Share

Bab 5. Bunga Jauh Lebih Indah

“Apa yang kamu lakukan di meja kerjaku?” Stella terkejut ketika melihat Dafina, sekretaris Tristan, sedang duduk di meja kerjanya. Stella merasa kesal karena ini adalah meja kerjanya dan tidak ada yang berhak menggunakannya selain dirinya sendiri. Dia langsung meminta Dafina untuk pergi dari meja kerjanya.

“Tolong pergi dari meja ini, ini adalah meja kerjaku!” kata Stella dengan tegas.

Namun, Dafina mengabaikan permintaan Stella dan berkata, “Tapi sekarang, aku yang menempati meja ini. Kamu tidak lagi dibutuhkan di perusahaan ini karena posisimu telah digantikan olehku.”

Stella menjadi semakin kesal dengan ucapan Dafina. “Ini tidak benar! Aku masih menjadi bagian dari perusahaan ini dan aku masih membutuhkan meja kerjaku!” balas Stella.

Dafina berdecak kesal, ia melempar dokumen yang ia pegang ke atas meja, sambil berdiri, wanita itu berkata, “Stella, faktanya bahwa Pak Damian sudah tidak bekerja lagi di sini. Dan sudah jelas bahwa kamu sudah tidak memegang posisi di perusahaan ini lagi. Jadi sekarang, silakan berikan meja ini kepadaku karena memang aku yang pantas memegang posisi sebagai sekretaris Tuan Tristan,” jelas Dafina dengan meyakinkan.

Stella tak bisa menerima permintaan Dafina dan bertekad untuk mempertahankan meja kerjanya. Keduanya akhirnya terlibat dalam sebuah pertengkaran sengit di kantor.

“Tidak, aku masih bekerja di sini dan aku masih memiliki tanggung jawab di perusahaan ini. Aku tidak akan membiarkanmu mengambil alih meja kerjaku, Dafina,” jawab Stella dengan tegas.

Stella tetap bersikeras dan percakapan mereka semakin panas. Semua pekerja kantor mulai terganggu dengan pertengkaran mereka dan berusaha mengalihkan perhatian mereka dengan bekerja lagi. Namun, pertikaian antara Stella dan Dafina tetap terdengar keras dan tak ada satu sama lain yang mau mengalah.

“Ada apa ini? Kenapa kalian ribut-ribut?” tanya Tristan yang penasaran, ketika ia mendengar keributan yang ada di depan ruang kerjanya, lelaki itu pun langsung keluar.

“Tuan, bila pertikaian kami mengganggu Anda, kami mohon maaf,” kata Dafina dengan hormat.

“Apa yang kalian ributkan?” Tristan menanyakan alasan pertikaian tersebut.

“Dia, dia sudah mengambil meja kerjaku!” protes Stella sambil menunjuk ke arah Dafina.

“Tuan, tapi saya adalah sekretaris Anda dan seharusnya berada di meja ini,” bantah Dafina.

Melihat keadaan ini, Tristan merasa kesal dan memanggil salah satu stafnya, Pak Heri, untuk mengambil tindakan.

“Pak Heri,” panggil Tristan ketika Pak Heri melintas ke arahnya.

“Iya, Tuan.”

“Tolong buatkan meja sekretaris yang sama dan letakkan di seberang meja ini,” pinta Tristan.

Pak Heri mengangguk mengerti. “Baik, Tuan.”

Setelah menerima instruksi dari Tristan, Pak Heri lalu bergerak untuk memenuhi permintaannya. Sementara itu, Tristan menanyakan kepada Stella dan Dafina. “Bagaimana? Sudah beres, ‘kan?”

Stella langsung berlari dan duduk di meja kerjanya. “Meja ini tetap menjadi milikku. Jadi, tolong singkirkan barang-barangmu dari sini!” perintah Stella, sambil mengumpulkan barang-barang milik Dafina di samping mejanya.

Tentu saja, sikap Stella yang egois dan tidak mau berbagi tersebut membuat Dafina merasa geram. Namun, bertindak secara reaktif justru akan memperburuk situasi. Karena itulah, Dafina memilih untuk membungkukkan kepala dan melakukan apa yang diminta oleh Stella.

“Stella,” panggil Tristan.

“Iya,” jawab Stella, pandangannya langsung terarah kepada Tristan, ketika lelaki tampan itu memanggilnya.

“Keruanganku sekarang juga!” titah Tristan dengan tegas, lalu langsung masuk ke dalam ruangannya.

Stella hanya tersenyum dan setelah itu, dengan santai, ia mengingatkan Dafina kembali. “Tolong jangan mengambil meja kerjaku lagi, ya?” kata Stella dengan senyum manis di wajahnya.

