"Umi, bolehkah Abi menikah lagi?"Sejenak wanita berjilbab lebar itu bergeming, lalu berbalik menghadap suaminya. "Bukankah dulu Abi menolak keras, saat Umi menyuruh Abi untuk poligami. Mengapa sekarang berubah pikiran?" tanya Shafira cepat.Yusuf seketika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mencoba mencari alasan yang tepat untuk meyakinkan hati sang istri. Dulu memang tak pernah terbersit sama sekali, niat untuk berpoligami, hanya saja sekarang keinginan itu datang begitu saja memenuhi hati dan pikirannya. "Hm ... Abi merindukan suara anak-anak di rumah ini. Apakah Abi salah? Semua keputusan Abi kembalikan kepada Umi. Abi tak ingin memaksakan keinginan itu, jika memang Umi tidak menyetujuinya."Shafira terdiam. Hampir lima belas tahun pernikahan, tak kunjung juga dikarunia anak. Berbagai pengobatan dan program hamil sudah ia coba, tetapi hasilnya tetap nihil.Dulu ia pernah meminta sang suami untuk menikahi sahabatnya yang kebetulan ditinggal mati oleh suaminya. Hanya saja, suam
Pagi-pagi sekali, Shafira sudah menyibukkan diri di dapur. Dengan lihai ia mengiris bawang, dan mempersiapkan bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Meskipun ada wanita lain yang kini tinggal satu atap dengannya, tetapi untuk urusan perut suami, itu akan menjadi tugas khusus untuknya.Hampir semalaman Shafira menangis dengan mata yang sulit untuk terpejam. Tampaknya dia belum terbiasa tidur tanpa ditemani Yusuf. Apalagi suara berisik di kamar sebelah cukup mengganggu pendengarannya, membuat hati wanita itu semakin merasakan sakit yang teramat dalam.Semenjak acara pernikahan kemarin, tak sekalipun Yusuf menemuinya di kamar. Lelaki itu seperti lupa, kalau ia memiliki dua istri yang sama-sama harus diperlakukan adil."Ada yang bisa aku bantu, Mbak?" .Sejenak Shafira menghentikan kegiatannya di dapur. Wanita itu melirik sekilas pada madunya sembari melempar senyum."Istirahatlah! Biar aku saja yang menyiapkan makanan untuk sarapan kalian," balas Shafira ramah.Tak ada yang tahu dengan isi ha
Almira terbangun dari tidur. Ia terperanjat, saat sadar Yusuf tidak ada di sebelahnya. Bergegas ia keluar kamar untuk mencari keberadaan suaminya.Hatinya kian memanas, saat mendengar suara Yusuf di kamar Shafira. Dadanya bergemuruh hebat, ia tidak terima sang suami berada di kamar istri pertamanya."Mas Yusuf hanya milikku! Wanita lain tidak boleh memilikinya," batin Almira.Almira kembali ke kamarnya. Wanita itu langsung menelepon Yusuf agar segera menemuinya di kamar. Tak lama kemudian, Yusuf sudah berada di kamar Almira. Hati lelaki itu merasa belum tenang, karena belum bisa menenangkan hatinya Syafira."Ada apa, Sayang?" tanya Yusuf sembari duduk di sebelah Almira."Mas sedang apa berada di kamar Mbak Syafira? Mengapa Mas meninggalkan aku di kamar bawah?""Dengar, Al! Istriku bukan hanya kamu. Bahkan, sebelum aku menikahimu, aku lebih dulu menikah dengan Shafira. Aku harus adil terhadap keduanya, jadi mulai malam ini kalian bicarakan baik-baik kapan jadwalku di kamarmu dan kapan
Keesokan paginya, Shafira tidak keluar kamar. Ia sibuk dengan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya. Shafira terkekeh, mengingat ekspresi Almira, saat tahu dirinya tidak bisa memasak sarapan untuk pagi ini.Sebenarnya, Shafira bisa saja memasakkan sarapan untuk mereka pagi ini, hanya saja ia masih kesal pada Almira yang mengakui masakannya sebagai hasil masakannya sendiri.Shafira melirik pada sosok lelaki yang tengah tertidur lelap di sampingnya. Semalam Yusuf memutuskan untuk tidur di kamar istri pertamanya. Tentu saja, hal itu membuat Almira murung dan tak henti-hentinya mengomel."Pagi, Umi!" sapa Yusuf dengan suara sedikit serak."Pagi, Abi. Kok sudah bangun?""Umi lupa, kalau pagi ini Abi harus ke kantor?""Astagfirullah, Maaf. Umi lupa kalau pagi ini Abi ada meeting dengan perusahaan sebelah. Sukses selalu, ya. Semoga dimudahkan rezeki, dan selalu dalam lindungan Allah Swt. Amin.""Amin. Terima kasih doanya, Umi. Maaf, beberapa hari ke belakang Abi hampir saja m
