Share

Secret Affair
Secret Affair
Author: QueerasJay

William : First Meet

Aku berjalan santai menuju ruang pemotretan yang sudah disiapkan untuk keperluan pembuatan aplikasi milik kami. Hari ini memang sedang berlangsung pemotretan model-model pria untuk konten produksi kami yaitu berupa wallpaper, video tips dan trik Hasil pemotretan ini akan dimasukkan ke dalam rubrik portal online milik kami

.

Berhubung aku sendiri yang memilih para model ini, maka aku ingin melihat bagaimana pekerjaan mereka. Aku tidak mau mengecewakan papa, meski aku tahu ini adalah usaha keluarga. Aku selalu berusaha bertindak profesional dengan memberikan hasil yang terbaik, sehingga tidak jarang aku sendirilah yang mengontrol pekerjaan pada setiap proyek milikku

.    

Aku berada disini memang memiliki tujuan tersendiri, karena aku tahu bahwa seorang model keturunan Cina bernama Sean Ho ikut dalam pemotretan ini. Dia berusia dua puluh lima tahun dan sudah terbuka dengan orientasi seksualnya sebagai pria gay. Hal itu yang memicuku untuk melihatnya sekarang langsung.

Saat aku memasuki studio untuk pengambilan gambar dalam proyek ini, ternyata mereka sudah memulai proses pengerjaannya. Melihat aku yang datang ke ruang pemotretan membuat para karyawan sibuk menyapaku, aku seperti biasa menjawab mereka dengan senyuman. Saat aku mengedarkan pandangan mencari Sean, mata kami malah tidak sengaja saling bertemu satu sama lain

.

Ia menampilkan senyum manisnya di hadapan kamera, tapi kenapa aku malah merasa bahwa dia tersenyum padaku. Senyuman manis yang biasa kulihat di majalah maupun internet kini bisa kulihat langsung. Tapi entah kenapa aku malah secara spontan membalas senyumannya, biasanya aku sangat jarang tersenyum kepada orang yang baru aku kenal.

“Bagaimana Pak?” tanya Matt yang tiba-tiba sudah berdiri disampingku.

“Semuanya baik aku puas. Mereka model-model professional, sehingga mereka tahu untuk melakukan ini sebaik mungkin,” kataku sambil menepuk pundak Matt menenangkan dia.

Matt tersenyum senang padaku, “Baik terima kasih pak dan saya permisi dulu..” 

Sambil menunggu jam makan siang  aku putuskan mengikuti proses pengambilan gambar hari ini dan sambil sesekali melirik Sean.  Jam dua belas siang aku langsung menuju Pacific Place untuk menemenui temanku-Gio di sana.

Gio bilang bahwa dia sudah menunggu di Fish & Co. yang ada di lantai empat. Gio sudah tiba lebih dulu ternyata, kulihat dia duduk dibangku depan dengan mengangkat tangan memanggilku begitu melihatku berjalan menghampirinya

“Udah lama Gio?” tanyaku seraya duduk dibangku yang berhadapan dengannya itu.

.

Nope, tenang saja. Aku saja belum memesan makanan,” ia menggeleng serta tersenyum padaku.

“Tadi aku agak sedikit lupa sama janji kita hari ini, aku sibuk memperhatikan proyek terbaruku.”

“Proyek terbaru lagi ? Keren Will! Aku sendiri masih sedang menimbang-nimbang mau membuka usaha apa.”

Aku terkekeh mendengarnya, “Bukankah? Kamu dulu pernah bilang bahwa kamu mau ikut jejakku, tidak jadi Gio?”

Kami memesan ‘New York Fish And Chips’,‘Lime Cola’, ‘Seafood Platter’ dan ‘Orange juice’, kepada pelayan yang mendatangi meja kami.

“Aku belum yakin sih, Will. Tapi mungkin iya, aku masih harus diskusikan dengan orang tuaku dulu karena mereka pemberi modalnya,” jawab Gio sesaat sang pelayan meninggalkan meja kami.

Aku mengangguk setuju.

“Ngomong-ngomong, proyek barumu jadi pakai model yang udah bikin kamu tertarik?”

Aku terdiam mendengar pertanyaan Billy, aku tidak menyangka bahwa dia masih ingat dengan ceritaku waktu itu. “Iya, jadi Gio…”

“Ah… pantas kamu betah lihat prosesnya, ternyata ada dia. Oh iya siapa namanya, Sean Ho yah? Diakan sudah jelas-jelas gay, Will. Kenapa tidak kamu dekati saja kalau memang kamu suka sama dia?”

“Entahlah, Gio. Aku belum terlalu yakin menjalin hubungan dengan pria lain lagi setelah kejadian yang waktu itu. Kamu juga kan tahu kalau hingga saat ini aku masih belum siap buat bilang ke orang tuaku.”

Gio menarik nafas, “Ya sampai kapan kamu mau terus merahasiakan tentang hal ini?”

I don’t know Gio, aku bakal nunggu sampai aku benar-benar siap bicara sama mereka.”

Begitu makanan kami diantarkan oleh pelayan, kami lantas menikmati makanan dalam keheningan. Kami sama-sama diam karena kami enggan melanjutkan pembicaraan kami sebelumnya.

