Share

Bab 6. Ketidakadilan

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-04-03 12:40:09

Stella dan sahabatnya, Elsa, sedang duduk di ruang tamu kontrakan mereka. Stella terlihat terus-menerus melamun, membuat Elsa bingung dan mencoba mencari tahu apa yang sedang membuat sahabatnya itu sedih.

“Kenapa kamu terus melamun? Apa kamu masih memikirkan Ramon?” tanya Elsa penasaran. Elsa merasa kesal ketika Stella memberitahunya bahwa Ramon telah berselingkuh dan telah membuat sahabatnya itu kecewa.

Stella menjawab dengan tegas, “Aku tidak lagi memikirkannya.”

Elsa kemudian bertanya lagi, mencoba menggali penyebab lamunan Stella. “Lalu karena apa?”

“Ini karena pengganti Pak Damian,” jelas Stella sambil menghela napas.

Elsa memperlihatkan raut wajah heran. “Kenapa? Apa dia orangnya galak?”

“Lebih dari itu,” jawab Stella dengan nada serius. “Kamu pasti tidak akan percaya siapa dia,” tambahnya, membuat Elsa semakin penasaran.

“Siapa memangnya?”

“Tristan,” ungkap Stella sambil memainkan ponselnya.

“Tristan...?” Elsa berhenti sejenak, mencoba mengingat.

“Dia pernah satu SMA dengan kita,” tutur Stella.

“Tristan yang pernah nembak kamu dulu?” Elsa mencoba menghubungkan kembali ingatannya.

“Ya,” balas Stella, wanita itu kini meletakkan ponselnya di meja sambil terus memperhatikan ikan di akuarium.

Elsa terkesiap mendengar jawaban dari sahabatnya itu. Ia masih ingat betul, lelaki yang pernah dekat dengan sahabatnya, bahkan lelaki itu sempat menembak Stella. Akan tetapi, Stella malah menolaknya mentah-mentah.

“Kamu serius?” Elsa bergeser dari tempat duduknya dan duduk di samping Stella, ingin mendengar lebih banyak lagi. “Berarti Tristan menjadi atasan dan kamu jadi sekretarisnya dong?”

Stella mengangguk sambil menatap Elsa. “Iya, tapi ternyata dia juga membawa sekretarisnya dari luar negeri,” jelasnya.

Elsa mengernyitkan kening. “Gawat, posisimu bisa terancam, Stel,” imbuhnya dengan nada khawatir. “Tapi… kalau begitu, kamu dan Tristan akan bertemu terus dong, ya?” tanyanya, mencoba melihat sisi positif dari situasi yang sulit itu. “By the way, bagaimana Tristan sekarang? Apa dia tambah ganteng?” Elsa bertanya dengan nada bercanda.

Stella tersenyum kecil mendengar pertanyaan Elsa. “Hmm, sepertinya dia masih tampan,” jawabnya sambil menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan senyum malu.

“Wow, mungkin ada kesempatan bagimu untuk menarik perhatiannya,” goda Elsa sambil menyipitkan mata.

Stella hanya menggeleng-gelengkan kepala. “Aku pikir itu tidak mungkin. Dia pasti sibuk dengan pekerjaannya dan tidak punya waktu untuk hal-hal seperti itu. Apalagi mungkin dia masih marah karena aku sempat menolaknya dulu," kata Stella dengan suara rendah.

“Eh, jangan pesimis begitu, Stel. Siapa tahu, mungkin ada jalan keluar dari situasi ini,” sahut Elsa, mencoba menghibur temannya.

Stella mengangguk setuju, tetapi masih merasa ragu. Hatinya berdebar-debar saat membayangkan bertemu Tristan setiap hari di tempat kerja. Tetapi di sisi lain, dia juga merasa ada semacam kegembiraan terselip di dalam hatinya.

Drrtt … rrrttt … drttt ….

Stella meraih kembali ponselnya dari atas meja saat mendengar bunyi berdering.

“Siapa itu?” tanya Elsa.

“Pak Damian. Aku harus angkat dulu,” kata Stella sambil beranjak dari sofa menuju balkon. Dia merasa tegang. Apa yang akan dikatakan oleh Damian?

“Halo, Pak Damian.”

