แชร์

7 || Pertemuan kembali

ผู้เขียน: Ayzahran
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-03-03 23:34:54

Rara merasa tidak asing dengan suara wanita itu, dia seperti pernah mendengar suaranya. Tatapan Rara kembali mengarah pada Aldebaran yang menyentak tangan wanita itu dengan kasar.

“Aku masih sama. Tidak berubah!” jawab Al tegas.

Rara mengingatnya. Dia wanita yang pernah menelepon Aldebaran. Raut Rara berubah ketika mengingat perkataan Angga waktu itu.

Dia pasti Monika, batin Rara menerka.

“Aku merindukanmu, Al. Bisakah kita bicara berdua saja?” tanyanya. Dia menoleh ke arah Rara.

Rara menyadari maksud tatapan wanita itu, mencoba untuk melepaskan diri. Tidak berhasil. Aldebaran makin mengencangkan cengkeramannya. Rara bahkan meringis dengan suara tertahan. Rasa perih menjalar di area pergelangan tangan.

“Aku sibuk! Tidak punya waktu untuk bicara denganmu!” kata Aldebaran tanpa menatap wanita itu.

“Sekali ini saja, biarkan aku menjelaskan semuanya!”

“Aku tidak membutuhkan penjelasan apa pun darimu, Nyonya Monika David Bailey!” sentak Aldebaran dengan penuh penekanan.

Aldebaran kembali melanjutkan langkahnya. Wajahnya memanas, asap kemarahan sudah mengepul. Dia membuka pintu mobil lalu mendorong tubuh Rara masuk ke dalam dengan kasar. Hampir saja kepala Rara terbentur dashboard.

Rara meringis kesal. Dia memperbaiki posisi duduk dan memasang sabuk pengaman.

Aldebaran segera memutar menuju pintu kemudi, lalu menutup pintu dengan keras tanpa memedulikan Monika yang terus mengetuk kaca mobil.

Aldebaran menginjak pedal gas dan membiarkan Monika sendirian di tempat.

Aldebaran melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Rara hanya berpegang erat, dia merasa takut. Aldebaran tidak bisa mengendalikan kemarahannya. Kenapa harus semarah itu? Rara bahkan kena imbasnya.

“Pak Al, pelankan mobilnya. Kita sedang berada di jalan raya. Tolong tenangkan dirimu, Pak. Aku masih muda, Pak. Belum mau mati!” teriak Rara takut.

Aldebaran tidak menggubris, dia menambah kecepatan mobilnya. Rara sangat ketakutan, jantungnya seakan mencelos melihat Aldebaran yang sama sekali tidak bisa dibujuk. Dia terus menyalip beberapa kendaraan di depan. Sebagian pengendara lain memekik klakson karena ulah Aldebaran yang hampir membuat kecelakaan lalu lintas.

Rara hanya bisa berdoa, berharap ibunya akan baik-baik saja jika terjadi apa-apa padanya.

“Pak Al, aku mohon, hentikan mobilnya!” teriak Rara lagi.

Dari kejauhan, lampu lalu lintas sudah berwarna hijau dan sebentar lagi akan berganti warna. Aldebaran makin menggila, dia menyalipkan mobilnya hingga tubuh Rara meliuk-liuk. Rara mencengkeram sabuk pengaman. Kedua matanya terpejam menerima hasil akhir dari ujung perjalanannya. Dia pasrah. Menyerahkan hidup pada yang Mahakuasa.

Seakan melayang, nyaris sepersekian detik. Mobil Aldebaran lolos dengan selamat. Suara rem berdecit, Aldebaran berhenti mendadak tepat di bahu jalan. Mereka benar-benar beruntung. Beberapa kendaraan yang melintas, melayangkan sumpah serapah padanya. Aldebaran tidak mengindahkan. Napasnya memburu, seluruh puncak kemarahan ia lampiaskan tanpa memperhitungkan risiko yang berakibat fatal.

Rara masih mencoba menenangkan diri, dia melirik takut ke arah Aldebaran yang kemarahannya mulai menyusut—reda dengan perlahan-lahan.