“Ngomong-ngomong setelah ini, aku harus balik ke kantor lagi, Gio. Kita atur waktu saja kapan kita bertemu lagi,” kataku begitu kami usai makan dan membayar tagihan kami.

Ia mengangguk, “Iya, aku juga masih ada yang harus aku urus, kan sementara ini aku bantu usaha papaku dulu.”

Okay see you…” 

Kami berpelukan sejenak sebelum kami berpisah, aku lantas berjalan kembali ke kantorku dan langsung menuju ruanganku. Sebenarnya aku tahu proses pengambilan gambar masih belum selesai, tapi aku tidak bisa terus berada di sana. Ya, aku masih ada yang harus aku kerjakan.

******

Satu minggu berlalu sejak pengambilan gambar itu dilakukan, entah kenapa aku juga masih belum bisa menghilangkan wajah Sean dari ingatanku. Kami beberapa kali saling curi pandang  membuatku sulit untuk melupakannya. Tapi sayang aku terlalu takut untuk mendekatinya. Aku masih belum berani untuk mengenalnya secara personal.

Ponselku berdering, ternyata Gio yang kembali menghubungiku, “Hei Will, so how it’s going bro?” tanyanya langsung.

Yeah, I am fine. how about you Gio?” balasku.

I am fine too.  oh ya, bagaimana sudah ada kemajuan untuk urusan Sean, huh?”

Sial kenapa dia malah membahas itu lagi, aku menarik nafas sebelum menjawab pertanyaan Gio, “Nothing, nothing happen.”

Gio malah tertawa mendengar jawabanku, “Hei come on man, be brave. Kamu mau Sean diambil pria lain ,huh?”

“Aku tidak tahu alasan apa untuk menemuinya Gio, karena yang selama ini berhubungan dengan Sean bukan aku, tapi bawah-bawahanku semua. Jadi aku memang belum sempat bicara apa pun dengannya.”

Mendengarkan penuturanku membuat Gio kembali tertawa lepas, “Apa? jadi kalian belum sempat bicara sama sekali? Aku pikir kalian sudah bicara satu sama lain.”

“Belum Gio, kami hanya saling bertemu pandang. That’s all bro.”

I see… Tapi kamu harus beranilah, jika memang ingin kenal dengannya lebih dekat bro. Jangan sampai kamu menyesal.”

“Baik, nanti akan kucoba yah.”

“Gitu dong, baru sahabat terbaikku. Oh ya, udah dulu yah, kita sambung kapan-kapan lagi, ok?”

“Oke…” Gio pun memutuskan telepon lebih dulu.

Begitu menerima telepon dari Gio, aku kembali berfokus pada pekerjaanku yakni memeriksa laporan dari beberapa divisi di kantor ini. Terlebih-lebih sekarang aku juga disibukkan lagi dengan proyek terbaruku.

Siangnya Monica datang lagi ke ruanganku, ia membawakanku makan siang kembali, “Siang pak, ini makan siangnya,” katanya sambil meletakan nasi kotak dari catering yang memang disediakan oleh kantor kami.

“Iya terima kasih Mon…” kataku sambil tersenyum padanya.

“Sama-sama pak, dimakan ya pak. Jangan lupa.”

“Pasti Mon, kamu juga makan.”

Ia mengangguk sebelum keluar dari ruang kerjaku

.

Lima belas menit kemudian baru kuputuskan untuk makan siang dan begitu selesai makan aku kembali melanjutkan pekerjaanku hingga jam lima sore. Sebenarnya bisa saja aku langsung kembali menuju apartemenku hanya dengan berjalan kaki dari kantorku, tapi rasanya malam ini aku ingin memanjakan diri dengan pergi menikmati suasana kota Jakarta di malam hari dan berharap bisa menghapuskan pikiranku dari Sean. Dia sudah membuatku dalam seminggu belakangan ini selalu membayangkan dirinya, mungkin benar apa yang dibilang Gio agar aku mencoba mendekatinya.

Seperti hari-hari biasanya jalanan di Jakarta yang selalu macet kembali membuatku stuck beberapa menit sebelum akhirnya tiba di Menara BCA tujuanku. Selesai memarkirkan BMW X5-ku, aku langsung menuju lift yang akan membawaku ke lantai 56. Berhubung ini merupakan hari kerja aku tidak perlu terlalu berdesakan di dalam lift. Lift berdenting dan pintu perlahan membuka, kulangkahkan kaki ke sisi kiri menuju area outdoor, angin pun bertiup menyambut kedatanganku.

Aku langsung memilih kursi santai berada di pinggir kolam renang, tidak lama kemudian seorang pelayan menghampiriku dan aku langsung memesan segelas Mojito kepada pelayan tersebut.

Sambil menunggu minuman yang kupesan aku melayangkan pandangan sekeliling menikmati pemandangan malam dari ketinggian. Tapi sepertinya mataku menangkap sosok yang menggunakan kemeja putih berjalan perlahan mendekatiku dan rasanya aku kenal sosok itu. Ya, aku mengenalinya tapi mungkinkah benar dia atau ini hanya imajinasiku saja?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status