Home / Romansa / Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO / 230. Pemeriksaan Emily

Share

230. Pemeriksaan Emily

Author: Silvania
last update Last Updated: 2025-05-23 21:05:37

“Tidak bisa, Tuan. Bukti yang kita punya tidak kuat dan kami hanya bisa menyelidiki sampai di sana. Selebihnya, untuk mengungkap kasus ini, kita harus menunggu Tuan William sadarkan diri atau mendapat pengakuan langsung dari tersangkanya.”

“Dia tidak akan mengaku, Robert!” Suara Arnold merendah namun penuh tekanan. Matanya berkilat, bibirnya mengatup. Sebuah ide melintas cepat di benaknya—cara untuk mengungkap kebenaran yang selama ini mengambang.

“Nanti malam datanglah ke rumahku. Ada yang ingin aku sampaikan.”

“Baik, Tuan.”

Arnold menutup teleponnya. Nafasnya ditarik panjang sebelum kembali masuk ke ruang perawatan. Saat itu, ia bersisian dengan Sisca yang baru saja keluar. Tatapan mereka bertemu sesaat.

“Sampai berjumpa di pengadilan, Tuan,” bisik Sisca lirih. Senyum khas devil terukir di wajahnya—sombong, penuh kemenangan.

“Tentu, aku tidak sabar,” balas Arnold datar, menutup pintu di belakangnya tanpa menoleh lagi.

“Sombong sekali,” dengus Sisca, melirik tajam ke arah pint
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 263. Kepingan Puzzle

    Setelah selesai membayar, Arnold keluar dari toko sambil tersenyum tipis. Langkahnya ringan, dan ada secercah kehangatan yang menetap di hatinya. "Pemilik toko kue ini bahkan ingat dengan jelas kebiasaanku," gumamnya pelan sambil menatap kotak cheesecake yang dibungkus rapi di tangannya. Sentuhan nostalgia yang samar terasa menelusup, membuat pikirannya sedikit bimbang tapi juga penuh harap. Setibanya di rumah sakit, Arnold tak membuang waktu. Ia segera bergegas menyusuri lorong rumah sakit, membawa cheesecake itu seakan membawa sekotak kenangan yang baru saja ia temukan kembali. Tapi kali ini, bukan Cassie, putrinya, yang paling ingin ia temui—melainkan istrinya. Emily. Ada sesuatu yang berbeda. Ada tarikan di dadanya, semacam rindu yang tak bisa dijelaskan. Sesampainya di depan kamar perawatan, Arnold melihat pintu ruangan sudah terbuka. Ia mengetuk pelan dua kali, hanya sebagai formalitas sebelum melangkah masuk. Matanya langsung menyapu seluruh ruangan. Beberapa perawat seda

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 262. Cheesecake

    "Aku tidak mempunyai kesan apa pun, Robert," desah Arnold pelan, menatap kosong ke arah lantai kayu yang mengilap di bawah kakinya."Saya mengerti, Tuan. Dan pastinya itu sangat berat," jawab Robert dengan nada empati yang tulus.Arnold menyerahkan kembali ponsel milik Robert, lalu menekan pelipisnya. Kepalanya mulai berdenyut hebat, terlebih saat ia memaksa otaknya untuk menggali memori yang hilang entah ke mana. Seperti menggenggam pasir, semakin erat ia mencoba menggenggamnya, semakin cepat semuanya menghilang."Oh iya, kemana orang tuaku? Aku belum bertemu dengan mereka," tanyanya tiba-tiba, mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa frustasi.Pertanyaan itu menyisakan kekosongan lain di hatinya. Sejak sadar dan pulang ke rumah, tidak ada satu pun wajah orang tua yang muncul di hadapannya. Aneh, pikirnya. Seharusnya mereka adalah orang pertama yang datang menjenguk."Nyonya Ruby ke New York, sedangkan Tuan William ada di rumah. Beliau sakit," jawab Robert hati-hati."Ruby dan Willia

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 261. Sebahagia Itukah?