“Stella, bisa kita bicara sebentar?”

“Tentu, Pak.”

“Aku ingin bertanya tentang tawaran yang aku berikan tempo lalu. Apa kamu sudah memiliki jawabannya?”

Stella terdiam sejenak, memikirkan perintah Damian untuk mendekati putranya, Tristan. Damian ingin mengetahui apakah Tristan seorang lelaki normal atau tidak karena selama ini, Tristan tidak pernah dekat dengan wanita manapun atau memiliki pacar.

Stella berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati sebelum menjawab, “Pak Damian, saya masih mempertimbangkan tawaran tersebut. Saya butuh waktu untuk memikirkannya lebih lanjut.”

Damian merespons dengan suara serius, “Tentu, Stella. Aku mengerti. Tapi tolong diingat, ini adalah kesempatan yang sangat penting bagiku. Aku harap kamu dapat mempertimbangkannya dengan sungguh-sungguh.”

Stella mengangguk meskipun dia tahu ini akan menjadi tugas yang sulit. Setelah percakapan singkat itu berakhir, dia duduk kembali di sofa, memikirkan langkah selanjutnya dengan hati-hati.

Stella menatap ke arah Elsa dengan wajah penuh keraguan. “Elsa, aku butuh saranmu. Pak Damian mengajakku untuk mendekati Tristan. Aku tidak yakin apa yang harus kulakukan,” keluh Stella.

Elsa memandang Stella dengan penuh perhatian. “Hmm, itu memang situasi yang sulit. Tapi menurutku, kamu harus mempertimbangkan baik-baik. Apakah kamu merasa nyaman dengan tawaran itu? Dan bagaimana perasaanmu terhadap Tristan?”

Stella menggeleng perlahan. “Aku tidak yakin. Tapi aku juga tidak ingin mengecewakan Pak Damian. Dia sepertinya sangat memperhatikan Tristan, dan aku ingin membantunya jika bisa. Tapi … kenapa harus aku? Kenapa tidak wanita lain saja yang ia suruh?”

Elsa tersenyum melihat kebingungan sahabatnya itu. “Mungkin kamu adalah wanita yang bisa diandalkan, makanya Pak Damian menyuruhmu untuk mendekati Tristan. Kalau aku jadi kamu, tidak disuruhpun oleh Pak Damian, mungkin aku akan mendekatinya sendiri.”

“Ini benar-benar tidak mudah bagiku, apalagi dengan sikap Tristan yang dingin, sebenarnya aku ingin menolak, tapi karena Pak Damian sudah begitu baik kepadaku selama ini, aku jadi tak enak untuk menolaknya,” keluh Stella.

Elsa mengedipkan mata sambil memberikan senyum kecil. “Tenang, Stella. Aku yakin kamu akan menemukan jalan keluar dari situasi ini. Kamu harus percaya pada dirimu sendiri.”

***

Stella, pagi ini sedang berada di pantry, wanita yang mengikat rambut satu itu sedang menyeduh teh hangat untuk Tristan, tapi tiba-tiba Maya, teman kerjanya, mendekatinya.

“Stella, kemarin bagaimana? Apakah kamu dimarahi tanpa henti?” Maya bertanya, mengingat Stella terlambat datang ke kantor.

Untungnya, Pak Damian tidak marah padanya. “Tidak,” jawab Stella.

“Tapi, apa Tuan Tristan yang memarahimu?” tanya Maya kembali.

“Tidak juga,” jawab Stella sambil menggelengkan kepalanya.

Maya menghela napas lega. “Syukurlah. Aku pikir Tuan Tristan akan marah besar karena situasinya sedang panas saat itu.”

“Kenapa, kok seperti itu?” tanya Stella.

“Kamu tidak tahu?” tanya Maya terkejut.

Stella hanya menggeleng.

“Di rapat kemarin, Tuan Tristan marah besar karena kesalahan dalam laporan keuangan. Dia bahkan menggebrak meja!”

Stella mengangguk. “Pak Damian juga suka begitu.”

“Tapi Tuan Tristan lebih parah,” sela Maya “dia memarahi setiap orang yang tidak bersalah juga.”