Mendengar perkataan Stella, Dafina hanya bisa berdecak kesal. Dafina merasa bahwa Stella telah mempermalukannya di depan rekan-rekan kerja mereka.

‘Awas saja Stella, aku akan membuatmu merasakan akibatnya karena telah bermain denganku,’ gumam Dafina di dalam hatinya ketika melihat punggung Stella yang telah pergi berlalu dari hadapannya.

Stella memasuki ruangan Tristan dengan hati-hati. Wanita yang menguncir rambutnya itu, melihat Tristan yang sedang memandangi ke luar jendela.

“Ada apa kamu memanggilku?” tanya Stella sambil melangkah mendekati Tristan.

“Sejak kapan kamu bekerja di sini?” tanya Tristan sambil melihat ke arah jendela.

“Sudah tiga tahun, kenapa memangnya?” tanya Stella kembali.

Namun, Tristan tidak langsung menolehkan kepalanya untuk melihat Stella, sehingga membuat Stella merasa tidak nyaman. Sejak tadi, Tristan terus saja berbicara dengan punggungnya menghadap Stella.

“Bisakah kamu melihat ke arahku, Tristan? Dari tadi kamu berbicara, tapi selalu membelakangiku. Aku seperti berbicara dengan tembok,” ungkap Stella dengan perasaan gundah.

“Dan aku seperti berbicara dengan lalat, sangat sulit meyakinkannya, bahwa bunga jauh lebih indah daripada sampah,” terang Tristan, sambil memutar kursinya menghadap Stella.

Stella menelan ludah begitu susah ketika mendengar perkataan Tristan. Apakah lelaki itu sedang menyindirnya?

Wanita itu mencoba untuk tenang, Stella menghela napas sebelum berkata, “Lalat sebenarnya tahu kalau bunga lebih harum daripada sampah, tapi lalat sadar diri kalau sebenarnya yang di tunggu oleh bunga adalah kupu-kupu.”

Tristan hanya tertawa getir mendengar jawaban Stella. Sedangkan Stella hanya menatap aneh ke arah Tristan. Tatapan yang tajam dari lelaki itu seolah mengoyak-ngoyak hatinya.

Stella mencoba untuk menenangkan dirinya dengan mengambil napas panjang, dan menahan diri agar tidak terbawa emosi.

“Maaf, aku tidak tahu kalau kamu adalah anak dari Pak Damian, kalau aku tahu, mungkin aku tidak akan memasukkan resume-ku ke perusahaan ini,” kata Stella mencoba membela diri.

“Sekarang kamu sudah tahu. Lantas kenapa kamu tidak mengundurkan diri?” tanya Tristan dengan nada yang agak tegas.

“Karena aku sudah melakukan yang terbaik, dan aku masih bisa bekerja dengan baik di sini. Aku akan tetap mempertahankan pekerjaanku dengan baik, tidak peduli siapa yang menjadi pimpinannya." jawab Stella dengan rasa percaya diri.

Tristan terdiam sejenak setelah mendengar kata-kata Stella. Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Aku menghargai semangat kerjamu, tapi kamu harus tahu bahwa di tempat kerja, hubungan orang harus profesional dan tidak boleh ada intervensi personal. Aku menyarankanmu untuk tetap fokus pada kinerjamu daripada berfokus padaku. Apa kamu mengerti, Nona Stella Anastasya?”

“Ya, Anda benar, Tuan Exzel Tristan Wishnutama. Maaf bila kata-kata saya telah menyinggung Anda.” Stella berpikir sejenak. “Wishnutama? Sepertinya, saya melupakan itu. Tapi, Anda tenang saja. Mulai sekarang, saya akan mengingatnya.”

Stella merasa canggung karena tidak menyadari bahwa Tristan memiliki nama Wishnutama, seperti nama perusahaan tempatnya bekerja. Namun, ia tidak tahu apakah nama itu menjadi nama dari silsilah keluarga dan perusahaan.

Stella memandangi lelaki yang duduk di hadapannya. Pria yang pernah menyatakan cinta kepadanya 13 tahun yang lalu. Namun, kali ini, Tristan terlihat begitu dewasa dan semakin gagah. Stella menyadari bahwa Tristan telah berubah seiring berjalannya waktu.

“Kenapa kamu memandangku seperti itu? Apakah kamu merasa menyesal karena telah menolak cintaku dulu?” tanya Tristan dengan senyuman yang masih sama seperti dulu.

Stella merasa sedikit tercengang oleh pertanyaan Tristan. Ia tidak pernah berpikir akan bertemu kembali dengan Tristan, apalagi untuk mengulang kembali masa lalu ketika mereka masih muda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status