Joe terhenyak, panggilan baru saja berakhir dan adiknya mengatakan jika Shelby adalah putri dari Russel Brown! Bagaimana mereka baru mengetahuinya sekarang? Jika rencana membunuh anak mafia itu masih dia dan Maddox lanjutkan, itu berarti dirinya akan siap kehilangan wanita yang sudah menjadi teman kencan tersebut. Sanggupkah dia berhadapan dengan Shelby, jika benar itu terjadi? Entahlah, Joe benar-benar kebingungan, terlalu syok dengan fakta yang terkuak beberapa menit lalu. Masih meraba-raba dengan situasi saat ini, Joe harus menenggak minuman yang dia beli di minimarket pom bensin lebih dulu untuk kembali menguasai diri. Dia duduk selama beberapa belas menit, mengatakan pada diri sendiri untuk cepat berpikir dan mengambil keputusan. Dirinya butuh menempuh tiga jam lebih untuk mencapai kediaman Russel, dan itu pun jika ada transportasi yang bisa membawanya lewat udara. Melalui jalan darat akan sangat panjang dan mustahil bisa mengejar Shelby. Tempat Russel tinggal adalah sebu
Shelby mencapai pulau dengan kapal sewa yang dia kemudikan sendiri. Tidak segera menuju kediaman Russel yang masih berjarak setengah jam lagi, wanita itu justru menghabiskan beberapa saat di dermaga hingga helikopter Joe Black mendarat di sana. Terkejut melihat pria yang dia cintai menyusul, Shelby menolak permintaan Joe yang meminta untuk mengurungkan niatnya. “Aku harus menanyakan, kenapa Russel membiarkan aku dan mama seperti manusia sampah selama ini!” Joe menghela napas berat, merebut botol minuman yang ada di tangan wanita itu. “Kita tidak akan datang tanpa persiapan, Shelby!” cetusnya. “Tunggu sampai bantuan datang!” Akhirnya, wanita itu mengalah. Mereka menanti di kapal, yang sebenarnya bisa saja terdeteksi oleh Russel. “Mustahil dia mengetahui kedatangan kita. Pelayan setianya sudah mati, ayahmu bisa jadi ada di rumahnya tanpa siapa pun.” Analisa Joe sepertinya benar, sebab selama mereka menunggu di kapal hingga menjelang tengah malam, tak ada satu pun yang datang mengus
Chapter 109. End of the Game Seiring matahari tenggelam, keesokan harinya, semua yang Jimmy kumpulkan merapat di pulau tersebut. Joe dan Shelby tampak kaget, sebab dia juga melihat Maddox serta Foxy. Satu sama lain saling menyapa, sementara Joe menggelengkan kepala tidak percaya. “Apa-apaan ini, Jim?!” Jimmy tertawa, merapatkan kapal dan melompat turun dengan gesit. Gibs di belakangnya tampak tidak kalah tangkas. Sepertinya Jimmy-Gibs telah menjadi sahabat dekat yang tak terpisahkan. “Kita akan menyudahi dengan pertempuran terepik, Joe!” Jimmy mengatakan bagaimana rencana ini telah dia rancang sedemikian rupa. “Memancing dalang sesungguhnya?” ulang Shelby kaget. “Apa maksudnya?” Maddox dan Foxy mendekat, mereka menambahkan apa yang telah didapatkan sejauh ini. Mendengar bagaimana semua sudah diperhitungkan, benar-benar mengejutkan Joe dan Shelby. “Aku menembak Josh sendiri dan itu bukan hanya sekali. Analisa kalian yang mencurigai dia masih hidup rasanya mustahil,” tangkis Joe.
