Setibanya di kantor, setelah meletakkan tas kerjanya, Claire mulai mengisi formulir permohonan cuti. Dirinya harus mengajukannya secepat mungkin agar permohonan cutinya disetujui mengingat waktunya kurang dari 5 hari.
Selama hampir 5 tahun bekerja di perusahaan ini, Claire termasuk karyawan yang jarang mengambil cuti, selain cuti melahirkan, Claire hanya pernah cuti sesekali, itupun jika tubuhnya sudah drop karena terlalu lelah bekerja. Semoga saja kali ini tidak masalah, apalagi dirinya juga hanya mengajukan cuti satu hari.Claire menuju bagian HRD dan menyerahkannya kepada Jennifer, yang biasa dipanggil Jane, wanita yang sudah bekerja lebih lama darinya.Wanita yang, setau Claire, tidak pernah menggunjingkannya saat hamil dulu dan justru membelanya meski Claire tidak pernah meminta.Wanita yang dapat menempatkan diri sebagai teman dan rekan kerja yang baik.Wanita yang selalu bersikap ramah meski Claire yakin kalau Jane juga menyimpan rasa penasaran akan kLevin menjabat tangan Mr. Mark dengan tegas, sebagai tanda kesepakatan atas pembicaraan mereka barusan. Seperti harapannya, meeting berjalan lancar hingga kedua belah pihak memutuskan untuk bergerak ke langkah selanjutnya. Levin mempersilahkan Mr. Mark, hendak menjamunya makan siang. Setelah meeting usai, kini waktunya bagi Levin untuk menjamu relasi bisnisnya. Memang, terkadang ada yang menjamu relasi bisnisnya untuk makan siang sambil membicarakan tentang kerjasama, tapi menurutnya, hal itu dapat membuat mereka tidak leluasa dalam menyantap hidangan karena terlalu fokus dengan perbincangan mengenai pekerjaan sedangkan Levin ingin menjamu relasinya dengan baik. Dengan pemikiran itulah, Levin selalu membedakan waktu dan tempat saat bicara mengenai bisnis dan makan siang. Mungkin waktu makan siang mereka sedikit terlambat, tapi tidak masalah karena untuk mengatur pertemuan ini pun bukanlah hal yang mudah dan bagi seorang pebisnis, membahas kontrak kerjasama yang d
Claire menghambur keluar dari ruang kerja Levin dengan wajah memerah yang tampak jelas dipenuhi amarah. Saking marahnya, Claire sampai mengabaikan Johan yang baru akan mengetuk pintu ruang kerja tuan mudanya. Tanpa perlu bertanya pun, Johan tau apa yang terjadi. Wajah memerah penuh amarah, rambut yang sedikit berantakan, bibir yang agak bengkak memberi petunjuk bagi Johan tentang apa yang baru saja terjadi di dalam sana. Terpaksa, Johan mengurungkan niatnya. Sengaja memberi waktu tenang bagi tuan mudanya untuk menenangkan hatinya yang pasti sedang merasa kacau balau. Jika Johan nekat mengganggunya sekarang, mungkin dirinya yang akan kena amuk! Bertahun-tahun mengenal tuan mudanya, Johan tau kalau terkadang Levin membutuhkan seseorang untuk melampiaskan amarahnya. Sayangnya, kali ini Johan enggan dijadikan pelampiasan. Enggan dijadikan sasaran tembak.Tidak, Johan tidak ingin mengambil resiko itu. Lebih baik mengerjakan hal lain daripada mendengar omelan dari tuan