Setelah menyeduh tehnya, Stella bergegas akan pergi ke ruang Tristan. “Sudahlah, nanti lanjut lagi gosipnya,” ucap Stella sambil meninggalkan pantry.

Maya hanya mengangguk melihat kepergian Stella dari hadapannya.

Di ruang Tristan, Stella menaruh secangkir teh di meja kerjanya. “Tuan, ini teh hangatnya,” kata Stella sambil tersenyum manis.

Tristan, yang tengah sibuk dengan dokumen, melirik ke arah teh tersebut lalu memanggil Dafina, sekretarisnya. “Dafina,” panggil Tristan.

Dafina masuk ke ruang Tristan. “Iya, Tuan?”

“Tolong buatkan saya teh!” perintah Tristan yang membuat semua orang bingung.

Stella mengernyitkan dahinya saat mendengar perintah tersebut. Sedangkan Dafina memandang secangkir teh yang sudah dibuat Stella.

“Lain kali, kamu saja yang buatkan teh. Aku tidak ingin minum dari teh yang dibuat orang lain. Rasanya pasti tidak sama,” ujar Tristan.

“Baik, Tuan.“

Saat Tristan memberikan perintah kepada Dafina, Stella merasakan adanya perasaan tidak adil. Kenapa ia harus menyeduh teh untuk Tristan, sedangkan Dafina yang notabene adalah sekretaris Tristan tidak pernah ditegur. Dia merasa ada perlakuan tidak adil dari Tristan dan menjadi sedih mendengar kata-kata Tristan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 102. Honeymoon

    Keesokan paginya, Stella terbangun dengan sinar matahari yang menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar. Dia merasa segar setelah tidur nyenyak semalam. Dia menoleh ke samping dan melihat Tristan masih tertidur pulas di sebelahnya. Wajahnya tampak damai dan bahagia. Stella bangkit perlahan dari tempat tidur, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan Tristan. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi hari baru sebagai seorang istri. Ketika Stella selesai bersiap, dia keluar dari kamar mandi dan menemukan Tristan yang sudah bangun dan sedang duduk di tepi tempat tidur. "Selamat pagi," sapa Tristan dengan senyum lebar. "Selamat pagi," balas Stella sambil menghampiri Tristan dan duduk di sampingnya. "Apa kau tidur nyenyak?" tanya Tristan sambil mengusap lembut rambut Stella yang masih basah. "Ya, terima kasih. Kamu?" balas Stella sambil menatap mata Tristan dengan penuh cinta. "Aku juga. Ini hari pertama kita sebagai suami istri. Apa rencana

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 101. Hot Night

    "Hay Stella," sapa Weni dengan senyum ramah. "Oh, iya, aku hanya kaget saja. Aku pikir kamu tidak akan datang," jawab Stella, yang juga tersenyum ke arah Weni. "Aku pasti datang, Stella. Selamat ya," ucap Weni dengan tulus. Stella dan Tristan memang sempat ragu untuk mengundang Weni ke pernikahan mereka, terutama dengan apa yang terjadi belakangan ini. Weni masih bersikukuh untuk mendapatkan hati Tristan kembali. Namun, Tristan tak goyah dengan pendiriannya untuk terus bersama Stella. Meskipun beberapa orang menentang pernikahan mereka, terutama karena sebelumnya Weni menginginkan pernikahan bisnis dengan Tristan untuk membantu perusahaan yang dikelola Tristan, tapi Tristan tetap menolaknya. Tristan lebih memilih cara lain. Ia bahkan pergi ke luar negeri untuk mengurus semuanya dan bekerja sama dengan perusahaan asing. Setelah kembali ke Indonesia, usaha keras Tristan membuahkan hasil. Ia akhirnya bisa membangun kembali perusahaan keluarganya tanpa harus bergantung pada perni