    Sesampainya di rumah, Arnold langsung disambut oleh suasana yang lebih tenang dari biasanya. Langkah kakinya terhenti saat melihat sosok pria berdiri di depan pintu masuk, mengenakan jas rapi, wajahnya menyiratkan kelegaan luar biasa. Ternyata Robert sudah menunggunya. Arnold mengerutkan dahi sejenak. Wajah itu tampak familiar, tapi tak membangkitkan emosi atau ingatan apa pun. Meski begitu, dia memutuskan untuk berpura-pura bersikap seperti biasa. Tidak ingin memperlihatkan kebingungannya. "Tuan," sapa Robert dengan suara parau, lalu tanpa ragu langsung memeluk Arnold erat. Pelukan itu begitu emosional. Robert bahkan tak peduli dengan tatapan para penjaga rumah yang menyaksikan adegan itu. Matanya mulai basah, dan suaranya bergetar menahan rasa haru. Arnold membalas seadanya, menepuk pelan pundak Robert—sebuah gestur sopan yang lebih bersifat basa-basi. Sama seperti pada Emily, ia tidak merasakan kedekatan apa pun terhadap Robert. Tak ada kenangan yang membekas. Hanya kehampaan

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 260. Mencoba Mengembalikan Memori

    Emily mendengus pelan, menahan gejolak amarah yang sudah sampai di ubun-ubun. "Wanita tidak tahu malu," ujarnya tajam, menatap Giselle penuh kebencian. "Kalau ibu mertuaku tahu apa yang kau lakukan, dia pasti akan sangat marah!" Giselle mendengus sinis. Matanya menyipit, ekspresi congkak muncul di wajahnya yang mulai kehilangan kendali. "Kau perebut kebahagiaanku dan Arnold. Dasar wanita sinting tidak tahu ma—" "DIAM!" Suara Arnold menggelegar memecah ketegangan yang membeku di udara. Tubuhnya tegak berdiri dari kursi, ekspresi wajahnya berubah drastis, tak lagi tenang seperti sebelumnya. Matanya yang tadinya menyimpan keraguan, kini dipenuhi amarah membara. "Berani sekali kau menghina istriku!" ucapnya lantang, suaranya seperti petir yang menghantam bumi. Sorot matanya tajam menusuk, membuat Giselle refleks mundur setengah langkah. Emily menunduk, terkejut, namun ada seberkas kehangatan di matanya. Kata 'istriku' itu menggema di dadanya, menguatkan luka yang sebelumnya m

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 259. Sedikit Demi Sedikit

    Hening sejenak. Arnold menatap putrinya dengan dalam. Tapi pada akhirnya, dengan berat hati, dia menggeleng. “Belum,” ucapnya pelan. “Hanya… nama Cassie. Itu muncul begitu saja di kepalaku.” Emily mencoba tersenyum, menahan air mata. Bagi perempuan yang hampir kehilangan segalanya, bahkan setitik memori yang muncul dari suaminya adalah hadiah tak ternilai. Arnold mencium kening bayi mungil itu lembut, menahan emosi yang menyeruak. Saat bibirnya menyentuh kulit hangat putrinya, ia merasakan sesuatu—entah apa—yang begitu dalam menyentuh hatinya. “Kapan kalian boleh pulang?” tanyanya, masih menatap Cassie seolah enggan berpisah. “Besok Nyonya boleh pulang, Tuan,” jawab Sally yang berdiri tak jauh dari ranjang. Emily sendiri tampak belum tahu mengenai kepulangan itu. “Bagus,” kata Arnold dengan mantap. “Besok aku akan menjemput kalian.” Kalimat sederhana itu membawa kehangatan yang membungkus seluruh ruangan. Untuk pertama kalinya sejak ia kehilangan ingatannya, Arnold terse

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 258. Bolehkah Aku Menggendongnya?

    "Iya benar, Tuan. Apa Tuan ingin bertemu dengannya?" tawar Sally penuh harap. Matanya menatap Arnold dengan antusias yang disembunyikan rapi dalam nada sopan. Ia bisa melihat ada gelombang emosi dalam diri majikannya itu—gelisah, penasaran, dan... mungkin sedikit rindu? Arnold menatap Sally sejenak. Pandangannya tampak jauh, seperti tengah bertarung dengan sesuatu di dalam hatinya. "Aku..." Kalimat itu menggantung. Hening. Bahkan detak jarum jam pun terasa lebih keras dibanding suaranya yang tertahan. Ia menunduk sebentar, menelan kekosongan yang memenuhi benaknya. "Bagaimana, Tuan?" tanya Sally lagi dengan hati-hati, tidak ingin menekan, tapi juga tak kuasa menyembunyikan harapannya. 'Mau, mau, mau…' mohon Sally dalam hati, nyaris menggigit bibirnya agar tidak bersuara. Akhirnya, Arnold menghela napas berat. "Baiklah, bawa aku ke rumah sakit. Aku hanya ingin memastikan bahwa bayi itu milikku atau bukan." Sally hampir melonjak dari tempatnya. Tapi ia hanya mengusap dad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status