Share

Secret Agent Maddox
Secret Agent Maddox
Penulis: Theresia Rini S

Chapter 1. Life at Las Vegas

Kantor polisi yang ada di pusat hiruk pikuk Las Vegas tampak hilir mudik perwira dan mobil patroli. Penuh dengan corak warna kriminalitas yang beragam, kesibukan para penegak hukum di tempat tersebut nyaris tak pernah berhenti.

Menjelang siang, sosok perwira gagah dengan rambut hitam dan wajah keras tampak berjalan dengan ayunan kaki ringan. Tidak mempedulikan sekitar, pria dengan pancaran sinar tajam tersebut meneguk gelas kertas kopinya.

Topi khas detektif Sherlock Holmes yang menjadi legenda selalu bertengger di kepala pria itu. Xander Maddox, detektif yang terkenal dengan sikap acuh dan penyendiri tersebut tiba di kantor menjelang pukul sepuluh.

Hampir sebagian besar rekan kerjanya tidak menyukai pria tersebut. Selain karena kasar dan acuh, Maddox juga selalu menolak bekerja sama dalam tim.

Akan tetapi Tim Muller, kaptennya, selalu mengandalkan dan menyukai Maddox. Pria itu menjadi satu-satunya manusia yang bisa mengendalikan detektif pembangkang tersebut.

“Pagi!” sapa Tim pada seluruh timnya saat briefing.

Tidak ada tanggapan, semua mulut bungkam serta menunjukkan wajah tidak suka. Bukan karena antipati terhadap Tim, tapi kehadiran Maddox yang selalu dibela kapten mereka membuat rekan kerjanya muak.

“Terima kasih telah menyelesaikan kasus pembobolan bank terakhir!” Tim melirik ke arah Maddox, sembari membuka dokumen yang akan ia tugaskan pada timnya hari ini. “Kerja yang bagus, Maddox!”

“Yah, selalu Maddox! Si Anak Emas yang memborong penghargaan!” cibir Luke dari belakang.

Komandannya tersenyum samar, tampak tak terganggu oleh komentar tersebut. Selanjutnya Tim membacakan satu persatu tugas masing-masing, lalu menyudahi dengan pandangan menyeluruh.

“Tugas juga sudah ada di papan, silakan periksa dan selamat bersenang- senang!” pungkas Tim mengakhiri briefing singkat pagi itu.

Semua meninggalkan ruangan dengan terburu-buru seperti ingin menghindar. Maddox tinggal sendiri bersama Tim, dengan kepulan asap yang terjepit di bibirnya.

“Aku merasa semua orang semakin menyukaiku!” cetus Maddox dengan sinis.

Tim tertawa, menyerahkan beberapa lembar kertas padanya.

“Kau selalu menjadi yang terfavorit di kepolisian kita!” timpal Tim.

Maddox membaca rangkuman kasus yang tertulis pada tiap lembaran. Wajahnya tanpa ekspresi dan tampak tidak berminat. Seraya bangkit, ia menyodorkan kembali kertas tersebut pada Tim. Mata birunya menatap sang komandan dengan tajam.

“Serahkan pada Chris. Aku ada urusan.”

Maddox menjauh dari kaptennya dengan langkah panjang.

“Mad! Kau tidak bisa selalu seperti ini!” protes Tim tampak berang. Maddox tetap melangkah tanpa menoleh kembali.

“Aku harus menuntaskan pembicaraan dengan Jimmy!” teriak Maddox, lalu lenyap di balik pintu. 

Jimmy adalah pemilik kasino yang kini dicurigai mempekerjakan gadis muda dari Asia secara ilegal. Maddox sudah mengincar dan ingin segera menguak kelicikan pria tua yang berpenampilan koboi tersebut. Secara tidak sengaja, Maddox menemukan fakta bahwa Jimmy telah menyogok bagian imigrasi untuk tidak menyidak kegiatan bisnisnya selama ini.

“Sial!” umpat Tim dengan kesal. 

Terkadang penyesalan selalu ia rasakan setiap menghadapi sikap Maddox yang semau sendiri. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, karena Maddox telah membuktikan diri sebagai detektif ulung, yang selalu berhasil memecahkan kasus rumit, di mana rekan lainnya tidak bisa tangani.

Menjadi bagian dari kepolisian Las Vegas yang memiliki pimpinan tertinggi Sheriff, Tim juga mendapat tekanan dari atasannya untuk menertibkan Maddox dalam bertugas.

Jika penjahat yang menjadi buruannya adalah dari kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak, Maddox tidak pernah membiarkan buronannya hidup. 

Para penjahat sangat gentar sekaligus mencari kesempatan untuk bisa membalas dan menjebak Maddox. Namun mereka selalu selangkah lebih lambat, sementara pria itu selalu unggul dalam segala hal.

Meski begitu, penampilannya yang tampan dengan rambut ikal panjang yang diikat sembarangan, menjadi daya tarik tersendiri.

Tato yang menghiasi tangannya membuatnya sebagai detektif macho yang mampu meruntuhkan para wanita yang tidak mengenalnya dengan baik, tapi dia bukanlah pria hidung belang. Selama ini Maddox tidak pernah terlibat dalam percintaan serius.

Hidupnya selalu ia curahkan dalam pekerjaan. Gayanya untuk bersantai adalah dengan minum sendiri di sebuah bar kecil yang berada di ujung kota Las Vegas.

Kota yang terkenal sebagai kota judi dunia tersebut tidak mampu menggoyahkan pribadinya menjadi pria yang tenggelam dalam hidup serba mewah, meski itu adalah pilihan rekan lainnya.

“Aku bersumpah akan mengalahkan dia suatu saat nanti!” desis Chris geram. Detektif tampan berambut pirang itu selalu ingin menyaingi Maddox.

“Yeah! Dalam mimpimu!” cibir Jean Lockey. 

Wanita yang bekerja di bagian administrasi kepolisian sebagai pengolah data ini, menjadi satu-satunya pendukung Maddox. Jean adalah perempuan penyuka sesama jenis yang kutu buku dan dianggap wanita aneh. 

Jean juga seorang ahli komputer dan memiliki kemampuan meretas jaringan paling rahasia negara. Maddox mendapatkan kemudahan dalam mendapat informasi dari Jean.

“Aku akan membuktikannya, Lockey! Jangan panggil aku Chris Harlow jika tidak bisa menjadi pemenang!” bantah Chris jengkel. 

Jean mengibaskan tangannya dan berlalu dengan acuh.

Berbanding terbalik dengan Maddox, Chris Harlow adalah detektif yang menjadi pujaan rekan-rekan kerjanya. Perwira yang satu itu cukup cemerlang dan menjadi kesukaan kepala polisi pusat, atasan Tim Muller. 

Semua tahu jika Chris selalu mencoba menjatuhkan Maddox, serta ingin mengungguli kinerja si detektif pembakang, tapi sayangnya selalu gagal.

Secara fisik Chris memang menarik. Pria berambut pirang dengan mata hijau menawan ini memiliki postur mempesona dan menjadi pujaan rekan kerja wanitanya. Tapi jika dibandingkan Maddox, dia akan selalu menjadi yang kedua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status