“Tristan, kenapa kamu ada di sini?” Stella bertanya dengan suara yang begitu lirih.
“Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa ada di sini?” Tristan sangat bingung, karena seharusnya Stella masih dirawat di rumah sakit, namun tiba-tiba saja dia muncul di kantornya.Damian yang takut akan kemarahan Tristan, bangkit dari kursinya ketika melihat Stella, sekretarisnya yang baru tiba di kantor. Damian tak ingin Tristan marah karena keterlambatan Stella.“Stella, kamu baru tiba?” Damian bertanya dengan nada suara yang tegas ketika sudah berada di depan Stella.“Oh, iya, Pak Damian. Maaf saya terlambat,” ujar Stella sambil membungkukkan kepalanya menunjukkan rasa permintaan maaf yang tulus.“Kenapa? Apakah jalanan macet lagi?” ledek Damian, karena Stella sering kali terlambat akibat kondisi lalu-lintas.“I-iya, sedikit macet,” jawab Stella sambil tersenyum gugup saat melihat Damian.“Tidak masalah. Rapat baru saja dimulai beberapa menit yang lalu,” Kata Damian dengan santai memberikan rasa lega untuk Stella.‘Beberapa menit yang lalu? Perasaan sudah hampir setengah jam?’ gumam Tristan dalam hatinya. Ia merasa seperti rapat itu sudah dimulai hampir setengah jam yang lalu.Damian melihat ke arah Tristan. “Oh, iya, Tristan. Kenalkan ini Stella, dia sekretaris papa.”Ketika Damian memperkenalkan Stella sebagai sekretarisnya yang baru saja datang di kantornya kepada Tristan, Stella terkejut ketika mengetahui bahwa Tristan adalah anak dari Damian.“Papa …?” Stella terkejut dan tak percaya bahwa Tristan adalah anak Damian.“Iya, Stella. Seiring waktu, dia akan menggantikan posisiku mengurus perusahaan ini,” jelas Damian.“Oh …” Stella hanya mampu terkekeh. “Halo, Tuan Tristan, saya Stella, sekretaris Pak Damian.” Stella mengulurkan tangannya ke arah Tristan. Namun, lelaki itu tak membalas uluran tangannya.“Aku sudah tahu,” jawab Tristan datar, tanpa membalas uluran tangan Stella.“Ta-tahu ...?” Stella termangu dan bingung dengan jawaban Tristan.“Bukankah tadi, Papa telah memberitahu bahwa kamu adalah sekretarisnya?” jawab Tristan dengan nada tegas.“Oh …,” sambung Stella, merasa sedikit canggung dengan situasi tersebut.Tristan menatap para karyawan yang masih ada di ruang rapat, kemudian mengeluarkan pendapatnya. “Rapat hari ini sudah selesai. Kalian bisa beristirahat dulu,” ucapnya dengan singkat.Para karyawan yang masih tinggal di ruangan itu langsung angkat bicara. “Baik, Tuan.”Mereka semua langsung merapikan beberapa dokumen dari atas meja dan langsung keluar dari ruang rapat tersebut.Dafina menghampiri Tristan dengan sebuah catatan di tangannya. Ia membuka percakapan dengan menyodorkan pertanyaan, “Tuan, apakah Anda ingin makan sesuatu siang ini?”“Tidak, aku sudah kenyang,” jawab Tristan sambil melonggarkan dasinya yang terasa sesak di lehernya.Stella melihat ke arah Dafina. “Kamu siapa?” tanya Stella sambil memandangi wanita cantik yang memiliki lesung di kedua pipinya.“Aku Dafina, sekretaris Tuan Tristan,” jawab Dafina dengan senyum manis.Stella terkejut mendengar hal itu. “Sekretaris?” gumamnya tidak percaya.“Ya, ada masalah?” tanya Dafina.Stella tidak bisa berkata-kata. Ia berusaha merenungkan apa arti kesekretarisan Dafina di sana, padahal dirinya sendiri masih memiliki jabatan itu.Mata Stella kemudian melirik ke arah Damian, atasannya yang selalu ramah dan baik hati. “Pak Damian,” gumamnya dengan raut wajah yang sedih.