Setelah Jessica dan Kylie pulang sore itu, Moses juga pergi untuk bermain tenis bersama tiga orang yang sudah menjadi teman akrabnya sejak dia masih duduk di bangku kuliah.
Rafael Rivano, Melvin Maverick dan Cal Thompson melihatnya memantulkan bola dengan raket ke lantai. Mereka bertiga bingung kenapa Moses masih memiliki banyak energi padahal mereka sudah bermain selama dua jam secara bergantian.
Melvin mengusap keringatnya setelah bermain melawan Moses dan duduk untuk bergabung dengan dua temannya yang lain. “Ada apa dengan anak itu? Dia membara sekali hari ini. Aku sampai capek mengejar pukulan bolanya.”
“Tidak tau tuh sedang kerasukan apa si Moses.” Cal mengangkat bahunya, dia juga kalah tadi.
“Hei, Moses! Sini istirahat dulu!” teriak Rafael.
Hello, terima kasih sudah membaca SSS ღ Silahkan komen kritik dan saran yaaa ~
Langit sudah gelap ketika Sandra memutuskan untuk pulang. Dia merasa terus diperhatikan oleh James yang beberapa kali melihatnya dari kaca spion bagian tengah mobil. Dia hendak bertanya tapi James sudah membelokkan mobil masuk ke halaman depan mansion. Dia turun dari mobil dan menekan kode touchscreen untuk membuka pintu depan. Seperti pencuri di rumahnya sendiri, Sandra mengendap masuk dan bernapas lega saat tak ada orang yang menunggunya di ruangan besar itu seperti kemarin. Setelah melepas sepatunya, kaki Sandra berlari menaiki anak tangga dengan ringan tanpa suara. Sandra masih sempat mengintip pintu kamar Moses sebelum membuka kamarnya sendiri. Tidak ada cahaya dari dalam berarti Moses sudah tidur atau belum pulang dari klub malam. Sandra belum selesai menghela napas lega ketika dia terkesiap dengan sosok pria yang duduk di
"Kamu pacaran dengan dia?” “Apa? Samuel itu Brand Ambassador perusahaanku dan hubungan kami hanya sebatas teman kerja. Mana mungkin aku pacaran sama dia.” Moses menatapnya lekat. “Selain dia? Apa kamu ada dekat dengan pria lain?” “Tidak ada. Kamu sendiri tau kan aku sibuk membangun karir. Tidak ada waktu untuk itu.” “Apa kamu pernah berpacaran sebelumnya?” Moses tidak tahan untuk tidak bertanya. “Belum pernah. Aku sudah bilang sebelum kita menikah kalau aku single.” Moses kelihatan terkejut. “Oh ya? Aku lupa kamu pernah bilang. Jadi kamu tidak pernah merasakan bagaimana pacaran itu?” Sandra hanya memberikan senyuman kecil. “Tidak tertarik. Dulu aku disibukkan
“Kenapa kamu bisa dapat akses masuk ke apartemen ini?” tanya Sandra setelah meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada yang perlu dia takuti.Dia bagaikan istri yang tertangkap basah selingkuh dengan pria lain. Manik abu-abu Moses menatapnya tajam, menuduhnya namun juga ada keterkejutan di sana.Tanpa menggerakkan kepalanya, bola matanya menyusuri Sandra dari atas kepala sampai ke bawah kaki. Sandra mendekap erat handuk itu ke dadanya. Dia seperti sedang dikuliti hidup-hidup.“Oh, jadi ini suami kamu, San? Hai, aku Samuel,” ucapnya tidak repot-repot mengulurkan tangan untuk berkenalan.Moses secara terang-terangan mengabaikan Samuel jadi Sandra berkata, “Dia Samuel Parker, Brand Ambassador Salinskie yang kemarin kubilang.”Moses hanya melempar satu anggukan kepala ke Samuel. Sandra meringis dalam hati karena sikap Moses sungguh tidak sopan dan keterlaluan. Dia akan minta maaf pada Samuel nanti.“Buka
“Sekali saja tidak akan menjamin keberhasilan kamu hamil. Kita harus melakukannya lagi.” Moses menarik baju Sandra ke atas.Sandra menahannya dengan erat. “Tunggu! A-aku mau mandi dulu.”Moses tampak berpikir sebentar, lalu melepaskannya. “Kamu bisa pakai kamar mandi master bedroom.”Dia melangkah mundur menuju sofa di ruang tamu dan menghempaskan badannya sambil menekan remote TV.“Tadi kamu bilang kalau kamu tidak pernah menginjakkan kaki di apartemen ini. Kenapa bisa ada Xbox?” Sandra memberinya tatapan tidak percaya sambil menunjuk benda yang dia maksud.“Oh, itu punya temanku. Cal sering menginap di sini. Sepertinya dia sudah menganggap apartemen ini miliknya.”Saat Sandra hanya berdiri saja melihatnya, Moses menoleh. “Kamu bilang mau mandi.”“O-oh ya.”Dia menemukan kamar yang dimaksud Moses, terletak di ujung ruangan dan dari ukurannya, m
Moses berbaring di sampingnya. Sandra dapat mendengar irama napasnya yang tenang namun lebih berat. Dia terkesiap saat telapak tangan hangat Moses menyentuh kaki kirinya, kemudian perlahan naik ke pahanya.Helaan napasnya bergetar ketika sapuan tangan Moses hampir menyentuh area tersembunyi di antara paha Sandra, tapi tidak jadi dan turun lagi ke bawah.“Apa tanggapan Jessica saat dia tau tentang… Saat dia tau kalau kamu harus menungguku hamil dulu baru bisa bercerai?”“Dia sudah setuju untuk menunggu.”“Semalam sebelum aku pergi, kalian bertengkar? Dia kelihatannya kesal sampai lupa dengan Kylie.”Sandra sengaja memutar adegan Moses dan Jessica berpelukan di benaknya agar dia tidak hanyut dalam belaian lembut Moses.“Apa kamu tidak punya topik lain?” Nadanya berubah jengkel. Sepertinya membicarakan tentang mantan kekasihnya di saat dia akan melahap istrinya bukanlah ide yang bagus.
