#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku
3. Flashback
Satu bulan yang lalu. Saat itu kehidupan Marsel masih dapat dikatakan baik-baik saja. Pemuda itu pun terkenal akan keramahannya. Murah senyum, suka menolong, baik. Hanya satu saja kekurangannya. Dia tidak cukup terlalu unggul dalam kemampuan otak. Hampir tiap hari semua pekerjaan dia kerjakan dari hasil menyontek. Jikalau tidak, maka nilainya akan kurang dari angka enam puluh.
Saat itu, dia tengah duduk bersama kedua sahabatnya, Ale dan Zewa di kelasnya. Mereka bertiga tertawa bersama saat mendengarkan cerita yang Zewa ceritakan. Ya, humor mereka sangat recjeh. Tetapi, semua sikap Marsel berubah seratus delapan puluh derajat ketika Ayana, si gadis pandai-kebanggaan SMA Merdeka ini, tiba-tiba masuk ke dalam kehidupannya. Masih asik-asiknya mengobrol, panggilan yang ditujukan untuk Marsel terdengar nyaring di alat pemberitahuan yang terhubung di ruang kantor.
"Untuk Marsel Anggara Saputra, kelas Xll IPS 3 harap segera menuju ke ruang kepala sekolah."
Marsel mendengus. Sedangkan, kedua sahabatnya saling pandang. Lalu, menatap Marsel dengan tatapan tanda tanya. Melihat itu Marsel menyeletuk, "Biasa. Masalah nilai, lo pada tau lah bokap gue kek apa."
Ale dan Zewa mengangguk. Mereka memang sudah mengenal betul bagaimana sifat Ayah Marsel. Terlalu disiplin, tegas, dan tentunya menginginkan putra pertamanya itu, menjadi pintar untuk meneruskan pekerjaannya esok. Tetapi, siapa yang tidak mengenal Marsel? Pemuda itu terus saja tak mendengarkan perintah ayahnya yang untuk terus belajar rajin-rajin agar mendapat nilai yang memuaskan. Saat ditanya kenapa nilainya selalu buruk? Maka, Marsel akan menjawab dengan kalimat, 'masa remaja tidak boleh disia-siakan'.
Marsel bangkit dari duduknya. Lalu, melangkah dengan langkah malas. Sudah dipastikan dia akan mendapatkan ceramah sang ayah yang sangat panjang. Lalu, akan dibanding-bandingkan dengan anak lain. Bukankah itu memuakan? Tanpa mengetuk pintu, pemuda itu langsung saja menyelonong masuk dan duduk dengan santainya. Membuat Pak Guntur, selaku kepala sekolah dan ayahnya Putra menggelengkan kepala mereka.
"Tidak sopan sekali kamu, Mars," tegur Putra.
Marsel berdecih. "To the point aja, bisa? Biar cepat selesai," ujarnya malas.
Putra mengembuskan napasnya lelah. Dilemparkannya selembar kertas yang menunjukkan deretan nilai-nilai sang anak yang semakin lama semakin menurun. Marsel hanya melirik sekolah lalu kembali duduk dengan santainya.
"Bisa dijelaskan itu apa?!" tanya Putra.
"Bukankah Ayah tak buta? Lalu, apa Ayah tak bisa melihatnya? Oh, atau Ayah ini sebenarnya tak bisa membaca? Sehingga masih harus Mars jelaskan?" ketus Marsel.
Mendengar jawaban sang anak. Membuat Putra mengepalkan kedua tangannya. Amarah mulai bangkit. Ya, laki-laki itu sangat susah mengendalikan emosinya. Bukankah begitu sama dengan Marsel? Memang benar buah jatuh tak jauh dari pohonnya! Putra menggebrak meja dengan keras. Membuat Pak Guntur dengan hati-hati mencoba menenangkan laki-laki itu. Sedangkan Mars? Pemuda itu masih terlihat begitu santai.
