Share

2. Mesin Otak

#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku

2. Mesin Otak

Pagi ini, Marsel datang lebih awal. Bukan tanpa alasan, pemuda itu berniat ingin numpang tidur sejenak sebelum mengikuti jam pelajaran nantinya. Semalaman dia tak bisa tidur dikarenakan Keyla-sang adik terus saja menangis meminta mainan. Setelah memarkirkan sepeda motornya, pemuda itu melangkah dengan gontai. Sesekali, dia menguap lebar. Tetapi, langkahnya harus berhenti ketika seorang gadis menghadang jalannya. Siapa lagi kalau bukan, Ayana? 

"Minggir!" ketus Marsel. 

Ayana tak menyerah. Dia terus menghadang jalan sang kekasih. Dengan senyumannya dia mengulurkan sebuah kotak makan kepada Marsel. Marsel hanya menatap malas bekal itu. Dengan kasar, ditepisnya kotak makan itu. Membuatnya berserakan di lantai. Ayana hanya menunduk. Senyumannya pun hilang tergantikan dengan bibir yang tertutup rapat. 

"Jangan mimpi gue mau makan makanan yang lo kasih!" Kedua tangan Marsel mengepal kuat. Dia sangat emosi ketika Ayana dengan lancang menutup jalannya. Butakah gadis itu sehingga tak melihat bahwa dirinya tengah mengantuk?! 

Ale dan Zewa yang kebetulan melewati koridor yang menjadi tempat perdebatan sepasang kekasih itu segera bertindak. Sedikit susah, sebab para murid sudah menutup jalan mereka. Bahkan Zewa sampai berteriak kesal, agar para murid yang berkerumun itu menyingkir. Cukup lama, akhirnya keduanya dapat menerobos lautan manusia itu. Ale mencoba menenangkan sahabatnya itu. Masih pagu seperti ini tetapi Marsel sudah meledak saja. Sedangkan Zewa dengan segera menuntun Aya untuk segera pergi. Air mata gadis itu tumpah seketika, ketika Zewa mengusap pucuk rambutnya pelan. 

"Tenang, Mars. Elah lo masih pagi udah marah-marah mulu. Sadar dia pacar lo," ujar Ale. Marsel hanya berdecih. Pemuda itu memilih meninggalkan tempat kejadian. Ale dan Zewa kompak membubarkan keramaian. Sedangkan, Aya masih terduduk meringkuk dengan sisa tangisnya. 

"Putusin aja, Ay," ujar Ale lembut yang mendapat anggukan setuju dari Zewa. Aya mendongak. Menatap nanar kedua pemuda yang tengah menatapnya sendu. Menggeleng pelan, tidak bisa menyanggupi saran dari keduanya. Ale dan Zewa pun hanya mengangguk satu kali, mereka tidak mau memaksa gadis itu. Biarlah, mereka akan terus mengawasi gerak-gerik Marsel, berjaga-jaga agar pemuda itu tidak keluar batas. 

***

Bel istirahat pertama berbunyi nyaring. Ayana memilih menuju ke kantin untuk mengisi perutnya yang mulai berbunyi. Di setiap langkahnya, banyak tatapan mata yang menatapnya tajam, sinis, dan terang-terangan mengatakan tidak suka akan dirinya. Seperti yang dia dapatkan di kelasnya sendiri. Bukan hanya karena mereka iri kepada kepintaran gadis itu, tetapi mereka juga iri bahwa Ayana menjadi pacar dari pemuda yang mereka idolakan. Ayana memilih menunduk, entah mengapa nyalinya menjadi menciut. Bahkan, dia tak memiliki satupun teman di sekolah ini sejak kelas sepuluh. 

"Pantes aja si Kak Marsel kelihatan romantis sama Kak Vanya, orang Ayana juga kegatelan sama Kak Zewa."

Bisikan menyakitkan itu tak sengaja Ayana tangkap. Langkahnya berhenti sesaat. Tidak hanya satu orang yang membisikkan hal serupa seperti itu, bahkan rata-rata dari mereka memojokkannya kini. Aya memilih mempercepat langkahnya. Ingin membuktikan apa yang dikatakan mereka semua benar? Jantung Ayana berdetak lebih kencang seiring dekatnya jarak kantin yang dia tempuh. Bahkan, langkah itu semakin cepat menjadi lari. Dadanya naik-turun. Gadis itu berhenti di ambang pintu kantin, mengedarkan pandangannya. Dan, ya! Lihat! Di salah satu pojok kantin, Marsel tengah bermesraan dengan Vanya. Teman sekelas pemuda itu yang tidak lagi menjadi rahasia bahwa Vanya menyukai Marsel. Melihat itu semua, Ayana menunduk. Hatinya terasa sesak. Bahkan, matanya mulai berkaca-kaca. Dengan memberanikan diri, gadis itu melangkah mendekat. Mencoba mencari jawaban akan itu semua. 

"Kak Marsel." Suara serak miliknya sedikit bergetar ketika memanggil nama sang kekasih. 

Marsel yang semula terbahak, seketika bungkam. Berubah kembali menjadi sosok yang selama ini Ayana lihat dan kenal. Dingin, kejam, kasar, berbeda sekali dengan dirinya yang semula bersama Vanya. Tidak hanya Marsel yang kini menatapnya, bahkan semua murid yang berada di kantin itu dengan serempak menatapnya dengan berbagai tatapan. Ayana meneguk ludah susah payah. Kedua tangannya meremas ujung rok yang dia pakai. Dengan jelas, gadis itu bisa melihat kode dari Ale dan Zewa untuk pergi. Tetapi, Ayana tak mengindahinya. Gadis itu melangkah sekali, sebelum mengeluarkan pertanyaannya. 

