Levin mendesah berat. Hari ini tampak cerah, berbeda jauh dengan suasana hatinya yang kelabu. Levin masih sibuk dengan pikirannya sendiri saat terdengar ketukan di pintu ruang kerjanya disusul dengan kehadiran Johan.
“Selamat pagi, Tuan. Saya akan membacakan agenda kerja anda hari ini. Pertama anda harus menghadiri rapat direksi yang diadakan pukul 10, setelah itu anda ada meeting dengan Tuan Alexander dari Arch company. Dilanjutkan dengan acara penggalangan dana di Mulia Resort,” beritahu Johan sambil menutup tab di tangannya.Levin mengangguk, memahami agenda kerjanya hari ini yang untungnya tidak terlalu padat. Setidaknya Johan masih memberinya jeda untuk bernafas.Kini, setelah menyelesaikan rapat direksi yang memusingkan, akhirnya Levin beralih ke tujuan selanjutnya. Arch company. Salah satu perusahaan dimana Levin mengajukan proposal kerjasama yang dapat saling memberi mereka keuntungan.Bukan tanpa alasan Levin mengajukan proposal kepada perusahaan tersebu“Levin, perkenalkan ini Nick, orang yang saya tunjuk agar kalian dapat menjalankan kerjasama ini. Saya sudah sempat menjelaskan garis besarnya, jadi kamu bisa membuat kontrak kerjasama agar kita segera menandatanganinya secara resmi.”Kemunculan Nick membuat konsentrasi Levin terpecah selama beberapa saat namun pria itu cepat menyadari kesalahannya dan mengangguk. “Baik, saya akan mempersiapkan kontrak kerjasama secepatnya. Saya akan segera menghubungi anda dan juga Nick.”Daddy Alex mengangguk puas. Setelah itu masih ada beberapa hal kecil yang mereka bahas bersama, selama itu pula Nick hanya menatap Levin dengan wajah datar seolah tidak saling mengenal. Fokus dengan pekerjaan. Beda halnya dengan Levin yang bibirnya sudah gatal ingin bertanya mengenai Claire! Namun meski sulit, beruntung Levin dapat menahan diri hingga meeting berakhir! *** Nick termenung di ruang kerjanya, tidak menyangka kalau Levin akan kembali muncul di hadapannya. Terakhir kali diri
Levin mendesah berat. Hari ini tampak cerah, berbeda jauh dengan suasana hatinya yang kelabu. Levin masih sibuk dengan pikirannya sendiri saat terdengar ketukan di pintu ruang kerjanya disusul dengan kehadiran Johan. “Selamat pagi, Tuan. Saya akan membacakan agenda kerja anda hari ini. Pertama anda harus menghadiri rapat direksi yang diadakan pukul 10, setelah itu anda ada meeting dengan Tuan Alexander dari Arch company. Dilanjutkan dengan acara penggalangan dana di Mulia Resort,” beritahu Johan sambil menutup tab di tangannya. Levin mengangguk, memahami agenda kerjanya hari ini yang untungnya tidak terlalu padat. Setidaknya Johan masih memberinya jeda untuk bernafas. Kini, setelah menyelesaikan rapat direksi yang memusingkan, akhirnya Levin beralih ke tujuan selanjutnya. Arch company. Salah satu perusahaan dimana Levin mengajukan proposal kerjasama yang dapat saling memberi mereka keuntungan. Bukan tanpa alasan Levin mengajukan proposal kepada perusahaan tersebu
Levin tiba di kantor daddy Keenan lebih awal. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Levin memutuskan untuk membantu daddy Keenan dan belajar mengelola perusahaan. Dan itu dimulai sejak hari ini. Levin ingin membuktikan kalau kini dirinya adalah pria yang layak diberi kepercayaan dan dapat diandalkan. Semenjak Claire pergi, hidup Levin berubah total. Pria itu berusaha keras menyelesaikan kuliahnya secepat mungkin, menyusul Nick yang sudah wisuda lebih dulu. Bukan hal yang sulit baginya karena pada dasarnya Levin memang pandai hanya saja dulu dirinya terlalu malas dan lebih memilih bersenang-senang dengan wanita serta klub malam hingga melupakan kewajibannya sebagai mahasiswa. Kepergian Claire membuat Levin sadar kalau dirinya harus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik agar jika suatu hari nanti Tuhan kembali mempertemukan mereka, Levin dapat dengan bangga menunjukkan keberhasilannya. Menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja setelah kepergian wanita itu meski jauh di lub
Claire menggeleng pelan, tidak ingin kesedihannya terlihat oleh siapapun. Claire sudah memutuskan bahwa Levin adalah bagian dari masa lalunya, jadi dirinya harus konsisten meski bayang-bayang pria itu selalu muncul dalam pikirannya setiap waktu. Terasa utuh dan nyata! “Kamu juga mau gendong, Nick?” tanya Claire, mengusir nama Levin dari benaknya. Pria itu belum sempat menjawab saat suara daddy Alex lebih dulu terdengar. “Harus! Masa daddynya tidak mau menggendong putranya sendiri?” ejek daddy Alex membuat kening Claire mengernyit bingung. “Maksudnya apa, Dad?”“Dokter mengira Nick adalah suami kamu.”“Lagi?!” teriak Claire kaget sebelum terbahak kencang. Namun di detik selanjutnya wanita itu mengaduh kesakitan karena tawanya membuat tubuhnya terguncang hingga jahitannya terasa ngilu. “Kok bisa sih? Terus kamu bilang apa? Sudah dua kali dokter salah sangka sama kamu,” ucap Claire setelah berhasil meredakan tawanya. “Aku tidak sempat bilang a
