggoyangkan tubuh Aleena agar wanita itu sadarkan diri. Namun, tidak ada respon apa pun."Bangun, Aleena. Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu bisa begini?" Gala terus berusaha membuat Aleena bangun. Segala macam cara sudah dilakukan, hingga wanita itu membuka mata. "Kamu ngapain di sini?" tanya Aleena kaget melihat Gala yang tiba-tiba ada di hadapannya."Aku cuma ingin melihat keadaanmu saja, Aleena. Aku khawatir, ternyata firasatku benar. Dia tidak memperlakukanmu dengan baik lagi. Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu bisa seperti ini?" cecar Gala tidak terima. Sungguh di luar dugaan, jawaban Aleena bikin pria itu melongo. "Aku cuma capek, lalu ketiduran. Memang begitu kalau aku tidur, ketika kecapean." "Tapi kamu sudah seperti orang mati!" Gala berbicara lantang."Kamu berlebihan, Gala. Gak usah terlalu menghawatirkan diriku. Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga, terima kasih karena sudah membantuku membuka pintu yang terkunci dari luar." Aleena sangat berterima ka
Masih terngiang di telinga Aleena saat dirinya meminta pada Galuh untuk makan di tempat elit tersebut. Namun, ucapan sang suami berhasil membuatnya bersedih serta sakit hati."Kamu itu cuma kalangan kelas bawah, jadi gak cocok makan di sana. Hanya malu-maluin saja, mending kamu makan di tempat yang biasanya kamu nongkrong sama teman arisanmu. Mereka 'kan, sama dengan kamu. Sama-sama dari kelas tengah ke bawah." Kalimat itu tidak bisa dilupakan Aleena. Padahal Galuh sendiri sering ke sana bersama Tasya dan teman wanita lainnya. "Memang aku seburuk itu ya?" Aleena bermonolog, hingga Gala menyahut pelan."Dari segi apanya buruk? Siapa yang bicara kamu buruk?" cecar Gala mengira sedang diajak bicara oleh Aleena. "Oh, gak ada." Wanita cantik itu berkilah. Pikirannya kembali mengingat perlakuan Galuh yang selalu memandangnya sebelah mata. Kadang merasa heran, kenapa juga pria itu mengajaknya menikah dulu kalau pada akhirnya disia-siakan? Kalau saja nasibnya akan seperti ini, mungkin Alee
"Cepat jalan!" bisiknya pada Gala yang tidak mengerti kenapa wanita cantik yang duduk di belakang memintanya untuk segera jalan padahal lagi lampu merah."Masih lampu merah, Aleena. Sabar dulu sebentar, memang ada apa?" tanya Gala penasaran."Di samping kita ada mobil mas Galuh, aku takut ketahuan." Aleena berbisik lagi. Kemudian, Gala melihat ke samping dengan samar."Dia tidak akan melihat kita, tenang saja." Gala meyakinkan Aleena agar tidak terlalu khawatir.Hatinya bergemuruh hebat, tapi tidak bisa berbuat apa pun selain menuruti omongan Gala. Selanjutnya, lampu hijau. Pria itu langsung mempercepat laju sepeda motornya. "Kita harus sampai terlebih dulu ke rumah sebelum Galuh di sana," kata Gala tetap fokus melihat ke arah depan. Tidak ada obrolan lagi antara mereka, sebab waktu kali ini sangat berharga. Hingga mereka sampai di rumah Aleena."Ayo cepat masuk!" ajak Gala menarik tangan Aleena. Pria itu mengunci kembali wanita yang dicintai di dalam kamar, lalu pergi mengendarai s
Kesal sudah pasti, tapi Aleena tetap masih diam saja. Tidak mungkin wanita itu bertengkar dengan suaminya ketika ada Tasya. Bisa-bisa wanita yang mengaku sahabat itu semakin tertawa puas akan benih-benih kehancuran rumah tangganya. Dia melangkahkan kaki ke dapur dengan sepiring nasi serta sepotong ayam goreng kecil. Juga kecap manis yang sudah ditaburi ke atas nasi putih itu. "Lihat saja, Mas. Aku akan melakukan yang aku inginkan dan membuatku bahagia, sebagaimana kamu melakukan itu padaku." Kesabaran Aleena benar-benar sedang diuji, bahkan rasa sabar itu sudah berangsur hilang sedikit demi sedikit. Dia tidak bisa terus menerus tinggal diam di saat diremehkan seperti ini. Dia menarik napas panjang, lalu mengembuskan secara perlahan. Buliran bening yang sudah ada di sudut netra, dia hapus begitu saja. Wanita cantik itu sudah tidak sudi untuk meneteskan air mata untuk suami yang tidak mau menghargai perasaannya.Hatinya bercampur aduk dengan semua kecewa yang diberikan sang suami. Dia
Wajah Fathan dan Dira menjadi merah atas perbuatan Aleena, menantu yang selama ini sudah dianggap sebagai anak sendiri. Memang, mereka berdua keras, tapi hanya karena wanita cantik berkulit putih belum bisa memberikan keturunan. Selain itu, mereka juga kesal kalau putranya sakit hati padanya."Papa, Mama!" seru Aleena kaget. Tangannya bergetar karena telah salah menyiram orang."Maafin aku, Ma, Pa. Aku kira teman-teman arisanku yang julid, ternyata kalian," ujar Aleena sembari membersihkan tubuh papa dan mama mertuanya yang terlanjur basah kuyup."Aku benar-benar gak tahu, Ma, Pa. Coba saja kalian kabari terlebih dulu, pasti kejadiannya tidak akan begini," ucap Aleena tidak berhenti berbicara. Dia terus berusaha untuk mengambil hati kedua mertuanya yang terlihat marah. Namun, usahanya gagal karena memang mereka kesal dengan tindakan menantunya."Gak usah basa-basi lagi! Katakan saja kalau kamu memang gak suka kita ke sini! Iya 'kan?" hardik Dira, netranya melotot. "Enggak, Ma. Aku be
"Aku ke sini ingin memperhatikannya masak, Ma. Siapa tahu saja dia menaburkan racun pada kita," ujar Fathan sebelum Dira marah."Papa pintar juga, ya! Awasi saja, Pa. Mama mau mengambil air putih di kulkas," ujar Dira yang ternyata tidak curiga. Dia terlalu mempercayai sang suami, terlebih dirinya tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Fathan mengambil uang yang ada di dalam saku, lalu memberikan pada Aleena ketika Dira lengah. Meskipun sang menantu tidak tahu maksud dan tujuan papa mertuanya memberikan uang. Dia tetap saja mengambilnya untuk membeli pakaian yang diminta oleh sepasang suami istri yang dipanggilnya sebagai mertua. Selama Aleena tidak meminta, menurutnya semua sah-sah saja. Yang terpenting dirinya tidak ada dalam masalah. Melihat Fathan dan Dira pergi, Aleena akhirnya bisa bernapas lega. Dia bisa melanjutkan memasak dengan tenang, tanpa ada rasa takut atau khawatir yang berlebihan."Kenapa di sini, Pa? Katanya mau memperhatikan Aleena masak?" cecar Dira ketika meli