Jantung Rara berpacu cepat, masih terasa takut walau dia mengembuskan napas berulang-ulang. Situasi menegangkan pertama kali baginya. Rara membuka pintu, kakinya gemetaran tidak kuat berpijak. Rasa mual mulai menjalar di kerongkongan. Perutnya yang kosong membuat Rara makin lemas.

“Apa yang kaulakukan di situ? Cepat masuk!” perintah Aldebaran.

Rara mengangkat lima jari ke udara. “Satu menit saja, Pak. Aku hanya perlu udara segar sebentar!”

Rara membuka botol kemasan air mineral yang masih dia pegang sejak tadi. Dengan tergesa-gesa Rara meneguk hingga hampir habis. Rara mendesah lega, merasa lebih baik. Mendadak, dia menyadari air yang baru saja diminumnya itu milik Aldebaran. Rara lantas berdiri dengan sigap. Dia segera masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang.

“Maaf, Pak. Aku tidak sengaja meminumnya.”

Aldebaran tidak menanggapi. Dia kembali menjalankan mobilnya.

“Pak Al tidak akan melakukan hal seperti tadi ‘kan?” Tangan Rara refleks menyentuh punggung tangan Aldebaran.

“Pindahkan tanganmu! Aku bahkan tidak membawa hand sanitizer.” Guratan tidak suka tercetak jelas di wajah Aldebaran.

Rara melepaskan tangannya. Dia merutuk kesal dalam hati.

“Hari ini kau pulang saja!” kata Aldebaran lagi. Pandangannya lurus ke depan. Mobilnya melaju sedang. Rara hanya mengangguk, dia memilih diam tidak ingin berkata apa pun. Suasana hati Aldebaran sedang tidak baik. Gara-gara wanita bernama Monika, nyawanya hampir melayang. Wanita itu sangat meresahkan. Dia pasti melakukan kesalahan besar sehingga Aldebaran semarah tadi.

Aldebaran menepikan mobilnya di halte bus. Rara segera turun. Belum sempat Rara mengucapkan sepatah kata, mobil Aldebaran sudah lebih dulu pergi.

“Dasar pria arogan. Aku mau ucapkan terima kasih.” Rara berdecak. “Dibalik sikapnya yang angkuh, dia memiliki hati yang rapuh. Wanita itu pasti sangat menyakitinya.”

Langkah Rara menuju kursi yang tampak kosong. Dari kejauhan seseorang mengambil gambarnya dengan diam-diam. Orang itu segera pergi begitu mendapatkan yang dia inginkan.

***

Rara baru saja sampai di rumah. Sebelumnya, dia singgah di apotek terdekat membeli obat untuk Nirmala dan membeli mie instan juga beberapa butir telur. Rara berusaha menghemat pengeluarannya sampai tanggal penerimaan gajinya.

“Assalamualaikum, Ibu. Rara pulang!”

Nirmala yang berada di dapur, berjalan perlahan untuk menyambutnya.

“Rara sudah pulang? Ibu kira sore nanti.” Nirmala lantas duduk di kursi tua yang sudah lapuk.

Rara mengulum bibir. Dia lupa kalau belum memberitahukan Nirmala mengenai pekerjaannya. Rara sudah harus berkata jujur hari ini.

Rara mendekat, duduk bersimpuh di kaki ibunya. Rara memegang kedua tangan Nirmala seraya menarik napas dalam.

“Sebenarnya Rara tidak jujur sepenuhnya sama Ibu.” Rara menatap lekat kedua iris cokelat bening milik Nirmala.

“Apa ada yang Rara sembunyikan dari ibu?”

Rara mengangguk pelan. Dia mencium punggung tangan Nirmala dengan lembut. Menelungkupkan wajahnya dengan rasa bersalah yang membuncah.

“Rara tidak lagi bekerja di perusahaan yang menerima Rara. Rara dipecat atas kesalahan kecil dan ....”

“Rara dipecat?” Nirmala menyela. Tatapannya terlihat sendu. Rara mendongak, menatap wajah Nirmala.

“Tapi Ibu tidak usah khawatir. Rara diperkerjakan kembali oleh orang yang sudah memecat Rara menjadi asisten pribadinya.” Rara menjelaskan, berharap Nirmala bisa menerima itu. Dia sangat takut jika pengakuannya membuat kesehatan Nirmala terganggu, mengingat kondisi jantung Nirmala yang tidak baik.