Ucapan Levin membuat Claire tidak bisa lagi meredam rasa kesalnya. “Kenapa saya tidak boleh cuti? Padahal hanya satu hari dan saya yakin dapat menyelesaikan pekerjaan yang memang menjadi tanggung jawab saya. Selama bekerja di perusahaan ini, saya sangat jarang mengajukan cuti, tapi kali ini saya terpaksa cuti karena ada hal yang harus dilakukan. Kenapa anda mempersulit saya?” Pertanyaan Claire membuat Levin berdiri dari kursinya. Dengan langkah lebar pria itu melangkah tegas hingga tiba tepat di hadapan Claire. Ingin menunjukkan otoritasnya sebagai seorang boss yang harus dipatuhi perintahnya. Levin menatap tajam wajah Claire yang balas menatapnya dengan berani. Tidak takut meski sadar kalau status Levin sekarang adalah bossnya. Pemilik perusahaan atau anak dari pemilik perusahaan? Entahlah, apapun itu pokoknya mirip! Saat ini Claire sudah kembali ke sifat sebenarnya, tidak ada perasaan bersalah seperti kemarin, karena kali ini Claire harus memperjuangkan izin cu
Levin memejamkan mata sejenak, berharap dapat meredakan rasa kesal yang menguasai hatinya saat teringat akan kedekatan antara Claire dengan Nick yang, sepertinya, tetap terjalin meski ada jarak sejauh ribuan kilometer yang memisahkan. “Apakah kamu tau dan dapat mengingat bagaimana wajah pria itu?” desak Levin tanpa sadar membuat Jane semakin bingung karena rentetan pertanyaan yang diajukan kepadanya kian banyak seolah sedang menginterogasinya. Tampak jelas kalau bossnya ingin mengetahui tentang detail kehidupan Claire. Padahal hanya mengajukan permohonan cuti, tapi kenapa pertanyaan yang diajukan jadi panjang lebar seperti ini? Tidak ada hubungannya dengan masalah cuti pula! Malah beralih ke masa lalu membuat Jane harus menggali ingatannya! ‘Apakah si boss memang mengenal Claire makanya jadi penasaran seperti ini?’ batin Jane curiga namun tidak mungkin menyuarakannya atau terancam kena pecat! “Hmm… saya agak lupa karena sudah terlalu lama.”“Tapi pasti a
Beberapa saat sebelumnya…Levin mengerutkan kening saat Jane menyodorkan selembar kertas di hadapannya. Permohonan cuti atas nama Claire.“Claire ingin cuti untuk urusan pribadi? Urusan pribadi seperti apa yang dia maksud? Apakah urusan pribadi bersama suaminya? Atau bersama orangtuanya?” gumam Levin lirih namun masih dapat didengar oleh Jane membuat wanita itu mengira kalau sang boss sedang bertanya kepadanya. “Hmm… mengenai urusan pribadi Claire tidak ada yang tau. Claire sangat tertutup mengenai urusan pribadinya sejak dulu, tidak ada satu orangpun yang tau apakah dia sudah menikah atau belum. Padahal sejak awal bekerja disini, Claire sudah dalam kondisi hamil dan saat itu ada satu pria yang sering mengantar jemputnya, tapi kami tidak pernah tau apakah benar pria itu suaminya atau bukan karena Claire hanya tersenyum setiap kali kami menanyakannya. Tapi yang jelas kami semua tau kalau Claire sudah memiliki seorang putra. Dan menjawab pertanyaan anda tadi, mungkin saja
Setibanya di kantor, setelah meletakkan tas kerjanya, Claire mulai mengisi formulir permohonan cuti. Dirinya harus mengajukannya secepat mungkin agar permohonan cutinya disetujui mengingat waktunya kurang dari 5 hari. Selama hampir 5 tahun bekerja di perusahaan ini, Claire termasuk karyawan yang jarang mengambil cuti, selain cuti melahirkan, Claire hanya pernah cuti sesekali, itupun jika tubuhnya sudah drop karena terlalu lelah bekerja. Semoga saja kali ini tidak masalah, apalagi dirinya juga hanya mengajukan cuti satu hari. Claire menuju bagian HRD dan menyerahkannya kepada Jennifer, yang biasa dipanggil Jane, wanita yang sudah bekerja lebih lama darinya. Wanita yang, setau Claire, tidak pernah menggunjingkannya saat hamil dulu dan justru membelanya meski Claire tidak pernah meminta. Wanita yang dapat menempatkan diri sebagai teman dan rekan kerja yang baik. Wanita yang selalu bersikap ramah meski Claire yakin kalau Jane juga menyimpan rasa penasaran akan k