Khloe Anderson has never paid too much mind to her dad's occupation. She's the least bit impressed by the constant presence of bodyguards in the past. What she's always needed, is privacy, privacy, and more privacy. That's why she moved out as quickly as she could; to make a life for herself, where she didn't have to live under her father's radar. Her life now, pertains to her bakery/catering shop, that she's sincerely proud of; her greatest accomplishment. However, one unfortunate incident might just change her life forever. Logan Novak, the current CEO of the Novak Industries, is a player at heart. He's hot, rich, famous, and most of all, he's aware of all his attributes. He was raised to be a leader, and that is clearly shown by his past and his present. His future- wife, and kids- he's not so sure about that particular aspect. Actually, he hasn't thought much about it. A different woman every single night? That surely sounds amazing to him. But, he has a secret. A secret that he's not ashamed off, and one that might just change his life forever.
View MoreTidak ada lagi kebahagiaan yang tersisa. Seakan semuanya terenggut begitu saja. Begitu pula dengan hari ini. Hari di mana Alma merasa harga dirinya tergadai. Dia dipaksa ibu tirinya untuk menikah dengan seseorang yang dia benci.
"Tidak! Aku tidak sudi menikah dengan laki-laki itu, Ma. Dia sudah beristri. Tolong, jangan lakukan ini padaku, kumohon ..."Alma meronta saat dua orang laki-laki asing datang untuk membawa dia keluar dari rumah peninggalan ayahnya.Di antara dua orang itu, ada satu lelaki yang memimpin. Namanya Bastian, atau biasa dipanggil Tian. Pria itu musuh bebuyutan Alma saat mereka duduk di bangku SMA. Wanita itu mengetahui status Tian dari unggahan di sosial media lelaki itu. Dia sudah menikah lima tahun lalu dan memiliki seorang putri.Bastian hanya duduk dan menyilangkan kedua tangan. Tatapannya dingin, tanpa belas kasihan. Di masa lalu, Alma memang pernah menjahili lelaki itu, tetapi balasan yang dia terima sekarang jelas tidak adil. Alma benci harus dijodohkan dengan pria beristri seperti dia.Plak! Plak!Dua buah tamparan yang langsung membuat Alma pusing mendarat dengan cantik di pipi mulusnya. Darah segar merembes dari sisi bibir gadis itu. Rasa perih merambat, memaksa air mata Alma mengalir semakin deras. Gambar telapak tangan berwarna semu merah menempel di kedua belah pipi mulus gadis yang malang tersebut."Tidak perlu jual mahal begitu, Alma! Ah, tapi benar juga, Tian sudah membayarmu mahal. Setara dengan semua uang suamiku yang sudah dihabiskan untuk membesarkanmu. Bukankah kamu lebih baik menjadi istri kedua daripada menjadi gembel di jalanan?" Pertanyaan itu terasa menyakitkan di telinga gadis dua puluh tujuh tahun itu.Seringai wanita paruh baya yang Alma panggil dengan sebutan mama itu terlihat begitu mengerikan.Dia bukan ibu kandung Alma, melainkan ibu tiri. Wanita yang datang dan merusak kehidupan rumah tangga orang tua kandung gadis itu. Ibunya yang sudah lama sakit-sakitan, meninggal dengan cara sadis, yaitu bunuh diri."Tanah di kuburan papaku saja belum kering, mengapa Mama tega menjualku? Apa harta peninggalan papa tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan Mama? Apa Mama sudah tidak sabar untuk menguasai semua harta papa?"Alma mencoba mengajukan semua pertanyaan itu dengan menatap lekat kedua mata ibu tirinya, tetapi wanita itu segera melengos, membuang wajahnya ke arah lain. Seolah tatapan Alma begitu menjijikkan."Tutup mulutmu, Bocah! Kamu tahu apa, hah? Aku memang sudah lama ingin menyingkirkanmu. Tapi ... daripada membuangmu cuma-cuma, lebih bagus kalau ada orang yang mau membelimu dengan harga fantastis. Jadi, silakan kamu pergi. Karena kehadiranmu di sini sudah sangat tidak diinginkan."Rosa menuding pintu keluar. Sementara Alma dengan susah payah menghapus air matanya. Dia sudah dijual, mau apa lagi selain ikut dengan Tian. Bukankah lelaki itu memang berhak atas dirinya?"Sampai kapanpun, aku tidak pernah rela mengikhlaskan kejahatan yang sudah Mama perbuat. Suatu hari, Mama akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang sudah Mama lakukan. Ingat itu, Ma!" teriak Alma, sebelum akhirnya kedua tangan gadis itu dipegang oleh dua orang lelaki suruhan Tian dan bersiap menyeretnya."Kamu sudah aku buat hidup enak. Menikah dengan orang kaya, hidup bergelimang harta. Begitukah balasanmu, Gadis Cantik? Simpan saja semua omong kosongmu itu! Hahaha, kamu pikir aku akan takut? Oh, tentu saja tidak. Rosa akan selalu