“Jangan khawatir, Stella, kamu akan tetap kerja di sini sebagai sekretaris Tristan,” jelas Damian.“Tidak, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah hari ini hari terakhir Pak Damian di kantor,” ujar Stella dengan nada sedih. “Saya sangat sedih bila harus kehilangan Pak Damian yang selama ini begitu baik terhadap saya. Entahlah, Pak. Apakah akan ada yang lebih baik daripada Anda. Saya benar-benar kehilangan sosok seperti Pak Damian,” rengek gadis itu sambil mengelap ingusnya menggunakan ujung lengan blouse-nya.Damian tersenyum dengan pahit. Seiring bertambahnya usia, ia merasa semakin sulit untuk menjalankan perusahaan dengan baik. Namun, ia merasa sangat bangga dengan hal yang telah dicapainya selama ini.“Aku akan sangat merindukanmu, Stella. Hanya saja, aku sudah tidak cocok lagi di tempat ini. Umurku sudah tua dan aku sudah harus pensiun,” ujar Damian dengan nada sedih.Stella merasakan air matanya mulai bercucuran. Dia sangat sedih atas keputusan Damian, dan merasa begitu sedih karena akan kehilangan atasan yang begitu baik hati. “Bapak benar, umur Bapak sudah banyak, lebih baik, Pak Damian istirahat saja di rumah,” balas Stella dengan suara terbata-bata.“Ekhm,” Tristan berdehem. “Kenapa hari pertama kerjaku di sini, aku harus menonton drama yang membosankan?” cetusnya.Tristan merasa sedikit frustrasi karena ia merasa bahwa kehadiran Stella tidak diperlukan. Ia sudah memiliki sekretaris dan merasa cukup puas dengan kinerjanya. Namun, ayahnya memiliki pandangan yang berbeda.“Pa, aku sudah memiliki sekretaris. Jadi, aku tidak memerlukan sekretaris yang lainnya lagi,” tambah Tristan.“Tapi …” Stella menyela perkataan Tristan.Tristan mengulurkan tangannya dan menghentikan perkataan Stella. “Aku berbicara dengan papaku bukan denganmu!” ujarnya dengan tegas.Stella merasa sedikit tersinggung, tetapi ia tahu bahwa Tristan masih belum tahu banyak tentang kerja kerasnya dan dedikasinya kepada perusahaan. Damian kemudian menjelaskan kepadanya.“Tristan, Stella akan tetap menjadi sekretarismu,” jelas Damian.“Tapi, Pa!”“Tidak ada tapi-tapian. Stella sudah bekerja dengan papa selama tiga tahun. Dia adalah wanita yang baik, rajin, dan selalu bisa diandalkan. Aku akan terus mempertahankan keberadaannya di perusahaan ini,” terang Damian dengan tegas.Stella tersenyum bahagia dan terharu ketika Damian memberikan pujian untuknya. Betapa bahagianya ia bisa terus bekerja di sana dan membantu Tristan. Damian mungkin pergi, tetapi kenangan-kenangan indah selama ia bekerja selama ini dengan Damian akan selalu di hatinya. “Terima kasih, Pak Damian,” ujar Stella sambil menundukkan kepala.“Aku lebih memilih untuk pensiun, dan kamu bisa terus bekerja,” jelas Damian pada Stella. “Namun, jika kamu menemukan kesulitan atau butuh bantuan apa pun, jangan ragu-ragu untuk menghubungiku.” tambah Damian pelan.“Saya tidak akan melupakan itu, Pak.” Stella tersenyum dan mengangguk. Meskipun ia akan merindukan Damian, tetapi wanita itu akan berusaha untuk terus bekerja keras dan belajar lebih banyak di perusahaan. Ia yakin bahwa Damian akan selalu ada untuk membantunya, dan ia bertekad untuk terus bekerja dengan baik.Dafina merasa khawatir ketika ia mendengar bahwa Stella akan menjadi sekretaris Tristan. Ia merasa takut akan kehilangan posisinya sebagai sekretaris utama Tristan yang selama ini sudah ia perjuangkan dengan susah payah.