“Hubungi beberapa saksi dan laporkan padaku segera! Jika aku bilang segera, itu berarti tidak lebih dari satu jam mendatang, Claire!” tegas Foxire dengan suara dingin.
Sekretarisnya Claire mengangguk dan tidak membuang waktu lagi, berlalu dari ruang kantor pengacara Foxire Dawson.
Wanita yang berusia tiga puluh tahun itu merupakan seorang pengacara yang sedang menanjak karirnya semenjak berhasil memenangkan kasus keracunan limbah pabrik dua tahun lalu. Foxire Dawson atau akrab dipanggil dengan Foxy terkenal sebagai wanita yang tegas dan ketus.
Segala cara ia tempuh untuk memenangkan sebuah kasus. Meski demikian, Foxy selalu bermain rapi dan tidak ada yang bisa mengungkap trik kejinya dalam mendapatkan informasi atau memutar balikkan fakta.
Wanita berambut pirang keemasan dengan wajah cantik seperti perempuan Yunani ini memiliki mata hijau terang. Wajahnya sangat menawan dan mempesona para lelaki. Sayangnya, Foxy adalah wanita misterius yang sulit dimengerti.
Sebagai keponakan dari seorang calon gubernur Nevada tersebut, Foxy cukup serius terlibat dalam politik serta sesekali membantu dalam kampanye pamannya.
Perempuan cerdas yang menyandang gelar master dalam bidang hukum ini lebih serius menjalani karirnya sebagai pengacara.
Siapa pun tahu bahwa di daerah tersebut ada seorang devil lawyer yang handal dan telah memiliki nama cukup mentereng di kalangan elit Las Vegas, yaitu Foxire Dawon.
Telepon berdering dan dengan malas Foxy mengangkat. Claire memberitahu jika pamannya sudah ada di luar dan ingin bertemu dengannya.
“Suruh dia masuk!” sahut Foxy sedikit jengkel.
Beberapa detik kemudian, pintu terkuak dan pria dengan tubuh sedikit gempal namun masih dalam bentuk kekar muncul. Bajunya sangat rapi dengan dasi yang bernilai ratusan dolar. Jangan pertanyakan nominal harga jas pria tersebut, Josh Bill Harten adalah pria dandi dengan penampilan eksklusif.
Rambutnya yang tersisir rapi dan sedikit pirang membuatnya semakin terlihat sebagai politikus sejati.
“Aku sangat sibuk, Josh. Tidak seharusnya kau muncul mendadak begini,” sapa Foxy dengan wajah dingin.
Pamannya tersenyum dan langsung duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan tersebut.
“Kapan kau akan memulai memanggilku paman, Fox?” sambut Josh tidak terlihat terganggu dengan sebutan keponakannya.
Foxy meliriknya sekilas dan kembali fokus di laptop.
“Kau mungkin membesarkan aku, tapi tidak ada kewajiban untuk melarangku memanggil namamu! Sudah kubayar semua hutang budiku, bukan?” jawab Foxy tanpa menutupi kesinisannya.
Josh tersenyum miring.
“Kau benar-benar mirip denganku! Aku bahkan terkadang lupa bahwa kau bukan anakku!”
Pujian yang terlontar mencerminkan bahwa hubungan mereka sangat dekat. Meski sering terlontar kata-kata pedas dan sinis, terkadang kecaman yang cukup tajam, namun mereka memahami satu sama lain.
“Aku ingin menanyakan kembali kesanggupanmu untuk bergabung dalam timku. Aku butuh seseorang yang cerdas dan memahami visi juga misiku, Fox. Eric sepertinya tidak begitu mengerti itu semua. Tidak tahan rasanya ingin memecat pria bodoh itu!”
Foxy tersenyum sama dan masih mengerjakan kesimpulan akhirnya untuk sidang besok pagi.
“Aku sedang dalam puncak karirku, Josh! Terjun ke dunia politik terlalu mudah dan aku benci intriknya yang norak, karena pencapaian yang kudapatkan tidak sebanding dengan kerja keras!”
“Kali ini saja, bantu pamanmu yang sudah tua ini! Setelah aku naik dan menjadi gubernur Nevada, kau juga akan mendapat keuntungan karena bisa melebarkan sayapmu sebagai pengacara elit!”