bahagia dan mendapatkan apa yang dia inginkan. Enyahlah! Aku sudah muak melihat wajahmu." Rosa mengibaskan tangan sebagai perintah untuk membawa Alma keluar dari rumahnya."Wanita jahat! Semua air mata yang sudah kujatuhkan hari ini kau akan membayarnya! Kau tidak akan hidup tenang. Tidak akan pernah!" Gigi Alma gemeretak. Dia menatap Rosa dengan penuh kebencian. Wajahnya memerah menahan emosi yang meluap-luap."Nyonya Rosa, Abaikan saja gadis mungilmu itu. Ah ya, semoga kau bersenang-senang dengan semua uang yang aku berikan. Anda sudah menandatangani kontrak itu, artinya Alma sepenuhnya milikku. Tidak ada hubungan apapun lagi denganmu. Uang itu jaminan seumur hidup Alma, tidak ada tambahan sedikitpun. Jelas?" Tian yang tadinya duduk, berdiri. Dia mengulang perjanjian yang sudah disepakati antara dirinya dan Rosa.Wanita itu tersenyum lebar. Memandang tiga buah koper berisi uang yang terbuka di hadapannya dengan penuh kepuasan."Tentu saja. Alma sepenuhnya milikmu dan aku tidak akan mengusik kalian lagi," jawab Rosa pasti."Bagus. Kalau begitu, aku akan membawa calon istriku pergi. Selamat tinggal."Tian melangkah keluar lebih dulu. Sementara dua pesuruhnya membawa Alma tanpa perlawanan. Gadis itu pasrah. Dia tidak peduli, bagaimana Tian akan memperlakukan dia di masa depan.Alma sempat menoleh ke rumahnya sebelum masuk ke dalam mobil Tian. Rumah dimana dia, ayah, dan juga ibunya tinggal dengan semua kenangan indah yang mereka miliki. Tetes air mata gadis itu tak terbendung. Di dalam hatinya, dia menyempatkan diri mengucapkan selamat tinggal.Pintu mobil terbuka otomatis, dia masuk dan duduk di samping lelaki yang sama sekali tidak dia inginkan. Gadis itu berusaha tegar, menghapus kasar air mata yang terus memaksa untuk keluar. Tidak ada guna lagi menangis, karena dia tahu, Tian tidak akan mau melepaskan dia begitu saja.Mobil mulai berjalan. Alma menyandarkan kepalanya ke headboard. Pandangan gadis itu lurus ke depan, kosong. Putaran memori di kepala Alma mengingatkan dia kembali pada peristiwa satu minggu lalu. Dimana ayahnya mengembuskan napas terakhir di depan matanya. Sekarang, keperihan kembali terjadi. Dia harus menikah dengan orang yang tidak diinginkan. Lebih parah dari sekedar menikah paksa, dia dijual."Berhentilah menangis. Kehidupanmu juga tidak akan lebih baik kalau kamu tetap tinggal dengan wanita mata duitan itu." Tian yang semula diam mengeluarkan suara.Alma mengepalkan tangan. Mendengar suaranya saja sudah membuat gadis itu merasa jijik. Bagaimana mungkin dia akan hidup bersama dalam satu rumah dengan lelaki yang tidak memiliki satu pun kenangan manis dengannya. Bukankah itu mengerikan?"Lantas, apa kamu pikir hidupku akan lebih baik setelah kamu beli? Aku juga tidak akan bahagia menikah denganmu. Apa kamu tahu apa yang aku inginkan sekarang? Apa kamu bisa mengerti bagaimana perasaanku saat ini?" Alma mengajukan semua pertanyaan itu dengan nada dingin. Dia tidak ingin bermulut manis dengan lelaki bernama lengkap Giorgino Bastian tersebut."Mungkin belum untuk sekarang, tetapi nanti pasti aku akan bisa seperti yang kamu inginkan," ucap Tian tenang.Alma mual. Bukan karena mabuk kendaraan, tetapi dia tidak bisa menerima bualan yang diberikan oleh Tian. Dia tidak akan bisa menjadi apa yang Alma inginkan, karena gadis itu tidak pernah menginginkan lelaki seperti Tian."Apa kamu tidak puas dengan satu istri hingga kamu begitu berambisi untuk menikahiku?" sarkas Alma. Dia pikir, tidak perlu berkata sok manis di hadapan lelaki tak berhati seperti Tian."Anggap saja begitu," jawab lelaki itu santai. Dia tidak menunjukkan sikap tersinggung."Dasar sinting! Apakah setelah menikahiku kamu akan mencari wanita lain lagi untuk kamu nikahi?""Bisa jadi. Aku punya segalanya dan bisa melakukan apapun dengan uangku."Jawaban congkak dari seorang Bastian membuat Alma semakin muak. Dari dulu sikap lelaki itu tidak berubah. Selalu saja menyebalkan dan membuat emosi."Seharusnya Tuhan melumpuhkan milikmu, supaya kamu tahu bagaimana rasanya menjadi tidak berguna walau kamu memiliki banyak uang.""Cara bicaramu tidak semanis wajahmu, Alma. Sikap anti patimu itu membuatku semakin ingin memilikimu. Menikmati setiap menit yang menggairahkan bersamamu di malam pertama kita. Aku sudah membayangkan betapa cantiknya tubuhmu saat tanpa busana." Tian mencolek dagu Alma dan dengan cekatan wanita itu menepisnya kasar."Dasar lelaki gila!""Terus saja umpat aku, Cantik. Karena waktumu untuk mengumpat akan segera berakhir dengan desahan," bisik Tian tepat di