Accueil / Lainnya / Saudara Rasa Orang Lain / Memutar balikkan Fakta

Share

Memutar balikkan Fakta

Auteur: Kasih Dgreen
last update Dernière mise à jour: 2021-09-07 16:48:14

#Saudara Rasa Orang Lain (4)

Ucapan-ucapan yang barusan keluar dari mulut Bang Arham, seperti oase di padang pasir, menyejukkan hati yang sedang gundah gulana.

Aku bersyukur ya Allah, diberikan suami yang sangat baik dan juga berhati bersih, semoga kami selalu bersama hingga surgaMU ya Rabb.

🌹🌹🌹

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, akhirnya aku dan Bang Arham sampai juga di rumah Emak.

Anak-anak buru-buru turun dan langsung berlarian ke rumah Neneknya. Tapi ternyata di rumah Emak kosong, karena kemungkinan Emak sedang melaksanakan shalat tarawih di masjid.

Bang Arham mencari kunci pintu yang terletak di tempat biasa dan hanya anak-anak Emak saja yang tahu.

Emak tinggal di rumah ini dengan Bik Neti, orang yang selalu setia menemani Emak.

Pernah Bang Arham menawarkan diri untuk tinggal disini bersamaku dan juga anak-anak, tapi ditolak oleh Emak.

Emak bilang kalau sudah menikah, baiknya berpisah dari orang tua. Agar si suami menjadi mandiri dan tak terus-menerus bergantung pada orangtuanya. Begitu pula dengan si Istri, agar dapat bertanggung jawab terhadap suami dan anak-anaknya. 

Karena kalau tinggal terus-menerus bersama mertua atau orang tua, bisa jadi si istri tak bisa leluasa, dan akhirnya ikut bergantung pada mertuanya. Begitu kata Emak.

Dan akhirnya semua anak Emak, hidup terpisah dari Emak. Tapi mereka selalu rajin mengunjungi Emak hampir setiap minggu mereka bergantian untuk menengok Emak, tak terkecuali dengan Bang Arham.

Anak Emak ada Empat, dan keempatnya itu adalah laki-laki semua. Mereka sudah menikah semua dan memiliki anak. Anak-anak Emak sangat kompak sekali, dan mereka kalau sudah kumpul, rumah ini terasa ramai sekali.

Terkadang terbesit rasa iri di dalam hati, kalau kami semua sedang berkumpul disini. Karena hal itu tak pernah terjadi lagi di hidupku setelah kepergian Ayah dan Ibu.

Dulu, sewaktu masih ada Ibu, kami masih sering berkumpul hanya untuk sekedar bersenda gurau. Tapi kini setelah Ibu tiada, semuanya juga ikut berubah. Saudaraku semuanya menjadi sibuk sendiri.

Apalagi semenjak keuangan kakak dan adikku menanjak dengan pesat. Mereka seakan lupa, kalau disini masih ada saudaranya yang selalu merindukan kebersamaan dan canda tawa walau hanya sesaat.

Ceklek! Pintu pun akhirnya terbuka. Lalu kami pun segera masuk ke dalam rumah, dan sebelumnya mengucapkan salam terlebih dahulu.

"Assalamualaikum!" Ucap kami serempak.

"Wa'alaikumsalam." Kami menjawab salam masing-masing.

Di rumah Emak terasa sangat nyaman sekali, walaupun rumah ini tak terlalu luas, tapi jika masih ada seorang Ibu, pasti akan lebih bermakna dan membuat siapa saja terasa nyaman di dalamnya. Seketika aku jadi teringat oleh Almarhum Ibuku, yang kini mungkin telah berbahagia di SurgaNYA.

Bang Arham langsung ke kamar mandi dan ingin mengganti baju. Karena memang sengaja baju Bang Arham tak dibawa semua ke kontrakan kami. Begitu juga dengan baju anak-anak, banyak yang ditinggalkan disini.