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 100. Hari Bahagia

    Stella memandangi dirinya dalam cermin, memperhatikan gaunnya yang terlihat begitu indah. Gaun itu berwarna putih gading dengan desain klasik yang elegan. Potongan A-line yang membentuk siluet tubuhnya dengan sempurna, sementara renda halus menghiasi bagian atas gaun, memberikan sentuhan romantis. Tali bahu yang tipis menambahkan kesan anggun, dan ekor gaun yang panjang menambah kemegahan penampilannya. Veil yang panjang menutupi punggungnya, melengkapi penampilan yang sempurna sebagai pengantin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Tristan. Ia tak menyangka bila akhirnya bisa menikah dengan pria yang begitu dicintainya. Stella teringat kembali saat-saat ketika ia dan Tristan pertama kali bertemu kembali di kantor. Waktu itu, Tristan menggantikan Damian sebagai CEO, dan Stella menjadi sekretarisnya. Mereka tak sengaja bertemu di ruang rapat saat Tristan baru saja mengambil alih jabatan. Stella merasa canggung, tapi Tristan dengan senyum hangatnya membuat Stella merasa nyaman. Pe

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 99. Will You Marry Me?

    "Tristan," gumam Stella lirih, matanya sudah berkaca-kaca ketika melihat Tristan yang ada di hadapannya kini. Tristan malam ini tampil begitu menawan dengan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dan celana panjang berwarna senada. Rambutnya disisir rapi, dan ia membawa buket bunga mawar merah yang cantik di tangannya. Cahaya lilin yang redup membuat penampilannya terlihat semakin mempesona. "Stella," kata Tristan ketika melihat Stella yang hanya terdiam. "Ini beneran kamu?" tanya Stella, mencoba untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi. Tristan mengangguk dan memberikan buket bunga mawar yang cantik kepada Stella. Stella meraih bunga tersebut dengan perasaan kesal. "Jahat," gumamnya. "Jahat?" tanya Tristan sambil mengerutkan keningnya, ia merasa bingung. "Kamu jahat," kata Stella dengan suara serak. "Aku sudah menghubungi bahkan mengirim banyak pesan kepadamu, tapi kamu tidak membalasnya." Tristan tersenyum, lalu mengusap air mata yang jatuh di pipi Stell

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 98. Kejutan

    "Sayang, bangun, ini sudah jam 8 pagi. Apa kamu mau tidur terus?" Safira membangunkan anaknya, Stella, yang masih tidur begitu pulas. Ia mengelus rambut Stella dengan lembut, berharap putri kesayangannya itu bangun. Stella menggeliat ketika merasakan tangan hangat ibunya mengelus rambutnya. "Stella masih ngantuk," gumamnya, yang masih enggan untuk bangun. "Ini udah pagi, Sayang. Mama sudah siapin sarapan, kita sarapan bareng, ya." "Hm, Stella nggak laper," jawab Stella dengan suara serak. "Tadi malam kamu juga makannya cuma sedikit. Sekarang harus makan lagi, ya." "Tapi, Ma ...." "Hust, nurut sama mama, ya. Di luar juga ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu." Stella langsung membuka matanya lebar-lebar ketika ibunya berkata ada seseorang di luar. "Siapa, Ma?" "Temui dia, dia bilang sudah kangen sama kamu." "Mm, iya deh, Ma," ujar Stella sambil bangun dari tidurnya. Ia pun menyingkap selimut dan mulai merapikan rambutnya yang masih berantakan. Namun, ketika Stel

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 97. Desakkan Safira

    "Ya, tiba-tiba ada urusan keluarga yang harus aku selesaikan, dan aku juga mau menemui kamu. Aku nggak bisa tinggal lama di Jakarta," kata Elsa dengan nada menyesal. Stella menghela napas panjang. "Aku mengerti, tapi aku terkejut mendengar itu. Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di Jakarta?" Elsa tertawa kecil. "Tenang, Stella. Aku cuma sebentar di Jogja. Lagi pula, aku ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sudah kangen sama kamu. Memangnya kamu gak kangen sama aku?" Stella tersenyum lemah. "Hm, ya, aku juga kangen sama kamu." Stella menghela napas lega. "Baiklah. Aku akan menunggumu di sini." "Aku akan segera menemui kamu, Stella. Kita bisa ngobrol banyak hal seperti biasa," ujar Elsa dengan nada meyakinkan. "Baiklah. Jaga diri di perjalanan, ya. Dan segera hubungi aku kalau sudah sampai Jogja," kata Stella dengan suara pelan. "Pasti, Stella. Kamu juga jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku. Aku selalu siap buat kamu," balas Elsa. "Terima kasih,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status