Tawaran Josh begitu menggiurkan bagi Foxy.
Wanita itu berhenti mengetik dan menatap pria dengan kisaran umur setengah abad lebih dengan ragu.
“Kau pernah mengecewakan aku dengan memilih simpanan rambut merahmu itu! Aku jauh lebih tepat dan kompeten untuk menduduki posisi direktur pertambangan, Josh! Dan dengan mudahnya kau tendang keponakanmu ini hanya karena kau tidur dengannya!”
Josh tersenyum lebar dan mengedikkan bahu.
“Aku ini lelaki, Foxy! Bukan pria tua yang sudah impoten! Tentu saja otak dan nalarku kalah dengan testoronku!”
Foxy menggelengkan kepala seraya mencibir.
“Aku sangat menyayangkan Marybeth yang begitu setia dan tutup mata atas semua tindak tandukmu, Josh!”
Josh mengubah posisi duduk lebih tegak dan kali ini sangat serius.
“Fox, aku mungkin bajingan dan tidak pernah menjadi suami yang baik. Tapi aku punya misi dan visi yang bisa mengubah pandangan orang tentang keluarga kita!”
“Keluarga kita sudah hancur, Josh! Itulah alasanku mengubah nama belakangku menjadi Dawson dan bukan lagi Harten!” cibir Foxy.
“Tega sekali kau berkata seperti itu! Leluhur kitalah yang paling berjasa membangun Las Vegas menjadi seperti sekarang! Tapi apa yang mereka dapatkan? Nol besar! Orang-orang itu mengkhianatinya dan membuat ayahmu dan aku merangkak serta hidup dalam kemiskinan juga terhina!”
“Dan kau ingin membalas semuanya? Klise! Itulah hukuman untuk manusia yang menciptakan kota ini sebagai kota penjudi! The sin city, itulah sebutan untuk Las Vegas jika kau sudah lupa! Dan itu berkat leluhur kita!” Foxy terlihat begitu membenci latar belakang keluarganya.
“Jangan membahas tentang dosa. Kau terdengar sangat menggelikan, Fox! Segala kelicikan dan tipu dayamu dalam memenangkan kasus juga tidak semanis yang aku dengar!” tawa Josh terdengar sumbang. Foxy mengangkat alisnya sebelah.
“Kurasa kita berdua cukup memahami diri masing-masing bukan?” balas Foxy dengan santai.
Josh menghela napas dan mengibaskan tangannya seraya membetulkan jas.
“Aku tidak akan memohon jika ini hanya mengenai diriku saja.” Ucapan Josh yang terakhir menyentuh Foxy dan wanita itu mengangkat dagunya.
“Masa depan kota dengan sejarah ini harus kita pertahankan.” Josh lagi-lagi melontarkan kalimat yang membuat keponakannya tidak lagi bisa mengelak.
“Baiklah! Aku akan membantumu naik menjadi gubernur! Tapi setelah itu, jangan pernah ganggu hidupku lagi!”
Mata Josh terbeliak dan senyum lebar mengembang.
“Keputusan yang bijak, Foxy!”
Pamannya berdiri dan mengancingkan jas kembali. Foxy tidak menanggapi. Wanita itu kembali pada pekerjaannya yang tertunda. Josh melenggang keluar dengan siulan riang.