Jadi sewaktu-waktu jika kami ingin menginap, anak-anak dan juga Bang Arham sudah mempunyai baju salin disini. Kalau bajuku pribadi memang tak ada disini, karena memang aku yang tak mau, oleh karena itu, setiap kami bepergian aku selalu membawa baju sendiri dan juga baju anak-anak serta baju Bang Arham.

Tak lama, beberapa menit kemudian. Terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat, itu adalah suara sendal Emak yang sudah pulang dari Shalat Tarawih.

"Assalamualaikum, eh … ada tamu toh ternyata, Masya Allah cucu Nenek yang sholeh dan sholehah, kapan datang sayang?" Emak langsung menyapa kedua cucunya dengan penuh kasih sayang. Mereka semua saling berpelukan.

Emak memang mertua idaman para menantu di dunia ini, wanita yang hatinya suci, murah hati, penuh kasih sayang dan perangainya yang sangat baik, bak bidadari yang turun dari kayangan.

Dan kini menantu yang beruntung itu adalah aku. Aku bersyukur memiliki mertua seperti Emak. Terima kasih ya Allah. Engkau telah pilih kan Ibu pengganti untukku.

Lalu aku segera beranjak dari tempat dudukku, dan langsung menyalami Emak. Mencium punggung tangan Emak dengan khidmat.

"Ya Allah, Lila sayang. Kok kalian datang nggak bilang-bilang sih, Nak? Kan kalau kalian bilang mau kesini, Emak bisa masak makanan yang enak untuk kalian semua," ujar Emak sambil mengelus-elus punggungku.

"Iya, Mak. Sengaja bikin kejutan, hehehe. Udah Emak nggak usah repot-repot ya? Kami semua udah pada makan kok, kami juga bawain makanan untuk Emak. Semoga Emak suka, ya?" Jawabku sambil menjelaskan pada Emak.

"Repot-repot segala sih, Nak? Nggak usah orang mah. Uangnya simpan aja mending untuk anak-anak." protesnya lagi, aku pun hanya tersenyum menanggapi ucapan Emak.

"Eh, Emak udah pulang ternyata." Bang Arham tiba-tiba keluar dari kamarnya, dia kini sudah rapi dan sudah mengganti baju.

"Iya, Arham. Kamu baru kelar mandi ya? Kalian mau makan apa? Biar Emak masakin," tanya Emak lagi. Emak memang selalu seperti itu. Selalu senang jika anak, menantu dan cucu-cucunya datang.

"Nggak usah, Mak. Kami semua udah makan. Malah kami udah beliin makanan untuk Emak," jawab Bang Arham lagi.

"Iya sih, orang mah nggak usah repot-repot, Lila juga tadi udah bilang sama Emak," ucap Emak sambil tersenyum.

Lalu kami pun mengobrol ringan dengan Emak, sedangkan anak-anak bermain dengan mainannya masing-masing yang memang sudah tersedia di rumah Emak.

Memang entah sengaja atau bagaimana, Emak selalu menyiapkan mainan anak-anak di rumahnya. Kata Emak untuk mainan cucu-cucunya kalau sedang berkunjung kesini, jadi mereka nggak bete. Emak sangat pengertian sekali.

Saat kami semua sedang mengobrol seru, tiba-tiba ponselku bergetar dan ada pesan masuk, setelah dicek ternyata pesan dari Kakak pertamaku yaitu Kak Virda. Kakakku yang tinggal di luar pulau.

[Assalamualaikum, La. Kamu apa kabar? Sehat semua kan? Oh iya, kakak mau tanya. Tadi kenapa kamu sama Arham nggak ikut buka bersama di Mall sama Majid dan Virra? Kakak lihat di statusnya Majid dan yang lainnya, semua pada buka bersama, ada Sisil juga malahan. Tapi kakak perhatiin cuma kamu yang nggak ada disana, memangnya kamu kemana? Atau memang nggak bisa ikut?] Kubaca pelan-pelan pesan dari Kak Virda.

