Share

Pembunuhan si Guru Tari (bagian 2)

Salah satu bodyguard Jordan Saturnus Jr. melongokkan kepalanya keluar jendela. Dia melihat tubuh Yongki Yamato sudah terbujur kaku di semak-semak belukar yang berjejer di bagian samping bangunan Virgo Music Life.

“Sudah mati, Pak Jordan…” kata si bodyguard.

“Bereskan mayatnya nanti tengah malam saja… Jarang ada yang lewat semak-semak belukar di sebelah ini. Lahan kosong itu…” kata Jordan Saturnus Jr. membersihkan kedua tangannya dari noda darah Yongki Yamato.

Sekujur kaki dan badan Ray Wish Jenggala juga bergelugut hebat. Dia ingin segera melarikan diri dari tempat itu. Sial dan sungguh-sungguh sial baginya malam itu… Sungguh nahas untuk sebuah kehidupan yang sudah berada di ujung tanduk… Kakinya tersandung ke sebuah keranjang sampah kecil yang terletak di pinggir koridor. Suara gaduh di koridor membuat salah satu bodyguard Jordan Saturnus Jr. melongokkan kepalanya keluar. Kontan tembakan dilepaskan dan satu peluru hinggap tepat pada tulang punggung Ray Wish Jenggala. Kontan tubuh tersebut juga roboh ke lantai.

Kali ini Jordan Saturnus Jr. menghampiri tubuh Ray Wish Jenggala yang kini terlihat merangkak-rangkak di lantai.

“Kau melihat sesuatu yang tidak perlu kaulihat, Ray… Kenapa kau mau saja ikut campur ke dalam urusan orang? Kenapa jam-jam begini kau belum pulang?” tanya Jordan Saturnus Jr. dengan sebersit senyuman sinis dan mengerikan. Sapuan tangan yang lemah lembut menempel pada pipi Ray Wish Jenggala yang tampak gemetaran.

“Kau telah membunuh Yongki! Kau adalah seorang pembunuh! Kau manusia berhati iblis! Kau lebih parah daripada iblis!” Terdengar teriakan Ray Wish Jenggala yang tidak berdaya.

“Kau cukup dekat dengan Yongki bukan? Selama ini kalian berdua selalu bersatu padu dan menentang segala pendapat beserta pendirianku di perusahaan, juga di depan pamanku! Kau kira aku akan berdiam diri begitu saja! Aku sedang menunggu! Menunggu sampai saatnya tiba dan kalian akan menerima pembalasan yang setimpal! Kalian akan menyesal telah berurusan dengan Jordan Saturnus Jr.”

Berdirilah Jordan Saturnus Jr. Dengan tembakannya, tampak tubuh Ray Wish Jenggala sudah terbujur kaku di lantai – sama sekali tidak bergeming lagi. Beberapa peluru telah hinggap di dalam kepalanya. Ray Wish Jenggala juga pergi menyusul temannya dengan sepasang bola matanya yang membelalak hampa.

“Bereskan mayatnya juga tengah malam ini! Lemparkan ke bawah dulu! Biarkan dia dan temannya berbagi penyesalan dalam semak-semak belukar sana!” kata Jordan Saturnus Jr. dengan sebersit senyuman mengerikan pada sudut bibirnya.

Sejurus kemudian, terlihat tubuh Ray Wish Jenggala jatuh dari  lantai atas bangunan Virgo Music Life. Kedua tubuh dalam semak-semak belukar tersebut sama sekali tidak tampak bergeming lagi.

***

Pekan Baru, pertengahan Desember 2016

“Kau… Kau tidak sedang bercanda bukan?” tanya Junaidy Jinnara kepada sang kekasih yang kini duduk berhadap-hadapan dengannya di restoran hotel tempat ia bekerja.

“Ya… Kau tidak salah dengar, Jun… Aku sudah memantapkan keputusanku ini terlebih dahulu, baru sekarang aku memberitahumu. Aku ingin putus dan aku pikir lebih baik kita berteman saja…” kata Nancy Stephanie Lorenza sembari berusaha menampilkan sebersit senyuman yang setenang mungkin.

Junaidy Jinnara terjelepok di tempat duduknya. Dia memandang Nancy Stephanie di depannya dengan pandangan hampa dan sepasang bibirnya yang sedikit menganga. Dia tidak tahu lagi apa yang mesti dikatakan ataupun ditanyakannya.

Really sorry, Jun… Aku ingin terus mempertahankan hubungan kita ini mengingat kita telah berpacaran sejak di bangku SMP. Namun, aku kira mungkin saja selama ini kita masih anak-anak…” Nancy Stephanie memberhentikan kalimatnya sejenak sampai di sana.