Telepon itu ditutup oleh Tim dengan setengah dibanting. Wajahnya memerah dan napasnya memburu. Mark Parker, Sherriff yang menjadi kepala polisi di Las Vegas, barusan menelepon untuk menegaskan kembali supaya dirinya segera mengontrol Maddox. Masih tergiang di telinganya mengenai sepak terjang Maddox yang membuat Jimmy babak belur. “Sudah kukatakan padamu, Tim! Maddox harus membenahi tingkah lakunya atau dia keluar dari kesatuan kita!” teriak Mark murka. Jimmy merupakan salah satu pebisnis yang berada dalam daftar istimewanya. Mark tidak bisa berbuat apa-apa karena kepala imigrasi dan wali kota Las Vegas berada di pihak bajingan tua tersebut. Entah berapa nilai suap yang Jimmy berikan, tapi yang pasti Mark memilih untuk tidak terlibat. Keharusannya untuk memenuhi perintah pejabat negara adalah salah satu hal yang tidak tertulis di dalam job description-nya, namun wajib dan mutlak dilakukan. Jimmy selama ini kebal hukum bukan tanpa alasan. Akan tetapi Maddox mengobrak abrik kasino
Dengan lincah Jean mengetik laporan dari tiap polisi dan detektif yang baru menyerahkan kasus yang sudah selesai. Wanita itu berperan cukup penting dalam departemen kepolisian yang Tim pimpin. Selain memasukkan setiap dokumen dan arsip, Jean juga sangat mahir dalam melacak lokasi dan bisa meretas jaringan rahasia. Untunglah manusia seperti Jean bekerja di bidang hukum. Jika seseorang menemukan bakatnya untuk menggunakan dalam kejahatan, mungkin banyak pihak yang akan mengalami kerugian. Maddox muncul dan meletakkan setumpuk dokumen Jimmy di mejanya. “Case closed?” tanya Jean dengan wajah mengernyit. Kacamatanya membuat Jean semakin menarik. Meski lelaki bukan orientasi seksnya, namun banyak pria yang ingin mengajaknya berkencan. “Terpaksa case closed! Aku menyesal tidak membunuhnya!” sahut Maddox geram. Pria itu menyambar gelas cappuccino yang ada di atas meja dan sementara meneguk serta tolak pinggang, matanya menatapa ke arah layar televisi yang tertempel di dinding kantor Je
Takdir manusia seperti benang yang terentang tak terputus kecuali oleh kematian. Seperti sebuah sulur-sulur tipis yang teratur, meskipun milyaran benang yang ada mengarah pada ribuan kemungkinan bersinggungan dengan untaian yang lain. Anehnya, di antara serba kemungkinan tersebut terkadang muncul sesuatu yang dibutuhkan. Misteri dari sebuah kebetulan dan pertemuan memang tidak bisa dipecahkan oleh siapa pun juga. Pagi itu Jean sedang membenahi sebuah file imigran yang Tim ingin dapatkan statistiknya. Berdasarkan bantahan Maddox yang mengatakan jika Jimmy sudah sangat keterlaluan, Tim menjadi terusik dan bermaksud menyelidiki lebih jauh. Laporan imigran gelap yang pernah tertangkap mereka telisik lebih mendalam dan Tim mengandalkan Jean untuk mengakses jaringan departemen imigrasi secara diam-diam, untuk mendapatkan data rahasia mereka. Sejauh ini, Tim mendapatkan informasi jika Jimmy bukanlah nama asli dari pria tersebut. James Arthur Ficher adalah nama asli si tua brengsek ters
“Hal yang paling aku takutkan sepanjang hidupku adalah bertemu dengan keluarga besarku,” cetus Claire dengan putus ada menatap layar ponsel canggihnya. Pesan dari paman Claire yang mengatakan untuk kembali saat thanksgiving membuat wanita itu menciut dan kehilangan semangat. “Seharusnya kau berbahagia karena masih memiliki keluarga!” cetus Foxy tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang ia tanda tangani. “Jadi kau berharap memiliki keluarga? Pamanmu Josh sudah memberimu keluarga bukan?” tanya Claire, seakan tidak terima jika dia berada di posisi yang salah sendirian. “Apa yang dia berikan lebih seperti sebuah lembaga yang membesarkan dan mengantarkan aku menuju kesuksesan. Tidak ada kehangatan atau kedekatan keluarga!” Foxy menekankan tiap kata dengan tajam. Claire mengedikkan bahu dan menerima dokumen yang telah Foxy tanda tangani. “Berarti kau sama kacaunya denganku!” simpul Claire seraya meninggalkan Foxy. Pengacara sukses itu menghela napas pendek dan memejamka