“Tapi … bila Stella akan menjadi sekretaris Tuan Tristan, bukankah Tuan Tristan akan memiliki dua sekretaris?” tanya Dafina dengan khawatir.“Iya, Tristan akan memiliki dua sekretaris,” jawab Damian.“Tapi, aku merasa keberatan, Pa,” sanggah Tristan.Dafina merasa sedikit lega ketika Tristan menyatakan keberatan terhadap posisi dirinya sebagai sekretaris Tristan yang digandakan. Ia berharap ini akan menjadi kesempatan baginya untuk menjaga posisinya sebagai sekretaris utama.Namun, Damian berbicara dengan tegas. “Tetaplah seperti itu. Stella telah menjadi salah satu karyawan paling berharga di perusahaan ini, dan aku tidak ingin kehilangan dia dari perusahaan. Selama ada pekerjaan untuk dua sekretaris, maka Tristan harus memiliki dua sekretaris yang berkualitas.”Tristan merasa bisu. Ia tahu bahwa ayahnya selalu mengambil keputusan terbaik untuk perusahaan, tetapi ia juga tidak ingin salah paham dengan Dafina, yang telah bekerja keras dengannya selama dua tahun.Tristan berdecak sambil mengomel. “Aku seperti belum pantas menggantikan posisi Papa di sini,” ujarnya sambil pergi meninggalkan ruang rapat dengan perasaan kesal.Bagaimana Tristan akan menghadapi Stella setiap hari, bila ia terus teringat kenangan pahit dengang wanita itu? Wanita yang pernah menolak cintanya. Dan kini harus menjadi sekretarisnya.Stella dan Damian diam seribu bahasa melihat Tristan meninggalkan ruangan dengan cepat yang diikuti oleh Dafina. Mereka ini bingung dengan sikap Tristan yang dingin.“Stella,” gumam Damian lirih.“Iya, Pak Damian,” sahut Stella sambil melihat ke arah Damian yang ada di sampingnya.“Aku butuh bantuanmu.”“Bantuan? Bantuan apa, Pak?““Apa yang kamu lakukan di meja kerjaku?” Stella terkejut ketika melihat Dafina, sekretaris Tristan, sedang duduk di meja kerjanya. Stella merasa kesal karena ini adalah meja kerjanya dan tidak ada yang berhak menggunakannya selain dirinya sendiri. Dia langsung meminta Dafina untuk pergi dari meja kerjanya.“Tolong pergi dari meja ini, ini adalah meja kerjaku!” kata Stella dengan tegas.Namun, Dafina mengabaikan permintaan Stella dan berkata, “Tapi sekarang, aku yang menempati meja ini. Kamu tidak lagi dibutuhkan di perusahaan ini karena posisimu telah digantikan olehku.”Stella menjadi semakin kesal dengan ucapan Dafina. “Ini tidak benar! Aku masih menjadi bagian dari perusahaan ini dan aku masih membutuhkan meja kerjaku!” balas Stella.Dafina berdecak kesal, ia melempar dokumen yang ia pegang ke atas meja, sambil berdiri, wanita itu berkata, “Stella, faktanya bahwa Pak Damian sudah tidak bekerja lagi di sini. Dan sudah jelas bahwa kamu sudah tidak memegang posisi di perusahaan ini la
