Share

Secret of Five Gods (Princess of the Black Blood)
Secret of Five Gods (Princess of the Black Blood)
Penulis: LlamaTail

Act. 00 Permulaan

"Lepaskan aku!" jerit Anastazja memberontak. 

Ia menggoyangkan tubuhnya keras ke samping, berharap tambang kasar yang mengikatnya kendur dan melepaskan jeratannya. Sayang, dengan sigap dua petugas polisi Alastor kembali mengencangkan ikatan tambang yang melingkari tubuh Anastazja. 

"Kalian tidak boleh memperlakukanku seperti ini!" Kembali ia mempertahankan dirinya. 

Namun, bukannya berubah lembut, para polisi justru menamparnya dengan keras. "DIAM!" balas salah satu dari mereka keras. 

Anastazja terdiam menunduk. Pasrah dengan keadaannya sekarang. Ia hanya berharap, Helio sudah sampai ke tempat asalnya dengan selamat. Dua petugas kepolisian menarik simpul yang mengikat tubuh dan tangannya sehingga Anastazja mengaduh kesakitan. 

"Jalan!" Perintahnya kasar. Petugas itu mendorong pundak kiri Anastazja, memberinya isyarat untuk jalan menuju sky ship yang sudah menunggu mereka. Anastazja memulai langkahnya dengan terseok-seok. Andai tubuhnya tidak melemah, mungkin ia bisa menggunakan sedikit sihir untuk kabur saat itu juga. 

***

Segalanya bermula saat Anastazja berusia sembilan tahun. Usia yang cukup dewasa untuknya sebagai pelajar kelas tiga sekolah dasar. Hari itu adalah hari bahagia baginya. Ketika Miss Hers menyatakan bahwa lukisan karya Anastazja mendapatkan peringkat karya terbaik pada kompetisi melukis nasional tingkat sekolah dasar. 

Lukisan yang diberi judul 'hijau' oleh Anastazja tersebut, menggambarkan sebuah bangunan klasik yang terletak di sudut kota yang ramai akan masyarakat yang berlalu-lalang melewati sebuah jalan besar di depannya. Bangunan dengan gaya klasik itu memiliki sebuah papan nama bertuliskan 'house of green' di depannya. Di sampingnya, terdapat sebuah kafe dengan payung-payung untuk meneduhi meja pelanggan di bawahnya. 

Tidak lupa, ia juga melukiskan toko roti yang turut mengapit house of green. Sebuah toko roti yang juga klasik, tetapi memancarkan suasana hangat yang berasal dari senyum sang pemilik toko. Tidak ada yang istimewa memang kalau melihat lukisan tersebut. Anastazja sendiri tidak mengerti, kenapa lukisannya bisa menjadi juara favorit. Yang ia tahu, ia bisa membanggakan orang tuanya dengan piala penghargaan yang akan dibawa pulangnya. 

Miss Hers mengumumkan di depan seluruh siswa di kelas. Meskipun tidak mendapatkan respons yang layak dari mereka, Anastazja tetap merasa bahagia saat namanya dipanggil dan diberikan medali juga piala penghargaan padanya. Miss Hers tersenyum senang.

"Aku tahu lukisanmu sangat indah, Anastazja. Karena itu, kau harus percaya pada dirimu sendiri. Jangan kalah dengan pandangan orang lain," pesannya seraya menepuk bahu Anastazja lembut. 

Anastazja kecil sangat bersemangat. Ia mengangguk gembira dan berjalan dengan riang menuju kursinya kembali. Ia tidak peduli meski tatapan teman-teman kelasnya sangat menusuk. Dari dua puluh lima orang yang berada di kelas, hanya Cleon dan Miss Hers yang memberikan tepuk tangan untuknya. 

Cleon bahkan mengacungkan kedua ibu jarinya pada Anastazja. Pertanda bahwa apa yang berhasil diraihnya adalah sebuah prestasi membanggakan. Anastazja sangat senang, sahabatnya itu ikut merasa bangga akan prestasi yang sudah diraihnya. Ia mengangguk dan kembali duduk di kursinya dengan tenang. 

***

"Kau hebat sekali, Anastazja! Aku benar-benar bangga padamu!" Mata Cleon berbinar tanpa henti-hentinya memandang piagam Anastazja. 

"Hehehe, aku hebat, kan?" Anastazja mengangkat kepalanya tanda berbangga. 

"Ya, kau benar-benar hebat! Sepertinya aku akan memintamu untuk mengajariku melukis di kelas kesenian semester depan," ucapnya seraya mengembalikan piagam milik Anastazja.