Sandra terbangun saat dia merasakan ada sesuatu yang mengalir keluar dari tubuhnya. “Tidak, tidak, tidak. Ini tidak mungkin terjadi.” Dia beranjak dari kasur dengan pelan dan mengunci pintu kamar mandi. Harapannya hancur saat menurunkan celananya dan melihat noda darah. Dia tidak hamil. Sandra mencuci celana dalamnya yang berwarna putih polos dengan sedikit renda sebagai pemanis dari bekas darah menstruasinya. Kemudian dia mengambil yang baru dari tas travel dan juga pembalut yang sudah disediakan Tina. Sepertinya Tina mempersiapkannya karena sudah tau ini adalah waktu mendekati masa datang bulan Nona-nya. Sandra kembali ke kasur dan meringkuk di samping Moses yang tertidur lelap. Semalam setelah makan, mereka bermain Xbox sampai larut malam. Dia mencoba untuk tidur kembali, menutup matanya namun dia tidak dapat menahan kesedihan yang menyelimuti hatinya lagi. Tangisan Sandra pun pecah. Dia menangisi benih yang terbuang sia
“Aku kesini untuk menjemput istriku.” Mereka langsung menjadi pusat perhatian karena pas jam segini adalah waktunya karyawan Salinskie pulang kantor. Pipi Sandra bersemu merah saat beberapa dari mereka langsung bisik-bisik pada temannya. Ada yang terang-terangan menghampiri. “Wah, Nyonya Sandra. Suami Nyonya romantis banget,” ucap seorang gadis yang bekerja di bagian markom—Marketing Communication. “Nyonya sungguh beruntung. Suaminya bukan cuma tajir, tapi ganteng banget.” Teman di sampingnya menimpali, sambil melewati mereka. Sandra sebenarnya tidak suka dipanggil Nyonya, tapi Bambi yang bersikeras kalau dia lebih kelihatan berwibawa jika dipanggil Nyonya dan sebutan itu menunjukkan statusnya di perusahaan. “Kenapa kamu tidak bilang dulu mau menjemputku? Aku sudah janji dinner bareng Samuel karena ini hari terakhirnya di Chicago.” “Tidak apa-apa. Aku bisa pergi makan dengan tim-ku,” ucap Samuel sembari menundukkan kepalanya pada beber
Semuanya terjadi begitu cepat. Tau-tau bibir lembut Samuel sudah menempel pada bibirnya. Sandra mendorong badan Samuel dan menamparnya dengan keras. PLAKK!! Dia menekan bibirnya dengan punggung telapak tangannya, napasnya memburu dan dia memberi Samuel tatapan tidak percaya. Ciuman pertamanya telah direnggut! Samuel memegang pipinya sambil menggerakkan rahangnya. “Kamu benar-benar menamparku sekuat tenaga.” Dia memakai kembali kacamata hitamnya, masih belum sadar kalau ciuman pertama yang telah dia curi itu sangat berarti buat Sandra. Area masuk dan keluar bandara itu khusus untuk tamu VIP, jadi hanya ada mobil mereka di sana. Meskipun begitu, Samuel melihat ke kiri dan kanan untuk memastikan kembali bahwa tidak ada orang yang berada di sekitar mereka. “Bye, Samuel.” Sandra menggeser pintu mobil tapi tidak sempat menutupnya saat dicegah tangan Samuel. “Please, jangan tersinggung. Aku kira itu sudah biasa di sini sebagai