Syafira tersenyum menanggapi perkataan sahabatnya. Yusuf tidak menyia-nyiakannya, ia hanya membagi cinta saja dengan wanita lain. Dalam hal ini, ia juga tidak ingin egois. Biarkan saja Yusuf memutuskan semua sendiri, wanita itu tidak ingin menghalangi keinginan lelakinya itu."Jika memang suaminya mampu berbuat adil, dan paham ilmu berpoligami, aku tidak masalah!" ucap Shafira."No! Aku, sih, ogah! Lebih tentram tanpa madu.""Tidak ada satu pun wanita pun di dunia ini yang ingin di madu, Rin. Tentunya semua wanita ingin menjadi satu-satunya ratu yang ada di hati suaminya. Tak ada madu yang manis. Jika pun ada, itu karena suami mampu membimbing keduanya dengan baik," balas Shafira seraya mengaduk-ngaduk jus miliknya.Shafira masih ingat, saat Yusuf berjanji akan menjadikan satu-satunya ratu dalam rumah tangganya. Namun, kehadiran wanita masa lalu, membuat Yusuf khilaf dan melupakan semua janji manisnya itu.Shafira mengembuskan napas perlahan. Begitu berat semua itu untuknya. Semenja
Dengan sedikit malas, Yusuf membuka pesan masuk dari Shafira. Lelaki itu merasa benar-benar kecewa dengan apa yang telah dilakukan istrinya di kafe tadi. Padahal, ia sudah memberikan kepercayaan penuh padanya. Entah mengapa dengan mudahnya wanita itu telah menyia-nyiakan kepercayaannya selama ini. Ia tak menyangka, Shafira akan bermain cinta di belakangnya bersama pria lain.Tak lama kemudian, masuk satu pesan lagi berupa voice note yang berisi suara seseorang yang dikenal. Ya, suara Shafira, Rina, dan lelaki di kafe itu terekam jelas di sana. Mendengar percakapan mereka, ekspresi wajah Yusuf seketika berubah, lelaki itu langsung mengusap gusar wajahnya. Ternyata ia telah salah paham pada Shafira. Wanita itu tidak seburuk dengan apa yang dituduhkannya tadi."Astagfirullah, aku sudah salah paham padanya. Cemburu telah membutakan mata dan hatiku. Aku harus segera meminta maaf padanya," batin Yusuf. Lelaki itu beranjak dari duduk. Rasa bersalah mulai menyelimuti hati dan pikirannya. Yus
Shafira baru saja selesai memasak. Ia merasa bersalah, karena tadi pagi tidak menyiapkan sarapan untuk suaminya. Ia lebih mengutamakan ego, sehingga mengabaikan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri. Pikiran dan hatinya jauh dari kata tenang, sedari tadi terus-menerus kepikiran akan perut sang suami. Sudahkah lelakinya itu mengisi perutnya dengan nasi? Bagaimana kalau ternyata dia malah memilih untuk tetap mengosongkan perutnya? Rasa khawatir mulai memenuhi pikirannya, karena selama ini suaminya itu selalu sarapan tepat waktu.Siang harinya, semua makanan kesukaan Yusuf sudah terhidang di meja. Wanita itu tersenyum, dan berjanji akan meminta maaf pada suaminya saat pulang nanti."Istri yang baik! Sayangnya, sebentar lagi Mas Yusuf akan menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak ingin membaginya denganmu," ucap Almira dengan nada sinis. Shafira mengabaikan perkataan Almira, lalu melangkah menaiki tangga. Wanita itu berpura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan sang madu. Baginya ta
Yusuf mondar-mandir di depan meja kerja. Beberapa hari ini, ia sibuk memikirkan perkataan Shafira. Bahkan, demi bisa menemukan teka-teki itu, Yusuf memilih untuk tidak tidur dengan kedua istrinya. Saat ini, tidur sendiri adalah jalan terbaik untuk menenangkan pikirannya dari segala permasalahan yang ada. Dalam benaknya dipenuhi tanya, apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam rumah tangganya? Bukankah kehidupan mereka baik-baik saja? Kedua istrinya pun akur, tak pernah sedikit pun terdengar bertengkar.Bimo masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Lelaki itu menggeleng singkat, saat melihat sahabatnya bolak-balik tak tentu arah, seperti orang yang tengah kebingungan. "Apalagi yang sedang mengganggu pikiranmu, Bro? Seharusnya hidupmu bahagia. Harta melimpah, perusahaan milik sendiri, dan memiliki dua istri yang sangat aduhai."Sepertinya Yusuf baru menyadari kehadiran Bimo di sana. Lelaki itu tampak terkejut, dan mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri."Dari kapan kamu ada di