Stella dan sahabatnya, Elsa, sedang duduk di ruang tamu kontrakan mereka. Stella terlihat terus-menerus melamun, membuat Elsa bingung dan mencoba mencari tahu apa yang sedang membuat sahabatnya itu sedih.“Kenapa kamu terus melamun? Apa kamu masih memikirkan Ramon?” tanya Elsa penasaran. Elsa merasa kesal ketika Stella memberitahunya bahwa Ramon telah berselingkuh dan telah membuat sahabatnya itu kecewa.Stella menjawab dengan tegas, “Aku tidak lagi memikirkannya.” Elsa kemudian bertanya lagi, mencoba menggali penyebab lamunan Stella. “Lalu karena apa?”“Ini karena pengganti Pak Damian,” jelas Stella sambil menghela napas. Elsa memperlihatkan raut wajah heran. “Kenapa? Apa dia orangnya galak?”“Lebih dari itu,” jawab Stella dengan nada serius. “Kamu pasti tidak akan percaya siapa dia,” tambahnya, membuat Elsa semakin penasaran.“Siapa memangnya?”“Tristan,” ungkap Stella sambil memainkan ponselnya.“Tristan...?” Elsa berhenti sejenak, mencoba mengingat. “Dia pernah satu SMA dengan
Tristan, seorang pria yang selalu terlihat sibuk dengan pekerjaannya, duduk di mejanya dengan tumpukan dokumen yang tersebar di hadapannya. Matanya terfokus pada setiap detail yang tertera di lembaran-lembaran kertas tersebut, sementara pikirannya sibuk merencanakan langkah-langkah selanjutnya dalam menjalani hari yang padat.Namun, perhatiannya terganggu oleh keberadaan Stella, seorang wanita cantik yang masih berada di ruangannya. Dengan pakaian kemeja pink yang menambah kesan manis pada penampilannya, Stella tampak tenggelam dalam lamunan sendiri. Tristan tidak bisa menahan kebingungannya. “Kenapa kamu masih ada di sini? Apa kamu tidak memiliki pekerjaan lain?” tanyanya, mencoba memahami alasan keberadaan Stella yang terus berada di ruangannya.“Oh, baiklah.” Stella tersentak dari lamunannya dan segera berbalik untuk menuju pintu, seperti tersadar bahwa keberadaannya di sana tidak diinginkan. Namun, sepasang kakinya berhenti melangkah ketika Tristan menghentikannya dan berseru,
Ping! Pesan masuk dari Tristan: “Stella, bisa kita bicara sebentar setelah rapat hari ini?”Ping! Belum juga Stella membalas, pesan dari Tristan masuk lagi. “Nanti malam jam 08:00 di First Love Cafe,” bunyi pesan dari Tristan.Stella hampir tidak percaya pada apa yang dibacanya. “Seriusan? Aku tidak lagi bermimpi, ‘kan?” gumamnya dengan gugup sambil menepuk wajah. Ia segera melirik ke arah ruang kerja Tristan, namun pintunya tertutup rapat. Stella merasa gelisah. Dia ingin memastikan apakah itu benar-benar Tristan yang mengirimkan pesan tersebut.“Kenapa dia ingin bertemu denganku? Dan mengajakku bertemu di cafe?” gumam Stella yang merasa bingung. Untuk apa lelaki itu mengiriminya pesan dan meminta untuk bertemu? Stella duduk di depan meja kerjanya, matanya menatap kosong ke arah monitor komputernya. Namun, pikirannya sudah jauh terlempar ke masa lalu, saat ia masih SMA dan dekat dengan seorang laki-laki bernama Tristan.Tristan adalah sosok yang cerdas, berbakat dan sangat populer
Tetapi ketika melihat siluet Tristan di ujung cafe, Stella meremas gaunnya dengan gemetar saat menyadari bahwa Tristan duduk di meja yang sama dengan Dafina.“Apa yang terjadi? Mengapa dia melakukan ini?” gumamnya lirih dalam kebingungan.Stella tak menyangka Tristan akan membodohinya seperti ini. Wanita itu berharap bahwa undangan makan malam Tristan hanya untuk dirinya saja, tanpa ada orang lain. Tetapi kenyataannya, Tristan malah mengajak Dafina, sekretarisnya yang lain.“Stella!” seru Dafina ketika melihat Stella memasuki cafe.Tristan, yang menyadari kehadiran Stella, ikut memalingkan pandangannya ke arah gadis cantik itu. Tidak bisa dipungkiri, Stella tampak begitu cantik malam ini dengan gaun biru tua yang dipilihnya, ditambah dengan rambutnya yang digerai dengan indah, membuat Tristan sulit untuk tidak memperhatikannya.Stella meremas gaunnya erat, meskipun dadanya terasa sesak. Dia mencoba untuk tersenyum dan mendekati meja Tristan dan Dafina.“Kamu juga di sini?” tanya Dafin