Senyum Nirmala tersimpul hangat. Tangannya mengusap rambut Rara dengan lembut.

“Rara sudah berjuang keras. Pekerjaan apa saja Rara lakukan hanya untuk mencari makan. Sekalipun menjadi asisten pribadi, ibu tetap mendukung pekerjaan yang Rara lakukan, asalkan mendapat uang yang halal,” tutur Nirmala memeluk anak semata wayangnya itu.

“Terima kasih, Bu. Rara lega sudah memberitahukan pada Ibu. Sebelumnya, Rara takut karena memikirkan kondisi jantung Ibu. Tapi sekarang Rara akan berjuang keras mengumpulkan uang agar Ibu bisa di operasi,” pungkas Rara memeluk Nirmala.

“Rara juga jangan bekerja terlalu keras, ibu tidak ingin kalau Rara sampai sakit.”

Rara menggeleng. Dia makin mengeratkan pelukannya. “Rara cuma punya Ibu dan Rara akan terus berjuang agar Ibu bisa sembuh.

Nirmala terenyuh—mengusap punggung Rara dengan senyum yang terukir. []

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Secret Identity   EPILOG

    Rara telah bersiap dengan balutan gaun pengantin. Dia benar-benar tampak cantik dan anggun. Aldebaran melamarnya dengan cara tak terduga. Lamaran yang dilakukan Aldebaran sampai viral di berbagai media sosial. Akun i*******m milik Rara dan Aldebaran dibanjiri komentar positif dan ucapan selamat. Momen itu juga ditayangkan di TV nasional selama hampir seminggu. Bahkan beberapa pihak berbondong-bondong menawarkan endorse untuk pernikahan mereka. Hari pernikahan mereka juga sengaja ditayangkan secara langsung dari salah satu stasiun TV dengan rating tertinggi. Rara merasa gugup. Berkali-kali Rara menghela napas. Jantungnya seakan mencelos menunggu akad nikah mereka dimulai. "Kau sangat cantik, Ra!" Monika mendekat seraya memuji. Dia tersenyum tulus melihat dari pantulan cermin. "Terima kasih, Kak! Aku sangat gugup." "Al tidak kalah lebih gugup darimu. Dia masih terus berlatih mengucapkan ijab kabul agar tidak salah." Rara tersenyum h

  • Secret Identity   EXTRA PART

    Rara menggeliat, meregangkan otot-otot. Matanya mengerjap lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Di sinilah Rara, masih tidak percaya berada di kamar sendiri. Seperti mimpi yang panjang baginya.Rara menyibak selimut, merapikan tempat tidurnya. Rara bergegas keluar mendapati Nirmala dan Monika di ruang makan sedang mempersiapkan sarapan."Pagi adikku, Sayang!" Monika menyapa. Tidurmu nyenyak?"Rara mengangguk. "Sangat nyenyak. Bagaimana dengan Kak Monika?""Aku juga. Aku akan merasa nyaman jika tinggal lama di sini!""Tinggal lah selama mungkin. Aku sangat senang jika Kak Monika tinggal di sini!""Benarkah? Apa boleh, Bu?" Monika melirik ke arah Nirmala."Tentu saja. Kau tidak perlu meminta izin.""Kalau dengan ayah, juga boleh?" Monika melempar tatapan ke arah Rara.Nirmala diam sejenak. Rara dan Monika menunggu jawaban Nirmala. "Tergantung usahanya mendapatkan hati ibu kem

  • Secret Identity   77 || Akhir Dari Segalanya (END)

    Aldebaran dan Rara merencanakan janji untuk bertemu setelah Rara melakukan pekerjaan Aldebaran. Mereka akan bersama-sama mencari wanita tua itu. Sebelumnya, Rara dan Aldebaran sudah mencari tahu kue yang dibeli Firman. Dari ucapan Firman, dia tidak membeli di tempat yang Aldebaran maksud dan penjual kue itu bukan wanita tua melainkan wanita muda. Saat ini, Rara sibuk melakukan syuting iklan terakhir sebelum akhirnya dia mengambil libur panjang untuk beberapa bulan ke depan. Aldebaran meminta Rara untuk tidak menerima tawaran karena dia ingin mengajak Rara berlibur membawa Nirmala yang sejak dulu ingin sekali pergi ke Korea. Nirmala sangat gemar menonton drama dari Negeri Gingseng itu. Aldebaran ingin memberikan kejutan sebagai Rara dengan mengajaknya ke sana. "Bu, apa yang bisa Rara bantu?" tanya Aldebaran setelah membereskan kamar Rara. Dia sudah memutuskan tinggal bersama Nirmala. "Rara bantu ibu pergi ke pasar. Ada beberapa bahan masakan yang harus dibeli.

