Keterdiaman Claire membuat Levin gugup. Pria itu tidak menyadari kalau Claire sama gugupnya dengan Levin, hanya saja Claire dapat menutupi perasaannya dengan baik.
Levin menatap Claire dalam-dalam, memutuskan untuk terus maju. Dirinya bukanlah pria pengecut, jadi meski rasa gugup menguasai hatinya, tapi Levin harus tetap mengatakan apa yang dirinya rasakan.Saat Levin memutuskan datang ke rumah Claire, dirinya sudah bertekad untuk mengakui isi hatinya dan ingin mengatakan apa yang hatinya inginkan, dan inilah saatnya. Inilah kesempatan bagi Levin untuk mengutarakannya.“Aku harus mengakui satu hal, yaitu tentang alasan kenapa aku terus mengejarmu meski kamu telah menolak kehadiranku berulang kali. Alasan kenapa aku mengabaikan permintaanmu agar kita bersikap tidak saling mengenal.”“Kenapa?”“Karena aku menyukaimu.”Claire mengerjap, lidahnya terasa kelu. Bibirnya seolah terkunci rapat. Pengakuan Levin memang singkat, tapi sanggup memporak porandakan hatiClaire melirik jam di layar laptopnya. Jam 2 siang. Waktu yang rawan baginya karena saat ini rasa kantuk mulai menyerang matanya, padahal pekerjaannya masih jauh dari kata selesai! Oh, sepertinya rencana Claire untuk pulang tepat waktu terancam gagal! Dengan malas Claire bergerak menuju pantry, hendak membuat kopi yang semoga saja bisa mengusir rasa kantuk. Disana, Claire menyempatkan diri untuk mengobrol dengan beberapa karyawan yang sedang asyik bergosip. Mungkin pekerjaan mereka tidak sebanyak pekerjaannya hingga bisa bergosip di tengah jam kerja. “Kalian sedang bicara tentang apa sih? Kok kelihatannya seru sekali.”“Claire, apa kamu sudah melihat boss baru kita?”“Belum. Memangnya kenapa?”“Pantas kamu masih setenang ini. Nanti setelah melihatnya, kamu pasti akan kaget.”“Memangnya kenapa sih? Aku jadi penasaran!” “Boss baru kita sangat tampan! Rasanya dia jauh lebih cocok jadi model iklan Calvin Klein daripada seorang pebisnis!” “Iya, benar.
Johan keluar dari ruangan Levin dan menghembuskan nafas berat. Sadar kalau kali ini tuan mudanya bisa kembali goyah hanya karena seorang wanita. Wanita yang sama pula! Wanita yang memiliki kemampuan untuk menggoyahkan hati tuan mudanya! Johan hanya bisa berharap agar tuan mudanya dapat menyelesaikan masalah cintanya dengan baik, tanpa perlu melibatkan pekerjaan. Akan sangat disayangkan jika tuan mudanya salah mengambil langkah. ‘Semoga tuan muda bisa bersikap dewasa dan tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan pekerjaan,’ harap Johan sebelum kakinya melangkah pergi untuk mencari segala informasi yang berhubungan dengan Claire. Seperti yang diperintahkan oleh Levin. Satu jam kemudian…Johan masuk ke dalam ruang kerja Levin dan menyodorkan selembar map yang berisi informasi tentang Claire. Semuanya, tanpa terkecuali. Persis seperti permintaan tuan muda yang kini menjadi bossnya. “Ini seluruh laporan yang saya dapatkan tentang nona Claire, Tuan.”“T
Levin terduduk lemah di kursinya, tidak percaya akan hal yang dilihatnya barusan. Hal yang sejak lama dirinya bayangkan dan kini nyata terjadi di hidupnya. Hari ini, di hari pertama dirinya menjejakkan kaki di kantor ini, Levin menemukan kembali wanita yang sudah lama dirindukannya. Wanita yang dengan tega meninggalkannya tanpa jejak. Wanita yang nama dan wajahnya selalu tersimpan di relung hati dan benaknya. Kenapa bisa ada kebetulan seperti ini? Tapi apakah benar ini hanya kebetulan? Atau takdir? Apakah Tuhan sengaja mengatur pertemuannya dengan Claire seperti ini melalui daddy Keenan? Ya, bukankah daddy Keenan yang menyuruh Levin untuk pergi ke Melbourne? Apakah itu artinya daddy Keenan adalah dewa cupid terselubung untuknya dan Claire? Mungkinkah itu?Namun selain kerinduan, hatinya juga diselimuti oleh kebencian dan sakit hati. Benci karena Claire mempermainkannya. Sakit hati karena Claire mengabaikannya.Sekarang apa yang harus Levin lakukan? Mempertany