"Tujuanmu pergi ke sekolah itu apa?! Belajar atau hanya bermain-main hah?!" Nada bicara Putra meninggi.
"Kalau boleh jujur, pilihan kedua," balas Mars santai.
Putra menatap nyalang anak pertamanya itu. Dia cukup kesal dengan jawaban anaknya. Bagaimana tidak? Selama ini dia bekerja keras untuk membiayai sekolah anaknya itu. Tetapi, jawaban Marsel hanya sebagai bermain-main? Lalu, dia hanya membuang uang selama ini?
"Kalau begitu, jangan bersekolah!" ancam Putra.
Mendengar itu Marsel langsung menatap tajam ayahnya. Sedangkan Pak Guntur, gelagapan. Dia tidak bisa membiarkan itu terjadi. Bagaimana pun, keluarga Marsel adalah penyumbang terbesar untuk sekolah ini. Ketegangan itu terjadi untuk beberapa menit, sebelum suara pintu terbuka. Memperlihatkan seorang siswi dengan senyumannya seraya memegang piala besar. Tentu saja hal itu membuat ketiga orang tersebut menatapnya. Sedangkan sang gadis hanya tersenyum canggung. Sepertinya dia datang di waktu yang salah.
"Maaf, Pak menganggu," ujar siswi tersebut.
Pak Guntur langsung menahan siswi itu yang hendak pergi. "Masuk saja, Ay. Apakah lombanya sudah selesai? Ah, kau memenangkannya kembali? Bapak bangga padamu," ujar Pak Guntur.
Sedangkan Ayana tersenyum canggung. Akhirnya gadis itu melangkah masuk dan menyerahkan piala yang dia dapatkan ke Pak Guntur. Tentu saja diterima dengan senang hati. Di piala itu bertuliskan 'juara satu lomba matematika dan sains tingkat kabupaten', hal itu membuat Putra yang tersenyum tipis. Tiba-tiba ide muncul di otaknya. Setelah kepergian siswi itu, Putra tersenyum ke arah Marsel. Marsel yang melihat itu hanya mengembuskan napas panjang. Dia tahu bahwa ayahnya itu memiliki ide gila dan sialnya harus dia turuti jika tidak, ancaman yang dia dapatkan. Menyebalkan!
Sepulang sekolah, Marsel melangkah masuk ke dalam rumah yang megah nan besar milik keluarganya. Rumah besar itu hanya ditinggali oleh empat orang saja. Putra, Hera-Ibu Marsel dan Ila, Ila-anggota keluarga termuda, dan Marsel. Hera tak pernah mau mencari pembantu atau sejenisnya. Katanya, itu akan membuang uang saja. Terlebih, dia juga mau menjadi istri yang terbaik dan ibu terbaik. Putra pun hanya bisa mengangguk, walau dia cukup khawatir jika istrinya itu terlalu lelah embgurus rumah sebesar ini. Baru saja hendak melangkah menuju ke tangga, suara berat Putra bergema. Membuat langkah itu terhenti.
"Kau harus menjalin hubungan dengan siswi itu, Marsel!"
Marsel tak bodoh. Dia tahu siapa yang dimaksud ayahnya. Siswi yang tadi masuk ke ruang kepala sekolah dengan membawa piala besar itu. Pemuda itu berbalik, menatap tajam ayahnya.
"Aku tak mencintai dia, Ayah!" ketus Marsel.
"Ayah gak peduli kamu cinta dia apa enggak. Ayah hanya ingin nilaimu bagus! Dekati dia lalu belajarlah bersama dia!"
Setelah mengatakan itu Putra melangkah pergi menuju ke kamarnya. Meninggalkan Marsel yang sudah mengepal dengan kuat. Apa-apa ini?! Kenapa ayahnya selalu memaksakan dirinya untuk menjadi orang yang dia inginkan? Oh ayolah, setiap anak memiliki kelebihan masing-masing. Tak perlu menjadi sempurna untuk mencapai kesuksesan. Marsel memijat pangkal hidungnya, lalu kembali melangkah menuju ke kamarnya. Di kamarnya, suara Ila bergema. Diikuti dengan decitan suara kasurnya. Sudah dipastikan gadis berusia lima tahun itu tengah melompat-lompat di atas kasurnya!