telinga Alma."Kita lihat saja nanti. Semua itu akan menjadi kenyataan atau hanya akan menjadi mimpimu saja, Tian." Alma membalas penuh penekanan dengan tatap menyiratkan kebencian.Gadis itu merasa terhina, tetapi dia tidak bisa berbuat apapun. Dia hanya bisa diam mematung dengan tetesan air mata yang keluar tanpa komando. Meratapi nasib? Ah, lebih tepat dengan sebutan meratapi dirinya yang sudah tidak berharga lagi. Dia hanya dihargai tiga koper uang oleh lelaki yang sedang tersenyum congkak di sisinya. Bukankah itu terlalu murah? Kalau bisa memilih, Alma tidak akan mau dibeli walau dengan seribu koper uang sekalipun.BonusKhloe NovakI laid awake listening to the whispering coming from down the hall and footsteps as they moved around. It was only six in the morning, which is very early when you're a parent, and certainly welcome to a few more minutes of sleep.No doubt our kids were up and about this early in the morning. I smiled imagining what they're discussing amongst themselves.I knew it had to be Emily leading the others. Being a big sister, she sometimes persuaded her little siblings to do whatever she wants. Now at 15, she was a typical teenager, and had once or twice given her dad a heart attack when she'd spoken about having a boyfriend.Lo
Extra TwoLogan NovakThe sound of little footsteps running towards me was the first thing that greeted me as I entered our home."Daddy!" The voice of my little boy, Kyle, shouted before little hands came to wrap around my legs. I beamed, moving to unwrap his arms around my legs, and taking him into my arms.Looking at him, I beamed. He was now three and a miniature version of me. Of course my sons took my charming features, and I was certainly elated. I noticed how his hair was falling to cover up his little hazel eyes. It had only been a week since we'd given him a trim, but his jet black hair was even longer than it had been."He
xtra One-Years Later-Khloe Novak"When I took over as the CEO, after my father who had started the Novak Industries, it wasn't even close to being a billion dollar company, and everyone knew it as N.H.I; Novak Holdings international," Liam told the audience as he stood at the podium. Over 200 guests; employees of Novak Industries, business associates, friends and family members, sat at the tables that were spread around the huge ball room where the event was taking place."The years I was the CEO, I was able to take a million dollar company, and take it to new heights, providing opportunities for those who were in need," he said. "Sometimes when I look back, I can't help but realize th
Epilogue Two-Two years later-Logan NovakI entered the house, quickly doing away with my duffle bag and climbing the stairs. Walking down the hall, I opened the second door and entered the room belonging to my daughter. Stepping inside, I went closer to her bed, only to realize that she isn't there.Frowning, I walk to the nursery and noticed also that our little boy, Landon, wasn't there either. Knowing where my family would be at this time of the night, I entered our bedroom and noticed three figures asleep on the king sized bed. I smiled at the sight, staring adoringly at my family. My wife lay at the edge where I normally slept, Landon, our one and a half year old
Epilogue OneKhloe Novak"Mummy, I'm hungry."The voice said near me, and I groaned, hoping to have a few more hours of sleep."Mommy." The voice said again, and my eyes flew open to see Emily standing near the bed and holding unto her favorite teddy bear. I reached across and picked her up, putting her to lay down by my side and kissing her cheeks and forehead. Yet, her persistence won. "Mummy, can I have pancakes?""Yes baby."Standing from the bed, I went to freshen up before exiting the bathroom. When I entered the bedroom, she was standing near the bed, and I lifted her into my arms.
Chapter Twenty-EightKhloe NovakI got out of the bathroom, drying myself with the big fluffy towel before stepping into the walk-in closet. Searching for suitable clothes, I quickly picked out a gradient color evening dress beaded ball gown. I then chose a Prada suede platform ankle-strap sandal high heels. Letting my hair loose in its natural curls, I quickly put on some makeup, grabbed my handbag and jewelry and left the room.We were on our way to celebrate Mia's birthday party as she had just turned fifty years today. The party was being held at the Novak's hotel's ballroo
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments