Share

Bab 65

Author: Melvii_SN
last update Huling Na-update: 2025-07-22 16:37:40

Setelah memutuskan telepon secara sepihak, Reynand melempar ponselnya ke arah sofa. Bukan dengan kekerasan penuh, tapi cukup keras untuk menunjukkan betapa tak terbendung amarah yang membuncah dalam dirinya. Pundaknya naik-turun, napasnya berat dan tak beraturan. Wajahnya memerah, bukan karena malu, melainkan karena bara dendam yang selama ini terkubur rapi, kini kembali menyala hanya karena satu panggilan dari masa lalu.

Jihan memandangnya dari kejauhan dengan mata yang berkaca. Ia melihat lelaki itu bukan hanya sebagai sosok kepala keluarga, bukan pula sekadar suami, tapi seorang anak laki-laki yang hatinya dicabik oleh pengkhianatan paling kejam dari orang yang seharusnya menjadi tempat paling aman di dunia ini, ibunya sendiri.

Dengan hati-hati, Jihan berdiri dari sofa. Rangga masih terlelap dalam pelukannya, maka ia membaringkan anak itu dengan lembut di atas karpet empuk, lalu melangkah pelan menghampiri suaminya. Langkahnya ringan, tapi setiap derapnya membawa keteguhan dan ket
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 66

    Dengan langkah berat, Reynand berdiri di depan cermin besar yang tergantung di ruang tamu. Kemeja putih telah terpasang rapi di tubuhnya, namun bukan pakaian yang menjadi fokusnya saat ini. Tatapan matanya kosong, tertuju pada bayangan dirinya yang tampak begitu asing—seorang pria dewasa yang masih dihantui luka masa kecilnya.Pagi itu seharusnya ia jalani bersama Jihan. Namun sebuah kabar mendadak datang. Ayah Jihan jatuh sakit. Tanpa berpikir panjang, Jihan memutuskan pulang ke rumah orangtuanya. Ia bahkan sempat meminta maaf karena tidak bisa mendampingi Reynand menyambut kedatangan kedua orangtuanya.“Maaf, Mas... aku tahu hari ini berat. Tapi Ayah butuh aku,” kata Jihan dengan suara lirih di telepon tadi pagi.Reynand tidak menyalahkannya. Sama sekali tidak. Ia bahkan tidak tahu apakah dirinya memang ingin Jihan berada di sana atau hanya berharap ada seseorang yang bisa dijadikan tameng saat luka lama kembali menganga.Kini, suasana rumah terasa terlalu besar untuk dirinya sendir

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 65

    Setelah memutuskan telepon secara sepihak, Reynand melempar ponselnya ke arah sofa. Bukan dengan kekerasan penuh, tapi cukup keras untuk menunjukkan betapa tak terbendung amarah yang membuncah dalam dirinya. Pundaknya naik-turun, napasnya berat dan tak beraturan. Wajahnya memerah, bukan karena malu, melainkan karena bara dendam yang selama ini terkubur rapi, kini kembali menyala hanya karena satu panggilan dari masa lalu.Jihan memandangnya dari kejauhan dengan mata yang berkaca. Ia melihat lelaki itu bukan hanya sebagai sosok kepala keluarga, bukan pula sekadar suami, tapi seorang anak laki-laki yang hatinya dicabik oleh pengkhianatan paling kejam dari orang yang seharusnya menjadi tempat paling aman di dunia ini, ibunya sendiri. Dengan hati-hati, Jihan berdiri dari sofa. Rangga masih terlelap dalam pelukannya, maka ia membaringkan anak itu dengan lembut di atas karpet empuk, lalu melangkah pelan menghampiri suaminya. Langkahnya ringan, tapi setiap derapnya membawa keteguhan dan ket

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 64

    Cahaya matahari sore menyusup lewat celah-celah dedaunan. Halaman rumah itu tidak luas, tapi cukup untuk menjadi dunia kecil bagi seorang anak yang sedang tumbuh mengenal kebahagiaan.Rangga berlari dengan kaki kecilnya, tertawa lepas saat tangannya mengejar gelembung sabun yang melayang. Wajahnya basah oleh keringat dan sisa sabun, tapi matanya penuh cahaya. “Buunn! Itu gelembungnya terbang tinggi banget!”Jihan jongkok di dekat botol sabun, meniup pelan melalui lingkaran plastik kecil. Gelembung-gelembung berkilau memantul cahaya sore, menari-nari di udara.“Iya, sayang. Rangga tangkap, ya?” ucap Jihan, matanya tak lepas dari anak itu, senyumnya teduh.Rangga berusaha menangkap satu gelembung, tapi gagal. Ia menatap kosong sebentar, lalu tertawa sendiri. “Gelembungnya nakal! Nggak mau ditangkap!”Reynand duduk bersila di atas rumput, mengenakan kaos putih dan celana pendek. Tangannya sibuk membuat ‘pagar-pagaran’ dari kursi taman dan bantal kecil. “Rangga mau rumah tenda nggak? Nih,