  • Secret Identity   76 || Menerima Keputusan

    Mahesa marah besar begitu mengetahui Ivanka adalah pelaku utama dari kecelakaan yang menimpa Aldebaran. Ivanka sudah dibekuk polisi seminggu yang lalu. Angga sendiri yang melaporkan ibunya setelah semua usaha Angga meminta ibunya menyerahkan diri diabaikan Ivanka. Angga tidak punya pilihan dan terpaksa membuat bukti untuk menjerat Ivanka.Pemberitaan mengenai kasus kecelakaan Aldebaran mengudara selama berhari-hari, para media terus saja membahas motif dan alasan Ivanka melakukan semua itu. Bahkan fans setia Aldebaran merutuki Ivanka dan meminta pihak kepolisian untuk menjatuhkan hukuman mati sebagai efek jera agar tidak ada lagi orang seperti Ivanka yang tega merencanakan pembunuhan pada anak dari suaminya sendiri.Saat ini Ivanka telah duduk di meja persidangan. Sementara Angga duduk di meja saksi memberikan pernyataan. Ivanka tidak bisa mengelak, semua barang bukti mengarah padanya. Kaki tangan Ivanka juga sudah mengakui perbuatan mereka.Ivanka akhirny

  • Secret Identity   75 || Akhirnya Terungkap (Part 2)

    "Akhirnya kau datang juga, Al!" Aldebaran menatap tajam. “Berani sekali kau datang ke rumah ini! Bukankah aku sudah melarangmu untuk tidak menginjakkan kaki di sini?!” “Aku kemari karena mengambil barangku yang tertinggal!” Ivanka berjalan ke arah sofa panjang yang ukiran gagangnya terbuat dari kayu jati. Ivanka menjuntaikan sebuah liontin seraya tersenyum. “Kenapa itu ada padamu?!" suara Aldebaran merendah, terdengar penuh penekanan. "Duduklah! Setidaknya berbincanglah denganku. Kau selalu saja bersikap dingin dari semenjak pertama kali kita bertemu!" Ivanka berujar. Dia memberi isyarat menunjuk dengan dagu ke arah secangkir kopi yang sudah dia siapkan. Ivanka mengangkat cangkir menyeruput kopinya dengan nikmat. "Aku tidak meracunimu. Aku hanya ingin kita berbaikan dan bisa duduk bersama, berbincang hangat layaknya ibu dan anak." Aldebaran meneguk setengah kopi miliknya. "Kau puas? Sekarang kembalikan! Sejak

  • Secret Identity   74 || Akhirnya Terungkap (Part 1)

    Sehari sebelum kecelakaan terjadi.... Ivanka mendatangi RAM Corp setelah berbelanja di butik langganannya. Jam makan siang sebentar lagi dan Ivanka ingin mengajak Mahesa makan di luar. Sudah lama dia tidak jalan berdua dengan Mahesa karena terlalu sibuk dengan bisnis. Ivanka mengumbar senyum pada beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Suara heels pigalle foliies 100 milik Ivanka mengetuk-ngetuk lantai marmer hingga terdengar menggema berirama. Ivanka menunjukkan keanggunan saat menaiki lift menuju lantai utama. Senyum Ivanka kembali terukir begitu sampai di depan meja sekretaris Mahesa. “Nindya, apa Pak Mahesa ada? Katakan aku ada di sini!” titah Ivanka membusungkan dada dengan elegan. “Ada, Bu! Pak Mahesa sedang berbincang dengan Pak Mudi.” “Aku ingin masuk!” “Maaf, Ibu! Pesan Pak Mahesa, dia tidak ingin di

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status