"Ila!" kesal Marsel.
Bagaimana tidak? Kamarnya kini begitu berantakan. Selimut yang tergeletak di lantai, bantal berhamburan di mana-mana, boneka dan masih banyak lagi. Ila yang menyadari kehadiran sang kakak hanya menyengir dan menunjukkan dua jarinya membentuk V.
"Keluar!" ketus Marsel.
Ila mencebik, "Iya-iya! Dasar pelit!"
Gadis kecil itu mengambil bonekanya, sebelum keluar dari kamar sang kakak. Setelah melihat adiknya keluar, Marsel dengan kasar menutup pintunya. Menghasilkan bunyi berdebum. Pemuda itu langsung merebahkan dirinya di atas kasur empuk miliknya. Memejamkan mata. Baiklah mungkin esok kehidupannya tidak akan lagi bisa dikatakan mulus. Siswi itu akan masuk ke dalam kehidupannya dan itu semua karena permintaan konyol sang ayah! Getaran dari handphone-nya mengalihkan pandangannya. Ternyata sebuah pesan dari sang ayah.
[Masalah kamu belum mengenal jauh siswi itu! Tenang saja! Ayah sudah mendapatkan lebih dari cukup identitas gadis itu. Ayah tunggu kabarnya esok!]
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku85. Endingnya"Sebenarnya tidak ada kata 'ending' di setiap kisah. Karena hidup terus berlanjut walaupun kematian tengah menunggu."_Author_***Di atas panggung mewah di depan sana, berdiri sepasang suami-istri, yang baru saja resmi. Ayana dan Marsel tampak sangat bahagia. Senyum terus terpatri di wajah mereka. Hari ini, mereka sudah benar-benar resmi memiliki satu sama lain. Tidak berselang lama, Rain, Vanya, Jasmin, Zewa, Ale, dan Farez datang mendekati mereka dengan saling berpasangan dengan pasangan mereka masing-masing."Cie udah nikah!" ujar Rain dan langsung memeluk tubuh Ayana erat."Cepet nyusul," ujar Ayana seraya terkekeh. Mendengar itu Rain mengerucutkan bibirnya. Menatap sinis ke arah Ale."Noh, dianya aja yang gak peka-peka!" sungut Rain seraya menghentak-hentakkan kedua kak
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku84. Truth or Dare!Bisa lepas dari bau-bau obat dan juga makanan hambar, Ayana menghirup kembali udara bebas banyak-banyak. Padahal gadis itu sudah pulang sejak tiga hari yang lalu. Marsel yang berdiri di samping gadis itu tersenyum tipis. Rambut panjang Ayana bertebaran tertiup angin. Senyum manis terbit wajah gadis itu. Kedua mata gadis itu tampak terpejam menikmati belaian lembut sang angin. Sinar mentari yang tak terlalu terik membuat suasana semakin membuat suasana semakin sejuk. Kedua tangan gadis itu menggenggam erat pagar pembatas rooftop. Marsel perlahan menggenggam tangan kiri gadis itu, lalu menautkannya dengan tangan kanannya membuat kedua mata cantik Ayana terbuka."Seneng?" tanya Marsel. Ayana mengangguk semangat."Banget!" jawabnya menggebu-gebu. Kini, keduanya tengah menghabiskan waktu bersama di rooftop. Bel masuk beberapa menit yang lalu membuat