Tristan, lelaki tampan bertubuh atlentis dengan berahang kokoh, yang memiliki hidung mancung, dan mata tajam seperti burung elang sedang berenang di kolam renang. Di siang yang cerah itu, kolam renang tampak sepi dan tenang, hanya ada bunyi gemericik air yang bergerak pelan. Tristan memasuki kolam renang dengan tenang dan meluncur dari pinggiran kolam.Ketika ia mulai berenang, air kolam bergolak dan berombak karena gerakan lengan dan kaki Tristan yang kuat. Dengan kecepatan yang luar biasa, ia bergerak maju dan meluncur ke bawah air, menggunakan tekniknya untuk mengeksplor kedalaman kolam renang.Sedangkan di tepi kolam, Evan duduk tenang di kursi panjang, mengamati gerakan Tristan.Evan melihat Tristan yang masih terus berenang di dalam kolam renang. Ia memperhatikan langit yang tadinya cerah berwarna biru sudah mulai berubah menjadi jingga, menandakan waktu siang akan berganti malam, namun Tristan masih tampak betah berenang.“Tristan, berapa lama kamu masih akan berenang?” tanya E
Setelah memasuki kantor, Tristan, Dafina, Stella, dan Maya berjalan menuju lift. Dafina menekan tombol untuk naik ke lantai 14, tempat ruang kerja mereka berada. Saat pintu lift tertutup, suasana menjadi hening, hanya terdengar gemerisik halus dari mesin lift.Tristan memperhatikan Stella diam-diam, tetapi wanita itu membuang muka, tidak mau bertatapan dengannya. Ada keheningan yang kaku di antara mereka, yang tak bisa diabaikan.Ketika pintu lift terbuka di lantai 14, mereka semua keluar dan menuju ruang kerja masing-masing. “Tuan, rapat akan dimulai dalam satu jam,” ujar Dafina mengingatkan Tristan.Tristan mengangguk dan masuk ke dalam ruangannya tanpa berkata apa-apa.“Stella, tolong berikan dokumen surat perjanjian perusahaan ini kepada Tuan Tristan,” titah Dafina, yang sedang sibuk dengan panggilan telepon.Namun, Stella terdiam sejenak, wanita itu ragu-ragu. Ia tidak ingin bertemu langsung dengan Tristan, terutama setelah malam yang sulit dia lewati. Namun, dengan berat hati,
Stella dan Dafina mencari dokumen tersebut dengan penuh ketegangan. Stella mencari dokumen itu di meja Dafina karena dia masih ingat betul terakhir kali dia meletakkan dokumen tersebut di meja Dafina. Dafina bersedekap dada melihat Stella yang mencari dokumen itu di mejanya.“Bagaimana? Dokumennya tidak ada di mejaku, ‘kan? Sudahlah, kamu tidak perlu menyalahkan orang lain atas kesalahanmu sendiri,” ujar Dafina yang terlihat kesal.“Tapi aku masih ingat jelas, aku meletakkannya di meja kamu,” ungkap Stella.“Daripada kamu mencari di mejaku, lebih baik kamu cari di mejamu sendiri!” kata Dafina dengan nada yang tajam.Setelah mendengar perkataan Dafina, Stella pun berlari ke meja kerjanya untuk mencari dokumen tersebut, wanita yang memiliki tubuh langsing itu mulai mencari dari laci hingga tempat penyimpanan lainnya. Bahkan ia sampai mengeluarkan semua barang yang ada di tasnya, tapi tetap saja dokumen tersebut tidak ditemukan.Setelah Stella tak menemukan keberadaan dokumen itu di meja