Suara tangis bayi terdengar menambah kemeriahan pesta di halaman belakang kediaman Maddox. Apple dan April sibuk bergantian menggendong bayi mungil yang terbalut kain lampin ungu. Dia sangat cantik, mewarisi kejelitaan Shelby. “Jadi kau benar-benar pensiun dari semuanya?” tanya Tim Muller, sembari membalik steak di panggangan. Shelby tertawa tanpa suara, mengerling pada Joe yang tak berhenti menatapnya dengan mesra. Dia menjadi ayah yang bahagia, saat Shelby memberikan bayi mungil cantik dalam pernikahan mereka. “Entahlah, tawaran Nick sangat menggiurkan. Tapi, kupikir aku akan sedikit rehat untuk sementara waktu, sampai Bow besar nanti.” Wanita itu mengarahkan pandangan pada putrinya yang berada dalam dekapan Apple. “Aku bisa menjaganya, Shelby! Jangan khawatir, aku adalah pengasuh terhebat di kompleks rumahku!” tawar Apple dengan cepat. “Kuliahmu, Ape! Kau pikir bisa sekolah sambil mengasuh bayi?!” tukas April. “Aku kandidat yang sempurna, karena sebentar lagi akan lulus dan pu
Kantor polisi yang ada di pusat hiruk pikuk Las Vegas tampak hilir mudik perwira dan mobil patroli. Penuh dengan corak warna kriminalitas yang beragam, kesibukan para penegak hukum di tempat tersebut nyaris tak pernah berhenti. Menjelang siang, sosok perwira gagah dengan rambut hitam dan wajah keras tampak berjalan dengan ayunan kaki ringan. Tidak mempedulikan sekitar, pria dengan pancaran sinar tajam tersebut meneguk gelas kertas kopinya. Topi khas detektif Sherlock Holmes yang menjadi legenda selalu bertengger di kepala pria itu. Xander Maddox, detektif yang terkenal dengan sikap acuh dan penyendiri tersebut tiba di kantor menjelang pukul sepuluh. Hampir sebagian besar rekan kerjanya tidak menyukai pria tersebut. Selain karena kasar dan acuh, Maddox juga selalu menolak bekerja sama dalam tim. Akan tetapi Tim Muller, kaptennya, selalu mengandalkan dan menyukai Maddox. Pria itu menjadi satu-satunya manusia yang bisa mengendalikan detektif pembangkang tersebut. “Pagi!” sapa Tim pad
Tim membalik sosis panggang dan steaknya seraya berdendang mengikuti alunan musik dari tape. Pesta barbekyu kecil-kecilan yang diselenggarakan oleh keluarganya selalu berlangsung setiap akhir pekan jika ada waktu senggang. Pamela, istrinya, tak lama keluar dan menggotong sebuah cooler boks minuman bersama April, putri sulung mereka. “Kau yakin ini tidak terlalu banyak?” tanya istrinya dengan napas terengah. Tim menggelengkan kepala. “Dia akan datang dan tidak mungkin melewatkan steak wagyu ini!” tukas Tim tanpa ragu. “Jika Maddox tidak muncul sore ini, aku bersumpah akan mendiamkan dia selama sebulan penuh!” April terdengar mulai mengeluarkan ancaman yang selalu berhasil membuat Maddox melemah. Di halaman belakang Tim yang tidak terlalu besar, tapi sangat rindang dan nyaman tersebut, mereka menghabiskan banyak waktu berkualitas. April adalah putri sulung Tim yang sangat dekat dengan Maddox. Sedangkan Apple, putri keduanya, merupakan senjata Tim untuk meluluhkan pria pembakang t
“Hubungi beberapa saksi dan laporkan padaku segera! Jika aku bilang segera, itu berarti tidak lebih dari satu jam mendatang, Claire!” tegas Foxire dengan suara dingin. Sekretarisnya Claire mengangguk dan tidak membuang waktu lagi, berlalu dari ruang kantor pengacara Foxire Dawson. Wanita yang berusia tiga puluh tahun itu merupakan seorang pengacara yang sedang menanjak karirnya semenjak berhasil memenangkan kasus keracunan limbah pabrik dua tahun lalu. Foxire Dawson atau akrab dipanggil dengan Foxy terkenal sebagai wanita yang tegas dan ketus. Segala cara ia tempuh untuk memenangkan sebuah kasus. Meski demikian, Foxy selalu bermain rapi dan tidak ada yang bisa mengungkap trik kejinya dalam mendapatkan informasi atau memutar balikkan fakta. Wanita berambut pirang keemasan dengan wajah cantik seperti perempuan Yunani ini memiliki mata hijau terang. Wajahnya sangat menawan dan mempesona para lelaki. Sayangnya, Foxy adalah wanita misterius yang sulit dimengerti. Sebagai keponakan dar
Telepon itu ditutup oleh Tim dengan setengah dibanting. Wajahnya memerah dan napasnya memburu. Mark Parker, Sherriff yang menjadi kepala polisi di Las Vegas, barusan menelepon untuk menegaskan kembali supaya dirinya segera mengontrol Maddox. Masih tergiang di telinganya mengenai sepak terjang Maddox yang membuat Jimmy babak belur. “Sudah kukatakan padamu, Tim! Maddox harus membenahi tingkah lakunya atau dia keluar dari kesatuan kita!” teriak Mark murka. Jimmy merupakan salah satu pebisnis yang berada dalam daftar istimewanya. Mark tidak bisa berbuat apa-apa karena kepala imigrasi dan wali kota Las Vegas berada di pihak bajingan tua tersebut. Entah berapa nilai suap yang Jimmy berikan, tapi yang pasti Mark memilih untuk tidak terlibat. Keharusannya untuk memenuhi perintah pejabat negara adalah salah satu hal yang tidak tertulis di dalam job description-nya, namun wajib dan mutlak dilakukan. Jimmy selama ini kebal hukum bukan tanpa alasan. Akan tetapi Maddox mengobrak abrik kasino