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku83. Dia Kembali"Sang mentari redup, membuat dunia tenggelam dalam kegelapan. Menyisakan rasa kesedihan dan juga kehampaan. Hingga semuanya terobati akan kembali sang mentari."_Marsel_***Kedua manik mata yang sudah sebulan itu tak pernah terbuka perlahan terbuka. Kedua mata indah itu menatap ke sekeliling, dia tahu sekarang dirinya berada di mana. Rumah sakit. Gadis itu menoleh ketika merasakan tangan kanannya berat seakan ada sesuatu yang menimpanya. Seulas senyum terpatri di wajah pucat itu ketika mengetahui seseorang yang amat dia cintai kini tertidur di sampingnya dengan tangan kiri cowok itu menggenggam erat tangan kanan miliknya. Namun, bayangan di mana perlakuan cowok itu, membuat senyum indah itu pudar bergantikan dengan hembusan napas panjang. Perlahan dia melepaskan cengkraman tangan itu dengan sangat amat pelan. Tetapi, rupanya pergerakannya membuat cowok itu t
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku82. Menanti"Aku tahu Tuhan sedang menghukumku, tapi aku tidak akan lelah untuk menunggumu kembali menyapaku."_Marsel Anggara Saputra_Erin mendesah ketika melihat sosok Marsel masih setia menunggu putrinya yang belum kunjung membuka kedua matanya. Sudah satu minggu, Ayana tidak menampilkan tanda-tanda akan segera sadar dari komanya. Satu minggu itu pula, Marsel setia menunggu gadis itu seraya sesekali mengecup punggung tangan putrinya, atau mengajak mengobrol walau tidak mendapatkan respon, atau tidur di bangku samping brangkar gadis itu. Erin sendiri sudah beberapa kali menyuruh Marsel untuk beristirahat. Bahkan, cowok itu hanya pulang untuk mengisi perut dan mandi. Tetapi, setelah dua hari yang lalu, cowok itu memutuskan untuk menetap di rumah sakit ketika mendapati informasi bahwa gadisnya ngedrop. Membuat semakin cemas. Sekolah? Bahkan cowok itu mengambil izin hanya untuk menjaga gad
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku81. Keduanya Pergi"Gue memang salah, tapi haruskah aku benar-benar ditinggalkan? Sendirian? Aku hanya butuh seseorang yang mau menuntun ke jalan kebenaran!"_Dia yang Ditinggalkan_***Kini Vanya sedang duduk seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap kosong ke langit malam. Berkali-kali terdengar helaan napas dari bibir mungil gadis itu. Hari itu juga, dia kehilangan sosok sahabat kecilnya, Marsel. Dia menoleh ketika mendengar suara dering dari ponselnya. Menatapnya sejenak sebelum mengangkat telepon tersebut. Farez, meneleponnya. Dia menepuk kening ketika baru mengingat bahwa cowok itu pulang ke Indonesia hari ini. Dia lupa tidak menyambut kedatangannya. Dengan segera dia mengangkat telepon. Tapi, sudah sepuluh menit, tidak ada yang bersuara. Vanya pun memilih diam, dia tidak tahu harus mengucapkan apa."Fa–""
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku80. Si Protagonis Berkedok Antagonis"Jangan hanya menilai buku dari covernya tapi, lihatlah isinya. Begitu pula dengan manusia."_Author_"Gue gak peduli semua orang melihat gue sebagai penjahat di kisah ini, karena gue hanya mengikuti alur yang mereka bicarakan."_Unknow_***"Gak guna lo, lukain diri sendiri kaya gitu." Ucapan seseorang membuat Marsel menoleh. Dia mengernyit mendapati seorang gadis yang kini berdiri di hadapannya dengan melipat kedua tangannya di depan dada seraya tersenyum remeh ke arahnya."Lo ...."Cewek itu terkekeh, melihat raut wajah cowok di depannya. Mana yang sosok kakak kelasnya yang angkuh? Dia melangkah mendekat, menatap kakak kelasnya dari bawah sampai atas. Kacau, satu kata yang menilai penampilan Marsel. Kini, dia tidak bersama para teman-temannya, dia memilih