"Kau bercanda? Bayaranku akan sangat mahal, Cleon." 

Cleon tertawa renyah menanggapi lelucon menyebalkan Anastazja. Ia kemudian mengeluarkan sebuah kartu dari kantongnya. "Kau sedang berbicara dengan siapa, Tuan Putri?" tanyanya menunjukkan kartu tanpa batas limit pembayaran. 

"Ups, aku lupa kalau kau adalah pangeran yang hidup di dalam kastil mewah." Anastazja terkikik dengan kesombongan Cleon. 

"By the way, dari mana kau mendapat inspirasi untuk melukiskan sudut kota yang bernuansa hangat seperti itu? Yah, kau tahu maksudku, kan? Tidak ada sesuatu yang 'ramah' seperti sudut kotamu di sini." 

Pertanyaan Cleon sukses membuat langkah Anastazja terhenti. Ia tidak menyangka, dari sekian banyak pertanyaan yang dapat diajukan, Cleon memilih pertanyaan itu untuknya. 

"A-aku ... mmmh ..." Anastazja berusaha untuk memutar otaknya untuk menjawab pertanyaan yang Cleon ajukan. Ia tidak bisa menjawabnya begitu saja. Pasalnya, meski mereka bersahabat, sesungguhnya, Cleon bukanlah orang yang pantas untuk bersahabat dengannya. Atau mungkin bisa dikatakan yang tidak pantas adalah dia, bukan Cleon. 

"Ah, k-kau akan pulang bersamaku? Apa tidak masalah?" Anastazja mencoba mengalihkan arah pembicaraan Cleon. Apa yang dilakukannya sudah tepat. Karena, tidak lama kemudian, Cleon menepuk keningnya pelan. Pertanda bahwa ia lupa supir pribadinya sudah menunggu ia keluar sekolah sejak dua puluh menit yang lalu. 

"Sampai jumpa, Anastazja. Sampai bertemu besok!" Cleon melambaikan tangannya ceria. Ia melangkah pergi meninggalkan Anastazja yang masih membereskan barang-barangnya. 

Melihat Cleon makin menjauh dari jarak pandangnya, seulas senyum menyungging dari bibir mungil Anastazja. Baginya, pertarungan sesungguhnya barulah dimulai. Ia membalut pialanya dengan kertas-kertas bekas. Ia tidak ingin piala itu rusak ditengah jalan nanti, seperti ia merusak segala sesuatu miliknya. Tidak lupa, ia menyelipkan selembar piagam itu dalam buku pelajaran sejarah yang terkenal tebal agar tidak kusut. 

Prediksi Anastazja tidak pernah meleset untuk yang satu ini. Namun, kali ini bukan hanya siswa perempuan yang menghadang, siswa laki-laki pun turut menghadang Anastazja di depan gerbang sekolah. Mungkin ini memang akhir bagiku, tapi aku tidak akan kalah. Aku harus pulang! Aku harus menunjukkan kebanggaan ini pada keluargaku. 

"Kau sudah berani ya, sekarang, hah?" Celine, gadis sekaligus kakak kelas—yang selalu langganan menjadi ketua tim pelabrak orang yang dilihatnya memiliki hubungan dengan Cleon—sudah beraksi. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Bersiap untuk melawan sekaligus menerima perlawanan yang selalu diberikan oleh Anastazja. 

"Kau tidak bosan terus menerus melakukan hal ini padaku? Mungkin sebaiknya kau melakukannya di depan wajah Cleon, agar ia bisa mengetahui hatimu yang busuk," ucap Anastazja menyulut amarah dalam diri Celine. 

Kemarahan Celine memuncak. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Celine memberikan aba-aba pada teman-temannya untuk menyerang Anastazja. Namun, seperti biasa, ia dapat menghindari segala serangan yang Celine berikan. Bukan tanpa sebab memang. Semua itu karena Anastazja tumbuh dalam lingkungan yang mengharuskannya untuk bertahan hidup layaknya hewan lemah di tengah rimba. 

"Maafkan aku, Celine. Hari ini aku sibuk, aku tidak bisa meladenimu. Aku pulang dulu, ya," ucap Anastazja melambaikan tangannya pada Celine. 

"Hei! Jangan lari, kau black blood!" jerit Celine memandang Anastazja. 

Sayangnya, Anastazja melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan teriakan-teriakan Celine. Ia berlari penuh semangat menuju pasar, tempat ibunya berjualan sayur dan buah hasil panen dari kebun mereka sendiri. Namun, semangatnya mendadak lenyap tersapu angin. Melihat kedai sang ibu hancur berantakan karena ulah sekelompok polisi Alastor. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status