Mateo? Jangan-jangan kamu?!
Hillary yang berbaring di ranjang itu kesulitan bergerak karena seluruh tubuhnya dikekang begitu kuat, ditambah mulut yang tertutup rapat sampai-sampai dia tidak bisa berbicara lagi. Tenaganya juga sudah mulai habis untuk memberikan perlawanan yang sia-sia. Mateo hanya melihat saja tanpa ada niat untuk melepaskan. Dia sedang menunggu waktu yang tepat dan berpikir kalau kedatangan Serina adalah jawabannya. Namun, Hillary yang masih begitu angkuh ketika menatapnya telah membuat dia melepaskan kain yang menutup mulut itu agar bisa mengatakan apa yang sejak tadi dipendam. "Kau sudah gila?! Lepaskan aku!" seru Hillary, terus meliuk-liukkan tubuhnya. "Tidakkah kau tahu bahwa berada di dalam sini begitu gerah?! Aku bahkan kesulitan bernapas!" Mateo memandangi tubuh yang dibalut oleh selimut dengan tampang datar. "Kau sebaiknya tidak banyak bergerak, karena hanya akan membuatmu kesulitan bernapas. Berusahalah untuk tetap tenang dalam kondisi terburukmu.""Apa kau berpikir
Mateo mengertakkan geraham. Dia jelas tidak ingin mengingat kembali kejadian di mana dirinya diperlakukan dengan buruk. Hanya saja, kali ini dia harus membuka semua kembali untuk membuat Serina tidak lagi ingin mendekatinya."Mereka mengikatku selama lebih dari satu bulan di sebuah ruanga. Tanpa makanan, hanya sebotol air ketika mereka datang. Tidak ada izin untukku keluar, bahkan jika ingin membuang air sekali pun.Aku dirawat dengan hasil pemeriksaan gangguan gizi, hampir jatuh pada kondisi vegetatif. Bukan itu saja, karena mereka juga beberapa kali menjebakku agar terlibat dalam tindakan kriminal."Serina menahan bibir yang gemetar kala membayangkan keadaan memprihatinkan itu. "Kenapa mereka melakukan itu semua?" tanyanya kemudian."Apa lagi memangnya? Mereka tentu ingin membuatku bicara dan menjebakku menggunakan alasan-alasan yang sangat jelas kebohongannya."Serina mengepalkan tangan dengan erat, berusaha untuk tidak terpengaruh dengan perkataan yang belum t
Serina menunjukkan berkas yang dicarinya selama beberapa hari terakhir. Cukup sulit baginya menemukan seluk-beluk kehidupan Mateo Paiton. Dia harus hilir mudik ke kantor polisi hanya untuk mencari kebenaran informasi. "Apa ini?" tanya Stuart, seorang redaktur pelaksana di Meteor Media. "Seharusnya aku yang menanyakannya padamu! Bagaimana bisa kau menyembunyikan sesuatu yang begitu penting ini?!" Stuart masih tidak dapat memahami. Dia harus membaca isi dari map yang dilemparkan ke atas mejanya itu agar tahu alasan kenapa Serina begitu marah. Setelah membacanya singkat, Stuart tampak sangat terkejut ekspresinya. "Dari mana kau mendapatkan semua ini?" "Dari mana aku mendapatkannya tidak penting! Sekarang yang paling penting adalah perlakuan kalian terhadap klien! Aku tidak habis pikir jika tempat ini memiliki sejarah yang sangat buruk! Kau tahu? Aku bahkan membela keburukan kalian!" Serina menahan kepalanya yang seakan ingin pecah. "Aku sangat bo
Bellmira mengupas kentang, memotongnya berbentuk dadu. Tidak lupa wortel dan juga brokoli dipotong dengan besaran yang kira-kira juga sama. Hari ini dia akan membuat sup yang berisikan ketiga sayuran tersebut. Gerakan tangan yang memotong bahan terhenti ketika sayup terdengar suara dari luar. Dia melepaskan celemek dan meninggalkan masakannya sebentar untuk melihat siapa yang membuat keributan kala rumah makan mereka tidak menerima pelanggan. Semakin lama suara itu semakin jelas. Bellmira dapat menilai kalau yang memanggil-manggil nama kakaknya adalah seorang wanita. Sampai ketika berhasil membuka pintu, tebakannya ternyata benar kalau yang datang adalah dua orang wanita yang pernah bekerja di rumah makan mereka beberapa waktu lalu. "Bukankah ...." Bellmira sudah mendengarnya dari sang kakak kalau mereka tidak boleh lagi berurusan dengan dua orang wanita ini. Pintu yang akan segera ditutup membuat Serina segera menahannya. Mereka saling bertolak belakang dengan B
