Serina menunjukkan berkas yang dicarinya selama beberapa hari terakhir. Cukup sulit baginya menemukan seluk-beluk kehidupan Mateo Paiton. Dia harus hilir mudik ke kantor polisi hanya untuk mencari kebenaran informasi.
"Apa ini?" tanya Stuart, seorang redaktur pelaksana di Meteor Media."Seharusnya aku yang menanyakannya padamu! Bagaimana bisa kau menyembunyikan sesuatu yang begitu penting ini?!"Stuart masih tidak dapat memahami. Dia harus membaca isi dari map yang dilemparkan ke atas mejanya itu agar tahu alasan kenapa Serina begitu marah.Setelah membacanya singkat, Stuart tampak sangat terkejut ekspresinya. "Dari mana kau mendapatkan semua ini?""Dari mana aku mendapatkannya tidak penting! Sekarang yang paling penting adalah perlakuan kalian terhadap klien! Aku tidak habis pikir jika tempat ini memiliki sejarah yang sangat buruk! Kau tahu? Aku bahkan membela keburukan kalian!" Serina menahan kepalanya yang seakan ingin pecah. "Aku sangat boSemoga kamu menyukai semua tokoh di novel ini~
Bellmira mengupas kentang, memotongnya berbentuk dadu. Tidak lupa wortel dan juga brokoli dipotong dengan besaran yang kira-kira juga sama. Hari ini dia akan membuat sup yang berisikan ketiga sayuran tersebut. Gerakan tangan yang memotong bahan terhenti ketika sayup terdengar suara dari luar. Dia melepaskan celemek dan meninggalkan masakannya sebentar untuk melihat siapa yang membuat keributan kala rumah makan mereka tidak menerima pelanggan. Semakin lama suara itu semakin jelas. Bellmira dapat menilai kalau yang memanggil-manggil nama kakaknya adalah seorang wanita. Sampai ketika berhasil membuka pintu, tebakannya ternyata benar kalau yang datang adalah dua orang wanita yang pernah bekerja di rumah makan mereka beberapa waktu lalu. "Bukankah ...." Bellmira sudah mendengarnya dari sang kakak kalau mereka tidak boleh lagi berurusan dengan dua orang wanita ini. Pintu yang akan segera ditutup membuat Serina segera menahannya. Mereka saling bertolak belakang dengan B
Hillary menatap enggan keadaan pasar yang dipenuhi tanah bercampur air. Semua orang melenggang begitu saja menginjakkan kaki di sembarangan tempat dan tidak peduli dengan kaki yang sudah kotor. Dia akan terlihat seperti berada di kolam lumpur bersama kawanan kerbau jika benar-benar membuat langkahnya memasuki pasar. "Kau bisa menunggu saja di sini. Tidak ada keharusan untuk ikut," ucap Mateo, tidak menunggu lagi untuk melanjutkan langkahnya masuk ke dalam pasar. Hillary memperhatikan sekeliling dan yang dia lihat hanyalah orang-orang asing. Dia juga beberapa kali harus bergeser untuk memberikan jalan, terlebih pada pedagang yang mendorong gerobak. Di luar pasar atau di dalam pasar keadaannya tetap sama, tidak nyaman sama sekali. Hillary ingin kembali, akan tetapi perjalanan akan begitu jauh untuk ditempuh seorang diri dengan berjalan kaki. Meskipun dia cukup berani untuk menghadapi para preman yang mungkin menghadang, kekuatannya tetap akan kalah jika mereka datang s
Mateo begitu khawatir sehingga membuat dia cepat-cepat menggeser pintu. Dia cukup terkejut melihat situasi yang sedang terjadi, tidak berbeda dengan Hillary ketika baru melihat ke dalam ruangan. "Kakak!" Bellmira yang duduk di kursi pelanggan tampak panik. Hillary lebih dulu masuk setelah melepaskan sepatu berlumpurnya. Dia sangat gelisah melihat Serina tidak lagi sadarkan diri dengan kepala yang terbaring di atas meja, ditambah botol minuman keras yang dilihatnya telah menjadi alasan kuat kenapa Serina menjadi seperti sekarang. "Biasanya dia sangat kuat minum alkohol, tapi melihat bagaimana dia tidak sadarkan diri, pasti dia mabuk berat saat ini," ucap Hillary, diliputi kekhawatiran yang tidak kunjung usai. Mateo tadi berpikir kalau adiknya tidak akan baik-baik saja, akan tetapi perkiraannya sangat jauh dari kenyataan. Wartawan itu tengah mabuk dan sama sekali tidak seperti bersandiwara. Apalagi, ada tiga botol kosong di atas meja. "M—maafkan aku ..." ucap B