Sebenarnya Kak Virda adalah Kakak yang baik dan peduli, lebih mendingan kalau dibandingkan dengan Bang Majid. cuma entah kenapa, Kak Virda mudah sekali terhasut oleh perkataan orang lain. Yang belum tentu kebenarannya.

Dia juga sering berpesan padaku dan Bang Arham, agar kami tidak menjadi orang yang malas. Agar hidup kami tak selalu susah terus, begitu katanya.

Setiap dia menelpon, pasti dia akan selalu berkata seperti itu. Dan aku iyakan saja, karena memang Kak Virda tinggal jauh dariku, jadi dia tak melihat secara langsung bagaimana kehidupanku. 

Aku orang yang pantang mengeluh, walau sesulit apapun akan tetap kusembunyikan semampuku. Oleh karena itu, mereka semua selalu berspekulasi dengan pendapatnya masing-masing.

[Wa'alaikumsalam, Kak. Alhamdulillah semua baik-baik disini. Kakak apa kabar? Sehat semua kan disana? Iya aku memang nggak ikut tadi, karena aku lagi ada pesanan kue, jadi absen untuk acara buka bersama.] Jawabku yang sengaja berbohong. Karena tak mungkin juga untuk mengatakan yang sebenarnya pada Kak Virda. Sama saja seperti sedang mengadu, kalau aku menceritakan yang sebenarnya. Dan nanti malah panjang urusannya, karena Kak Virda akan bertanya kembali pada Bang Majid dan juga Virra.

[Oh, gitu? Iya sih, tadi juga Majid bilang, katanya udah ajak kamu untuk buka bersama, tapi kamunya banyak alasan katanya.

Emangnya usaha kue kamu lagi rame ya? Syukur deh kalau gitu, biar hidup kalian cepat berubah kayak kita semua. Nggak gitu-gitu aja. Oh iya, bilangin juga sama si Arham. Coba cari pekerjaan yang keren dikit, jangan jadi tukang ojek terus, biar kamu juga bisa hidup enak. Emang kamu mau hidup susah terus?] Jleb! Pesan dari Kak Virda terasa menusuk ke dalam hati.

Aku tak habis pikir, kenapa Bang Majid bisa-bisanya berkata seperti itu dengan Kak Virda. Padahal jelas-jelas aku sudah mengajak Bang Majid dan juga Virra untuk buka bersama. Tapi mereka yang selalu saja beralasan. Dan kenapa kini seolah-olah jadi aku yang disalahkan? Ya Allah, kenapa jadi begini?

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Saudara Rasa Orang Lain   Ekstra Part 3

    #SAUDARA RASA ORANG LAINPart 39 (Ending)#Saudara Rasa Orang LainPart 39 (Ending)Hari ini peresmian toko kue ku, cabang ke-20. Alhamdulillah, aku tak henti-hentinya mengucap syukur pada sang maha pemilik segalanya. Dia-lah yang maha kaya dan maha pemilik seluruh jagat raya ini."Satu, dua, tiga. Bismillahirrahmanirrahim." Kami pun bersama-sama memotong pita yang terpampang di depan pintu masuk toko kue.Aku tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Dimana derajat ku dinaikkan oleh Allah. Serta dititipkan amanah yang besar yang harus kami kelola dengan sebaik-baiknya.

  • Saudara Rasa Orang Lain   Ekstra Part 2

    #SAUDARA RASA ORANG LAIN (38)Ekstra PartPprraanngg!!! Terdengar suara pecahan barang dari dalam rumah Tante Melly. Sepertinya suasana di dalam semakin kacau. Maka kami putuskan untuk segera masuk ke dalam rumah Tante Melly tanpa mengucap salam terlebih dulu, karena memang kondisi pintu utama juga sudah terbuka dari tadi."Astaghfirullah! Tante, ada apa ini?" Tanya Bang Majid saat melihat berbagai pecahan kaca yang berserakan, kami semua sangat terkejut melihat semua keadaan ini.Tante Melly dan juga Om Hendry langsung menoleh ke arah kami. Disana juga ada Intan dan juga adiknya yaitu Vallen. Intan masih sibuk mengusap wajahnya yang telah kuyu dengan air mata. Begitu pula dengan Vallen. Sebenarnya