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 63

    Ruang kerja Reynand sore itu disinari matahari yang mulai condong ke barat. Cahaya keemasan menelusup lewat tirai jendela, menciptakan bias lembut di sekeliling ruangan. Hening, tapi tidak kosong.Jihan duduk di sofa kulit hitam, memegang gelas kecil berisi teh hangat yang disediakan sekretaris. Pipi kirinya tampak memerah. Meski wajahnya tenang, tatapan matanya menyiratkan kelelahan emosional.Tak lama, pintu terbuka.Reynand masuk dengan tergesa. Pandangannya langsung tertuju pada pipi Jihan yang tampak memar samar. Napasnya tertahan sejenak, lalu langkahnya melambat, seolah takut semakin melukai jika terlalu dekat."Maaf," ucapnya pelan, nyaris berbisik. "Jihan, aku ... aku minta maaf. Aku seharusnya mengantisipasi semua ini."Jihan menoleh dan tersenyum kecil. “Aku nggak apa-apa, Mas.”Tapi Reynand tak puas dengan jawaban itu. Ia duduk di hadapan Jihan, menatapnya dengan sorot mata yang dalam dan tulus.“Kamu nggak harus bilang 'nggak apa-apa' kalau nyatanya kamu sakit. Tamparan i

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 62

    Reynand mengambil satu lembar dokumen dari folder dan menyerahkannya ke Alira. Sederhana. Satu halaman. Hanya berisi dua kalimat:"Terima kasih atas kontribusimu selama ini.Tapi struktur baru tidak lagi membutuhkanmu di perusahaan ini."Alira menatapnya dengan mata melebar, senyumnya menghilang. Untuk pertama kalinya pagi ini, dia kehabisan kata.Reynand bangkit dari kursinya. “Terima kasih sudah datang.” Kemudian berbalik, meninggalkan ruangan tanpa menunggu tanggapan.Alira masih mematung, menatap kertas itu. Suhu ruangan mendadak dingin menggigit. Bukan karena AC. Tapi karena ia sadar, ia bukan tamu kehormatan.Ia hanya undangan untuk perpisahan yang tak pernah ia minta.Langkah kaki Reynand bergema di sepanjang lorong kantor yang lengang. Seperti biasa, langkahnya tegap, tenang, dan tak memedulikan riuh yang mungkin mengikutinya.Tapi kali ini, ada satu suara yang berhasil menembus dinding ketenangannya.“Reynand!”Panggilan itu nyaring. Terburu-buru. Sarat emosi yang sulit diben

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 61

    Pagi itu lobi utama kantor tampak biasa saja. Karyawan berlalu-lalang, resepsionis sibuk dengan daftar tamu, dan aroma kopi dari pantry sebelah mulai menyusup ke ruangan. Namun, suasana mendadak berubah ketika Alira masuk—seolah membawa panggungnya sendiri.Langkahnya mantap, senyumnya percaya diri. Dengan blazer abu elegan dan sepatu high heels yang memantul di lantai marmer, ia berjalan menuju meja resepsionis.Matanya langsung mengunci pada satu sosok, tidak lain ialah Jihan ya g sedang menyusun map dokumen, ekspresi Jihan tenang seperti biasa. Tapi begitu Alira mendekat, detak waktu seolah melambat. Tegangan listrik tipis terasa di udara.“Wah, pas banget,” suara Alira meluncur dengan nada terlalu ceria. “Ternyata kamu yang piket hari ini, Han.”Jihan menoleh santai. “Eh, Mbak Alira. Selamat pagi. Silakan duduk kalau lelah.”Alira tertawa pelan, senyum yang mengandung racun. “Enggak. Aku masih semangat, apalagi habis ditelepon langsung sama Reynand tadi malam. Kamu tau, suaranya m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status