Suara ponsel membangunkan Serina pagi itu. Dia mencari-cari sambil terus menarik kesadaran yang masih setengah tenggelam di alam mimpi. Hingga dia dapatkan benda yang meneriakkan dentingan alarm berulang kali, baru dia mematikannya dan meletakkannya di meja nakas. Serina meregangkan tubuh yang masih berbaring sambil terus mengisi kembali kepala yang kosong. Dia dapat merasakan perut yang tidak nyaman seperti habis meminum alkohol. Bukan hanya satu kali dia begitu dan jelas tahu bagaimana rasanya. Pandangannya berubah kosong ketika mendapatkan ingatan tentang kejadian kemarin. Langsung saja dia bangkit dan meraih ponsel untuk menghubungi Hillary. "Serina Williams!" Suara melengking itu sangat tidak nyaman untuk didengar. "Kau telah melakukan kejahatan besar!" "Kejahatan apa yang telah aku lakukan?" Sepengetahuan Serina, kesalahan yang dilakukannya hanya mabuk di kedai kecil milik Mateo. Di tempat mereka tinggal pun tidak melarang adanya penjualan minuman keras
Mateo terkejut melihat wanita yang masih mengatur napas itu menghampirinya, terlebih di tengah keramaian membuat dia harus memperhatikan sekeliling dan memastikan kalau tidak ada mata-mata atau siapa pun yang mengancam pertemuan mereka. "Aku mendatangi rumahmu, tapi Bellmira mengatakan kalau kau sedang pergi keluar sebentar. Saat aku dalam perjalanan pulang tidak sengaja melihatmu." Serina mengambil napas dalam-dalam, membuangnya dalam satu kali embusan. "Maaf karena telah merepotkanmu tadi malam. Aku tidak bermaksud untuk mengacaukan suasana." "Kalau sudah tahu, maka jangan pernah kembali lagi," ucap Mateo, berlalu pergi begitu saja. Mendapatkan perlakuan dingin tak lantas membuat Serina putus asa. Dia segera menyusul langkah kaki yang belum jauh darinya itu dan berkata, "Kau membeli sesuatu? Ya, Tuhan! Itu merek terkenal! Tapi di sana menjual pakaian khusus untuk wanita. Apa kau akan menghadiahkannya pada kekasihmu?" Mateo menghentikan langkahnya seketika, meli
Hillary tidak sadar ketika dirinya dibawa masuk ke dalam sebuah kamar. Tadi, dia sempat memberikan perlawanan. Mungkin itu pula yang membuat para penculik memukulnya hingga pingsan. Kini kepalanya begitu berat saat kesadaran perlahan muncul. Setelah membuka kedua mata pun yang dipandangi tidak berubah sama sekali, sepenuhnya adalah kegelapan. Dia juga tidak dapat bergerak banyak selain meliuk-liukkan badan. Keadaan itu mengingatkan dia pada Mateo, orang yang pernah melakukan hal yang sama padanya. "Lepaskan aku, sialan! Setelah kau membungkusku dengan selimut, sekarang kau merencanakan penculikan, lalu mengikat kaki dan tanganku dengan tali?!" Hillary telah salah mengambil langkah karena seharusnya dia tidak meminta orang untuk menjaga rumahnya, melainkan menjaga dirinya. "Awas saja! Jika aku berhasil keluar dari tempat ini, maka riwayatmu akan tamat!" Suasana masih saja hening. Hal yang tidak Hillary tahu dari balik kain hitam yang menutup pandangan mata ada
Mendengar kabar mengenai penculikan tidak langsung membuat Mateo berpikir bahwa semua berkaitan dengan dirinya. Ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi, salah satunya Hillary yang kaya dan cantik akan menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang untuk melakukan tindakan kriminal. Hanya saja, setelah hari di mana penculikan terjadi, Hillary masih belum ditemukan dan belum ada kabar apa pun. Pelaku tidak membiarkan orang lain tahu tentang keberadaan mereka dan mengganti mobil di tengah perjalanan, asumsi yang bisa disimpulkan hingga saat ini. Serina sangat khawatir, tidak jarang dia terlihat berputus asa. Dia semakin yakin kalau penculikan memang berkaitan dengan kasus yang sedang didalaminya sekarang. Kalau tidak, Hillary pasti sudah ditemukan karena alasan dangkal yang dimiliki penculik seperti penggemar rahasia atau semacamnya. Lagi pula, penculik tidak hanya satu orang saja. Melihat bagaimana penampilan yang rapi dan berpengalaman, pastilah mereka diperintah ol
Kalil berekspresi geram dan tinjunya masih mengepal seolah ingin dilayangkan lagi pada dagu itu. Dia berusaha terlihat seperti orang yang benar-benar disulut api kemarahan agar dapat mengalihkan perhatian rekan kerja lainnya. "Pria ini adalah pengemis jalanan! Dia berkata bahwa bos kita adalah seorang pecundang!" tunjuk Kalil. Mateo meludah sembarangan setelah menekan-nekan rahangnya sebentar. "Lalu, kalian berpikir tidak begitu? Bos kalian adalah pria pecundang yang pernah aku tahu!" "Biarkan aku memberikan pelajaran pada orang ini!" teriak Kalil.Seorang pengawal menahan. "Kalau begitu, dia memang harus diberikan pelajaran karena telah menghina bos kita." Sikap yang seperti ingin ikut serta membuat Kalil segera berkata, "Tidak, tidak. Dibandingkan kalian, aku lebih dulu bekerja di sini. Kalian tidak tahu apa-apa mengenai rasa sakitku, karena pengemis jalanan ini,"—dia menunjuk Mateo—"telah menghina orang yang paling berjasa di dalam hidupku! Maka dari itu, j