“Membeli properti? Menyedihkan sekali alasanmu!” Maddox menarik sudut bibirnya, hingga membentuk senyum menjengkelkan. Foxy mendelik dan membanting pintu mustang itu sekuatnya. Belum apa-apa, pria itu sudah menunjukkan sikap yang tidak menyenangkan. “Hei! Jika mustangku terluka, aku akan menuntutmu!” teriak Maddox seraya mengacungkan jarinya. Wanita itu tidak peduli dan duduk dengan ekspresi mendongkol. Mobil Maddox meninggalkan parkiran gedung kantor Foxy dengan kecepatan sedang. Tanpa ada pembicaraan yang lain, laju mobil terus melewati jalan raya Las Vegas yang cukup padat di siang hari. Foxy tidak tahu tujuan mereka, hingga akhirnya Maddox melewati persimpangan utama di Las Vegas Strip. “Kita mau keluar kota?” tanya si pengacara dengan wajah kebingungan. Maddox tidak menjawab. Ia sibuk mencari rokok yang ada di dashboard mobilnya. Setelah mendapatkan sebungkus nikotin yang ia inginkan, Maddox menyalakan sebatang dan dengan ekspresi lega menghisap dalam-dalam. “Peter memi
Begitu melihat Maddox masuk ke ruangan, Jean yang sedang menagih laporan dari Chris segera menghampirinya. “Laporanmu!” tangannya teracung dengan telapak terbuka. “Kau masih belum menyerahkan laporan kasus terakhir!” tagih Jean dengan wajah judes. “Dan Tim menunggumu di kantor, karena sepertinya kau meninggalkan pengacara cantik di tengah gurun!” sambung Jean, setelah Maddox memberikan tumpukan dokumen padanya. Maddox tidak menjawab, namun segera melangkah menuju ke kantor kaptennya. Begitu melihat, Tim segera mengakhiri panggilan dan menutup ponsel buru-buru. “Kau benar-benar tidak bisa diandalkan! Kenapa kau perlakukan Nona Dawson begitu buruk, Mad?!” “Dia menghina dan mencemooh kemampuanku! Dia yang menolak untuk kubantu!” “Lalu kau meninggalkan dia di tengah padang gurun?!” “Padang gurun? Jangan berlebihan, Tim!” “Mr. Muller bukan Tim! Aku bukan rekanmu!” Maddox menatap Tim dengan tidak percaya. “Kau marah meskipun aku benar? Siapa yang keterlaluan sekarang?!” Maddox be
Maddox menelusuri semua bukti dan dokumen yang ada di dalam file dan mempelajari satu persatu. Papan tulis putih telah penuh dengan coretan yang merupakan petunjuk dan peta yang hanya Maddox sendiri mengerti. Tim melihat dari kursinya dan tidak berniat mengganggu. Baginya menemani Maddox hanyalah untuk menghindari kecaman kedua putrinya mengenai perdebatan mereka tadi sore. Wanita tomboi dengan tindikan di bibir dan hidungnya muncul dan membawa tiga gelas kopi untuk kedua rekannya. “Itu yang tidak dilakukan oleh Chris! Semua tercatat dalam otak dungunya, sementara kapasitas otaknya tidak memadai!” Komentar Jean ditanggapi oleh Tim dengan tawa kecil. Tidak sedikit pun Maddox terusik untuk menimpali. Ia terus merangkai semua bukti dengan coretan di papan tulis. Konsentrasinya penuh tertuju pada kasus pembunuhan berantai yang telah menelan korban tujuh wanita muda. “Pembunuh ini benar-benar biadab. Tidak akan ada ampun baginya kali ini!” gumam Maddox ketika melihat foto-foto korban
Kepulan asap itu berkumpul, sementara akses udara satu-satunya hanya terdapat jendela yang tidak begitu lebar. Dua manusia duduk dengan sikap berlawanan. Tim dengan bahasa tubuh kebapakan, sementara Maddox sibuk menikmati kopi dinginnya dengan nikotin di jarinya. Mendengar Tim berbicara padanya di ruang makan apartemen kecilnya yang sempit, membuat perasaan Maddox menjadi kebas. Perasaan kecewa yang bergejolak di dalamnya ternyata justru berdampak lain saat ini. Maddox kehilangan minat untuk melawan, apalagi membantah. Kali ini, pria itu tidak mengeluarkan kata-kata kasar. Sikapnya tampak tenang dan muncul keinginan untuk menghindar, mungkin menyendiri sementara waktu. Menghela napas panjang, Maddox mematikan rokok di asbak dan berjalan santai ke arah pintu lalu membukanya. “Pergilah, Tim. Akan kuikuti semua perkataanmu tapi tinggalkan aku sendiri.” Wajahnya melukiskan sebuah ekspresi yang sulit untuk dipahami. Tim tampak terkejut hingga lupa bicara selama beberapa detik. Dia ti