Hillary menatap enggan keadaan pasar yang dipenuhi tanah bercampur air. Semua orang melenggang begitu saja menginjakkan kaki di sembarangan tempat dan tidak peduli dengan kaki yang sudah kotor. Dia akan terlihat seperti berada di kolam lumpur bersama kawanan kerbau jika benar-benar membuat langkahnya memasuki pasar. "Kau bisa menunggu saja di sini. Tidak ada keharusan untuk ikut," ucap Mateo, tidak menunggu lagi untuk melanjutkan langkahnya masuk ke dalam pasar. Hillary memperhatikan sekeliling dan yang dia lihat hanyalah orang-orang asing. Dia juga beberapa kali harus bergeser untuk memberikan jalan, terlebih pada pedagang yang mendorong gerobak. Di luar pasar atau di dalam pasar keadaannya tetap sama, tidak nyaman sama sekali. Hillary ingin kembali, akan tetapi perjalanan akan begitu jauh untuk ditempuh seorang diri dengan berjalan kaki. Meskipun dia cukup berani untuk menghadapi para preman yang mungkin menghadang, kekuatannya tetap akan kalah jika mereka datang s
Mateo begitu khawatir sehingga membuat dia cepat-cepat menggeser pintu. Dia cukup terkejut melihat situasi yang sedang terjadi, tidak berbeda dengan Hillary ketika baru melihat ke dalam ruangan. "Kakak!" Bellmira yang duduk di kursi pelanggan tampak panik. Hillary lebih dulu masuk setelah melepaskan sepatu berlumpurnya. Dia sangat gelisah melihat Serina tidak lagi sadarkan diri dengan kepala yang terbaring di atas meja, ditambah botol minuman keras yang dilihatnya telah menjadi alasan kuat kenapa Serina menjadi seperti sekarang. "Biasanya dia sangat kuat minum alkohol, tapi melihat bagaimana dia tidak sadarkan diri, pasti dia mabuk berat saat ini," ucap Hillary, diliputi kekhawatiran yang tidak kunjung usai. Mateo tadi berpikir kalau adiknya tidak akan baik-baik saja, akan tetapi perkiraannya sangat jauh dari kenyataan. Wartawan itu tengah mabuk dan sama sekali tidak seperti bersandiwara. Apalagi, ada tiga botol kosong di atas meja. "M—maafkan aku ..." ucap B
Suara ponsel membangunkan Serina pagi itu. Dia mencari-cari sambil terus menarik kesadaran yang masih setengah tenggelam di alam mimpi. Hingga dia dapatkan benda yang meneriakkan dentingan alarm berulang kali, baru dia mematikannya dan meletakkannya di meja nakas. Serina meregangkan tubuh yang masih berbaring sambil terus mengisi kembali kepala yang kosong. Dia dapat merasakan perut yang tidak nyaman seperti habis meminum alkohol. Bukan hanya satu kali dia begitu dan jelas tahu bagaimana rasanya. Pandangannya berubah kosong ketika mendapatkan ingatan tentang kejadian kemarin. Langsung saja dia bangkit dan meraih ponsel untuk menghubungi Hillary. "Serina Williams!" Suara melengking itu sangat tidak nyaman untuk didengar. "Kau telah melakukan kejahatan besar!" "Kejahatan apa yang telah aku lakukan?" Sepengetahuan Serina, kesalahan yang dilakukannya hanya mabuk di kedai kecil milik Mateo. Di tempat mereka tinggal pun tidak melarang adanya penjualan minuman keras
Mateo terkejut melihat wanita yang masih mengatur napas itu menghampirinya, terlebih di tengah keramaian membuat dia harus memperhatikan sekeliling dan memastikan kalau tidak ada mata-mata atau siapa pun yang mengancam pertemuan mereka. "Aku mendatangi rumahmu, tapi Bellmira mengatakan kalau kau sedang pergi keluar sebentar. Saat aku dalam perjalanan pulang tidak sengaja melihatmu." Serina mengambil napas dalam-dalam, membuangnya dalam satu kali embusan. "Maaf karena telah merepotkanmu tadi malam. Aku tidak bermaksud untuk mengacaukan suasana." "Kalau sudah tahu, maka jangan pernah kembali lagi," ucap Mateo, berlalu pergi begitu saja. Mendapatkan perlakuan dingin tak lantas membuat Serina putus asa. Dia segera menyusul langkah kaki yang belum jauh darinya itu dan berkata, "Kau membeli sesuatu? Ya, Tuhan! Itu merek terkenal! Tapi di sana menjual pakaian khusus untuk wanita. Apa kau akan menghadiahkannya pada kekasihmu?" Mateo menghentikan langkahnya seketika, meli