Beberapa saat sebelumnya…Claire bergegas keluar dari ruang kerjanya karena waktu sudah menunjukkan jam 12 siang, dirinya tidak mau membuang waktu dan ingin segera bertemu dengan Revel. Tadi Susan sudah memberi kabar padanya melalui pesan teks kalau mereka menunggu kedatangannya di kursi taman yang berada tidak jauh dari kantor Claire. Tempat yang sama dimana Nick sering menunggunya saat pulang kerja dulu. Meski empat tahun telah berlalu, tapi tidak ada yang berubah. Kursi taman itu masih tetap ada disana. Claire masih tetap bekerja di perusahaan ini. Yang berubah mungkin hanya jabatannya saja dan oh, jangan lupa, hidup Claire juga berubah menjadi lebih berwarna, lebih ceria dan lebih hidup karena kehadiran Revel! Claire baru akan menuju lift saat matanya menangkap betapa banyaknya orang-orang yang sedang mengantri. Pasti akan lama mengingat kapasitas lift yang terbatas dan tidak mungkin menampung seluruh orang yang ada dalam satu kali antrian, jadi Claire me
Keesokan paginya…Levin sudah berada di bandara sejak pukul 8 pagi, pesawatnya akan lepas landas pukul 10 pagi. Masih ada waktu untuk menikmati kopi paginya dengan santai di area lounge. Meski hari masih pagi, tapi bandara tetap terlihat sibuk. Selagi menunggu, Levin sengaja menyibukkan diri dengan mempelajari berkas-berkas yang diberikan Johan kemarin siang. Kemarin, Levin tidak memiliki cukup waktu untuk mempelajari semuanya, jadi mau tidak mau hari ini Levin melanjutkan analisanya. Saat panggilan boarding bergema, barulah Levin merapikan berkasnya dan menyerahkannya pada Johan yang setia mengikutinya kemanapun, termasuk kali ini, karena pria itu akan pergi bersama Levin untuk menangani perusahaan di Melbourne. Levin menatap jam di tangan kirinya. Hampir pukul 10, bersyukur tidak ada delay karena akan sangat menyebalkan baginya jika harus menunggu hal yang tidak pasti. Menunggu adalah hal yang paling Levin benci. Lebih tepatnya Levin membenci hal itu setela
Levin menatap puas pada laporan di hadapannya. Usaha dan kerja kerasnya selama ini tidak sia-sia. Kerjasama yang dirinya lakukan dengan Arch company, perusahaan daddy Alex yang berada di bawah pengawasan Nick, sukses besar hingga dapat menghasilkan keuntungan yang luar biasa. Begitu juga kerjasamanya dengan beberapa perusahaan lain menghasilkan keuntungan yang tak kalah besar. Awalnya Levin merasa sedikit kesulitan saat harus bekerja sama dengan Nick karena dirinya pasti akan selalu teringat dengan Claire, tapi Levin tetap bersikap professional hingga lama kelamaan dirinya mulai terbiasa. Nick juga tidak pernah mengungkit mengenai masa lalu. Harus Levin akui kalau pria itu terlihat dewasa dan tidak pernah mencampuradukkan urusan pribadi dengan perusahaan. Levin baru selesai membubuhkan tanda tangan di salah satu dokumen saat telepon di atas mejanya berdering. Line yang berasal dari ruang kerja daddy Keenan. “Ada apa, Dad?” “Tolong ke ruangan daddy. Ada hal pentin