Junaidy Jinnara menatap Nancy Stephanie Lorenza dengan sorot mata nanar.

“Mungkin saja selama ini kita masih kanak-kanak dan kita sesungguhnya tidak mengerti apa cinta itu. Kini kita sudah tamat kuliah – sudah bisa dibilang dewasa. Aku ingin menjalani hubungan cinta yang benar-benar dewasa dengan pemikiranku yang dewasa sekarang. Really really sorry, Jun…” Terlihat Nancy Stephanie sedikit menundukkan kepalanya.

“Dengan pemikiran dewasa seperti sekarang ini, kau sudah menemukan lelaki lain yang menurutmu membuatmu benar-benar jatuh cinta?” Sungguh Junaidy Jinnara tidak kuasa menahan desahan napas kekecewaannya.

Nancy Stephanie hanya diam dan masih sedikit menunduk. Segenap perasaan bersalah masih menggelincir di teluk pikirannya.

“Siapa dia?”

Nancy Stephanie mendadak mengangkat kepalanya – sedikit terkejut, tidak menyangka Junaidy akan menanyakan soal pacar barunya.

“Siapa dia? Aku ingin tahu apa kekuranganku dibandingkan dengannya…” gumam Junaidy Jinnara dingin.

“Kau mana mungkin mengenalnya, Jun… Aku bertemu dengannya di klub malam ketika teman-teman kuliahku reunian di sana tiga bulan lalu.”

“Siapa namanya?”

“Namanya… Namanya Steven… Steven Santiago Purnama…” kata Nancy Stephanie akhirnya.

Sungguh terkejut bukan main Junaidy Jinnara mendengar nama lengkap itu. Bukankah Steven Santiago Purnama itu si hidung belang yang kerja di sini juga, di divisi yang sama denganku selama dua tahun belakangan ini? Jelas-jelas dia tahu Nancy ini adalah kekasihku! Jelas-jelas dari foto-foto di HP yang kuperlihatkan padanya selama ini, dia tahu aku sedang menjalin hubungan dengan Nancy! Dia sungguh tega merebut Nancy dariku! Dia sungguh tega, sungguh tamak, dan sungguh ambisius sampai-sampai dia juga ingin memakan kekasih dari teman baiknya sendiri!

Mulai terbit kemarahan di benak Junaidy Jinnara. Kedua tangan di atas lutut mulai mengepal kuat.

“Kau kenal dengan Steven Santiago Purnama?” tanya Nancy Stephanie Lorenza takut-takut.

Junaidy Jinnara kontan menggelengkan kepalanya. Aku harus mencari bukti terlebih dahulu, bahwasanya si Steven ini adalah seorang lelaki hidung belang yang suka menipu uang perempuan. Sesudah bukti ada di tanganku, aku baru bisa meyakinkan Nancy bahwa Steven Santiago Purnama ini bukanlah laki-laki yang baik.

“Aku benar-benar minta maaf, Jun… Aku rasa lebih baik kita berteman saja… Aku yakin hubungan dan kedekatan kita selama ini bukan karena cinta, melainkan hanya karena kita sering bertemu, sering sekelas, sering duduk berdampingan – baik sewaktu di bangku SMP & SMA ataupun di bangku  kuliah dulu.”

Nancy Stephanie Lorenza berdiri dari duduknya.

“Aku harap kau bisa menemukan perempuan yang lebih baik, yang benar-benar mencintaimu, Jun…”

Nancy Stephanie Lorenza berlalu begitu saja. Bayangannya langsung menghilang di balik pintu depan restoran hotel.

Setetes air mata kesedihan dan kekecewaan bergulir turun. Junaidy Jinnara tak kuasa menahan tangisannya lagi. Dia diam-diam menangis di tempat duduknya, tanpa sepengetahuan siapa pun.

Aku bahkan bermimpi kita akan menikah akhir tahun depan… Aku sudah cukup mapan untuk memperistrimu dan melanjutkan hubungan kita ke jenjang pernikahan… Kedua orang tua kita juga sudah saling berkenalan dan sudah menyetujui tentang hubungan kita. Kenapa kau tega mengakhirinya begitu saja, Nancy? Kenapa begitu kau bilang mau putus, kau langsung mencampakkan aku begitu saja? Kenapa kau begitu tidak punya hati nurani? Apa artinya kedekatan dan kenangan kita selama ini bagimu? Hanya sebuah batu loncatan bagimu sehingga sekarang kau bisa menemukan cinta yang menurutmu benar-benar dewasa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status