  • Saudara Rasa Orang Lain   Ekstra Part 1

    Part 37 (Ekstra Part)"Kamu nggak salaman sama Lila dan juga Arham?" Celetuk Bang Majid pada Intan."Eh, iya, aku lupa, hehehe. Maaf ya Kak Lila, abis aku bergaul sama orang atas terus, jadi suka nggak lihat yang dibawah." Dia pun berjalan menuju arahku sambil menyalami seperti orang yang jijik, begitu juga dengan Bang Arham. Namun, saat bersalaman dengan Bang Arham, suamiku itu langsung menangkupkan kedua tangannya di dada. Dan wajah Melly berubah menjadi pias."Intan, nggak boleh gitu ah! Walaupun Kak Lila berbeda kasta sama kita, tapi tetap saja harus kita hormati," kini Tante Melly turut angkat bicara, tapi dengan nada merendahkan pastinya."Berbeda kasta bagaimana Tante? Lila itu adik saya, dan kami tak a

  • Saudara Rasa Orang Lain   Satu Tahun Kemudian

    #Saudara Rasa Orang Lain (Ekstra Part)Sudah satu tahun kami membuka usaha keluarga. Dan Alhamdulillah toko-toko kue yang dirintis dari kecil, kini perlahan menjadi besar. Aku bersyukur pada Allah, karena telah memberikan begitu banyak rejeki dan karunianya pada kami semua.Bang Majid kini memegang outlet kue di daerah Jakarta. Sedangkan aku kini tinggal sementara di Bandung, karena disini toko kue kami yang paling banyak cabangnya, jadi aku harus mengontrol di daerah sini, bersama dengan Mas Arham.Kak Virda juga menjadi reseller khusus daerah di kepulauan seribu. Dan Alhamdulillah respon masyarakat disana juga sangat baik. Dan kami semua semua Alhamdulillah sudah memiliki banyak pelanggan tetap.Sedangkan Vi

  • Saudara Rasa Orang Lain   Akhir Cerita

    #SAUDARA RASA ORANG LAIN (35)POV 3Kurang lebih satu minggu akhirnya Majid bisa sembuh total dari sakitnya. Untuk sementara dia menyewa rumah bersama Virra. Karena semua aset Virra juga sudah dijualnya untuk menutupi semua kerugian akibat manipulasi data yang telah Yoga lakukan.Perlahan-lahan Virra sudah ikhlas dengan apa yang menjadi ketetapan Allah. Dia juga berfikir mungkin ini teguran untuknya saat dia sedang berada diatas kemarin. Dia jadi merasa tinggi, merasa segala-galanya dan tak pernah memperdulikan saudaranya yang jelas-jelas kemarin butuh bantuannya.Kini mereka semua sudah saling bermaaf-maafan, mereka melalui hari Raya lebaran Idul Fitri dengan penuh suka cita dan juga penuh rasa haru.

  • Saudara Rasa Orang Lain   Saling Bermaafan Dalam Suasana Haru

    #SAUDARA RASA ORANG LAIN (34)POV 3"Kamu kenapa, Dek?" Kak Virda mengelus-elus pundak Majid."Aku, aku banyak dosa sama Lila, Kak! Huhuhu," ucap Majid sambil terisak-isak pada Kak Virda.Kak Virda ikut menangis bersama Majid, Majid selalu terbayang-bayang dengan ucapan Ayah dan Ibunya tentang Lila."Nanti, kalau Lila udah datang kemari, kamu segera minta maaf ya sama dia, agar beban di hati kamu berkurang. Memang sudah seharusnya kita sebagai Kakak harus saling menyayangi adik-adiknya. Tanpa memandang status sosial saudara kita sendiri," Majid menghembuskan nafasnya gusar, dia juga hanya diam membisu dengan ucapan Kak Virda barusan.

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status