Rasa cemas dan kepanikan Nick kian meningkat saat satu jam sudah berlalu namun belum ada tanda-tanda tangisan si kecil. Pria itu menautkan kedua tangannya, seperti orang yang sedang berdoa dan memang benar, dirinya memang sedang berdoa. Memohon agar Claire dapat segera melahirkan buah hatinya dengan selamat, karena dengan begitu telinganya tidak perlu lagi mendengar jerit kesakitan sahabatnya. Serius, Nick tidak tega! Ingin rasanya Nick melarikan diri agar tidak perlu mendengar jerit kesakitan Claire lagi, tapi dirinya tidak mungkin meninggalkan Claire dalam kondisi seperti ini. Meski hati dan telinganya terasa teriris setiap kali jerit kesakitan Claire terdengar membahana, tapi Nick berusaha menguatkan diri, menahan kakinya agar tidak lari tunggang langgang! Jujur, saat mengetahui betapa menyakitkannya melahirkan membuat pria itu terus mengumpat nama Levin meski hanya dalam hati. Andai pria itu tidak menghamili sahabatnya, Claire pasti tidak perlu m
Sejak kemarin, Claire sudah mengambil cuti, mempersiapkan diri untuk persalinannya karena menurut prediksi dokter, dirinya akan melahirkan dalam minggu ini. Maka dari itu Claire ingin mempersiapkan dirinya, baik fisik maupun mental. “Daddy, pokoknya aku ingin melahirkan secara normal, kecuali jika keadaan benar-benar tidak memungkinkan. Intinya operasi dijadikan sebagai alternative terakhir.”Daddy Alex mengangguk saat mendengar ucapan putrinya yang entah sudah diulang untuk yang keberapa kali. Padahal Claire sudah mulai merasakan kontraksi, tapi putrinya masih bisa sebegini bawelnya.Dan saat menjelang malam, kontraksi yang wanita itu rasakan mencapai puncaknya. Berulang dengan jeda waktu yang semakin sempit dan rasanya berkali-kali lipat jauh lebih menyakitkan dari sebelumnya membuat Claire terus mengerang sakit. Rintihan kesakitan Claire terdengar memilukan membuat daddy Alex panik. Untungnya ada Susan, setidaknya wanita itu memahami bagaimana sakitnya mela
Claire menatap ponselnya yang kini hening. Mensyukuri kehadiran Nick karena pria itu selalu bisa menguatkannya meski mereka terpisah jarak. Bersyukur karena kehadiran Nick membuat hari-harinya yang suram menjadi lebih menyenangkan. Setidaknya Claire memiliki seseorang yang dapat menampung cerita dan keluh kesahnya. Selama berbulan-bulan ini Claire berusaha menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan rajin menabung untuk biaya persalinan. Kini, dirinya tidak perlu memusingkan mengenai biaya persalinan lagi karena tabungannya sudah lebih dari cukup. Untuk hal yang satu itu, Claire harus bersyukur karena secara tidak langsung daddy Alex lah yang membuat Claire dapat menabung lebih banyak karena sang daddy selalu mensupport kebutuhan rumahnya melalui Susan meski Claire sempat protes.Namun seperti yang selama ini terjadi, Claire selalu kalah debat karena dirinya paham kalau daddy Alex hanya ingin memastikan kesejahteraannya dan si kecil meski berada jauh dari negara kelahira
Levin menenggak minuman bersoda di tangannya dengan sekali teguk. Setelah Claire meninggalkannya, Levin berusaha sebisa mungkin untuk menghindari alkohol, walaupun jujur saja dirinya sangat membutuhkan minuman beralkohol saat ini. Tapi tekad untuk membuktikan bahwa dirinya dapat menjadi pribadi yang lebih baik, lebih kuat daripada keinginannya untuk minum alkohol. Jadi malam ini, Levin harus dapat berpuas diri meski hanya bisa meneguk minuman berkarbonasi tanpa alkohol setetes pun! Playboy tobat, kurang lebih julukan itulah yang disematkan orang-orang kepadanya, tapi Levin tidak peduli.“Nick sialan!” maki Levin frustasi dan meremas kaleng di tangannya sampai tidak berbentuk. Menyalahkan pria itu meski Levin sadar kalau itu bukanlah kesalahan Nick sepenuhnya. Pria itu hanya ingin menepati janji yang terlanjur diucapkannya. Kini yang bisa Levin lakukan hanyalah membuktikan kemampuannya, seperti tekadnya beberapa waktu lalu. Percuma mencari informasi karena Nick tid
Sepulangnya dari Melbourne, Nick datang ke kampus untuk menyelesaikan segala macam urusan mengenai perkuliahan. Kakinya sedang melangkah santai di sepanjang lorong saat seseorang menghadang langkahnya. Seolah sengaja menunggu kedatangannya sejak tadi. Levin. Pria itu menatap Nick dengan tajam. Pandangan mereka beradu. Sama-sama tajam. Saling memandang sinis. Menunjukkan ketidaksukaannya pada kehadiran satu sama lain. Namun Levin sadar, sebenci-bencinya dirinya pada Nick, tapi Levin membutuhkan informasi dari pria itu! Sedangkan Nick, tanpa dapat dicegah otaknya berkelana, teringat pada apa yang dialami Claire. Saat wanita itu mengalami pendarahan karena stress dengan gunjingan rekan kerjanya. Hal yang secara tidak langsung terjadi akibat ulah pria di hadapannya. Andai Claire tidak hamil di luar nikah, sahabatnya pasti tidak perlu mengalami hal itu! Membayangkan kejadian saat Claire mengalami pendarahan saja sudah membuat Nick kembali ketakutan! Dirinya nyaris keh