"Kak Marsel pacaran sama Kak Vanya?" tanya Ayana lirih. 

Marsel dan Vanya saling pandang. Sudut bibir keduanya tertarik, membentuk senyum miring mereka. Marsel mempercepat jarak duduk di antara keduanya. Merangkul pundak Vanya dengan mesra. Bahkan, tidak tanggung-tanggung. Dia dengan santainya mencium pipi Vanya di depan Ayana, yang notabene-nya masih kekasihnya. Ayana langsung tertunduk. Kedua matanya semakin berkaca-kaca. Bahkan, air matanya mulai membasahi kedua pipinya. Digigitnya bibir bawahnya untuk menahan isak. Semua itu terlihat sangat jelas di mata Marsel. Bahu yang bergetar, kedua tangan yang meremas rok, menggigit bibir bawah, dan menunduk. Dia sangat tahu bahwa gadis di depannya tengah menangis dalam diam. Tetapi, tak ada rasa kasihan atau bahkan penyesalan pada dirinya.

"Kalau iya kenapa hm?" tanya Marsel. 

Ayana tak langsung menjawab. Gadis itu menarik napas panjang lalu mengembuskannya pelan. Diusapnya air matanya menggunakan punggung tangannya, lalu mendongak. Sekarang manik mata gadis itu terlihat jelas sinar kepedihan, kekecewaan, kemarahan yang menjadi satu. 

"Kenapa Kakak lakuin itu? Kakak itu pacar aku." Setelah mengatakan itu, Ayana kembali menunduk. 

"Karena gue gak cinta sama lo!" ketus Marsel membuat semua orang yang mendengarnya terkejut. Terlebih Ayana. Gadis itu bahkan sampai menatap tak percaya ke arah Marsel. "Pengen tahu alasannya?" sambung pemuda itu. Ayana mengangguk pelan. 

Marsel bangkit. Melangkah mendekat ke arah Ayana. Dicengkramnya kuat dagu gadis itu, membuat sang empu meringis menahan sakit. Marsel sedikit membungkukkan tubuhnya untuk menyamakan tinggi gadis di depannya. 

"Karena gue terpaksa! Papa tergila-gila sama lo saat pertama kali lihat lo di ruang kepala sekolah! Karena itu, papa minta gue buat deketin lo, bahkan menjalin hubungan sama lo! Dan gue, benci! Gue benci, kenapa lo saat itu muncul di hadapan papa gue dengan memegang piala sambil senyum!" Marsel menghempaskan dagu Ayana kasar. Membuat gadis itu menoleh ke samping. "Karena apa? Karena papa mau gue seperti lo! Cerdas! Pintar!" lanjutnya. 

Bak disambar petir. Ayana kembali terkejut dengan kebenaran itu. Gadis itu sampai mundur beberapa langkah seraya menggelengkan kepalanya. Dia tidak percaya semua ini! Sudah jelas, Marsel menembaknya begitu romantis dan bahkan tak terlihat seperti paksaan. Apa-apaan ini?! 

"Ja-jadi selama ini aku hanya sebagai mesin otakmu saja, Kak Mars?" tanya Ayana sendu. 

"Ya!" ketus Marsel. 

Ayana terisak. Gadis itu memilih berlari keluar dari kantin. Disambut dengan seruan dari murid lainnya. Sedangkan Zewa dan Ale yang sejak tadi menahan amarahnya pun tak bisa membiarkannya lagi. Dengan amarah yang menggebu keduanya menerjang Marsel. Tubuh Marsel terjerembab ke lantai setelah mendapatkan dua bogeman dari kedua sahabatnya. 

"Brengsek lo, Mars!" marah Ale. Dada pemuda itu naik-turun, dengan kedua tangannya yang mengepal kuat. 

"Gak nyangka gue sama lo Mars! Lo bener-bener kurang ajar!" kesal Zewa. 

Sedangkan Marsel kini tengah mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Dibantu oleh Vanya yang membantunya untuk berdiri. Marsel tertawa nyaring, membuat kedua sahabatnya terheran. 

"Gue tau lo berdua suka sama cewek gue kan? Ambil aja! Gratis buat kalian!" kekeh Marsel. 

Zewa yang geram dengan kalimat Marsel hendak menerjangnya kembali. Tetapi, sebuah cekalan dari Ale membuat niat pemuda itu terurungkan. Bergantian dengan decihan. Marsel benar-benar gila! Pemuda itu terlalu brengsek untuk gadis sebaik Ayana. Zewa dan Ale pastikan akan menjaga gadis itu dari laki-laki seperti Marsel. 

"Lo pikir Ayana apaan?! Dia bukan barang, Bro! Lo jangan kelewat batas!" sarkas Ale. 

Marsel tersenyum sinis. "Gue gak peduli!" ketuanya lalu melangkah keluar kantin dibantu oleh Vanya. Zewa dan Ale hanya bisa menatap nanar punggung sahabat mereka. 

'Gue harap lo gak bakal nyesel dikemudian hari, Mars,' batin keduanya.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
its kthv
Marsel tega amat
goodnovel comment avatar
Fifit Ayu Wulandari
Marsel kalau lomba mirip babi babinya juara dua sumpa, ngeselinnnn betul
goodnovel comment avatar
Julia Puspita Yusuf
Ih sumpah kesel banget gue sama lo Marsel
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status