Share

7. Salfok

last update Last Updated: 2024-11-10 14:00:19

Saat sampai di ruangannya pun, Ruby masih memikirkan Julian yang bisa dengan mudah mengubah-ubah sikapnya.

Kalau berpikir Julian itu punya kepribadian ganda, sepertinya itu terlalu berlebihan. Ruby tidak bisa terlalu fokus pada pekerjaannya gara-gara Julian yang menunjukkan sikap yang berbeda padanya dan pada orang lain.

‘Andai aja si tuan muda arogant itu juga dingin sama aku, pasti aku akan bekerja dengan tenang tanpa gangguan si bos tengil,’ celoteh Ruby dalam hati.

Ruby selalu saja merasa kesal setiap ingat dengan betapa tengilnya kelakuan atasannya sendiri.

“Aku harus tanya Sola ini ke Kak Friska saat pulang dari kantor nanti.” Ruby menganggukkan kepalanya, Ruby rasa dengan bertanya pada Friska adalah ide yang paling baik.

Sedangkan di sisi lain, Julian sedang uring-uringan karena pekerjaannya yang tidak kunjung selesai padahal Julian sudah ada janji makan malam bersama dengan Fagas dan Marvel.

Mau tak mau Julian harus menyelesaikan semua pekerjaannya daripada harus mendengar omelan Oma Fia saat pulang ke rumah nanti.

Satu setengah jam berlalu, waktu sudah menunjukkan jam setengah tujuh malam. Semua pekerjaan Ruby sudah selesai, Ruby merasa lega.

“Akhirnya aku bisa pulang setelah seharian bekerja.” Ruby membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang.

Ruby menengokkan kepalanya ke ruangan Julian. “Si Tuan Muda udah kelar belum ya?” Tiba-tiba saja Ruby memikirkan pekerjaan Julian yang masih banyak.

Dengan penuh keraguan, Ruby berjalan mendekati pintu ruangan Julian.

“Biar bagaimanapun dia adalah bos, jadi aku harus minta izin dulu sebelum pulang.” Ruby menghela nafas berusaha untuk menguatkan diri sebelum masuk ke dalam ruangan Julian.

Tok!

Tok!

Tok!

“Boleh saya masuk, Tuan Muda?” tanya Ruby dengan suara yang agak keras setelah mengetuk pintu.

“Masuk aja!” jawab Julian tanpa mengalihkan atensinya dari layar komputernya.

Ruby masuk secara perlahan-lahan, pemandangan pertama yang Ruby lihat adalah Julian yang sedang sibuk dan tampak sangat lelah.

‘Dia kelihatan capek banget, padahal pekerjaan kami hampir sama banyak. Aku Bisa-bisanya saja, dia malah sudah kelelahan. Semangat kerja anak orang kaya bedanya jauh banget sama aku yang anak miskin dan yatim piatu,’ batin Ruby sembari terus memperhatikan Julian.

“Pekerjaan kamu udah selesai?” tanya Julian tanpa menatap Ruby, Julian masih fokus dengan pekerjaannya.

“Udah, saya mau izin pulang.” Ruby menjawab Julian dan mengatakan apa yang dia inginkan.

“Dasar nggak tau diri, bos belum pulang kamu malah tega-teganya mau ninggalin saya sendirian di perusahaan sebesar ini.” Entah sedang mengiba atau menghina, yang jelas Ruby selalu jengkel setiap kali Julian berbicara dengan nada tengil itu.

“Terus Tuan Muda maunya apa?” Ruby yang lelah dan ingin berbuat memilih mengalah dengan cara bertanya.

“Temani saya dulu, kalau bisa tolong bantu pekerjaan saya biar lebih cepat selesai.” Julian menghentikan pergerakan tangannya yang sedang menari di atas keyboard laptop lalu menatap Ruby dengan senyum menyebalkan nya.

“Saya nggak mau kerja lagi, apalagi pekerjaan saya hari ini udah selesai. Meskipun saya ini cuma sekretaris Anda, tapi saya ogah jika disuruh kerja rodi.” Ruby menolak tanpa basa-basi.

Julian terdiam, benar juga kata Ruby. Kalau Julian tetap memaksa Ruby membantu menyelesaikan pekerjaannya, itu namanya tindakan yang tidak baik dan merugikan karyawan. Julian memutar otak untuk mencari cara agar Ruby mau membantunya tanpa merasa dirugikan.

Beberapa saat setelahnya Julian tersenyum lebar. Ide yang sangat bagus sudah Julian temukan.

“Kalau kamu mau membantu pekerjaan saya, saya akan kasih kamu bonus yang besar, Ruby.” Julian rasa Ruby tidak akan menolak bonus.

“Saya mau membantu asalkan bonusnya sesuai dengan yang saya inginkan dan kasih hari ini juga, gimana?” Ruby lebih licik lagi, dia benar-benar tidak mau rugi.

“Berapa yang kamu mau?” tanya Julian dengan gaya arogant nya.

“Dua juta.”

Julian menganga. “Yang benar aja kamu minta dua juta?”

“Kalau Tuan Muda nggak mau yasudah, saya pulang dulu.” Ruby akan berbalik badan tapi Julian mencegahnya.

“Tunggu-tunggu! Oke, dua juta akan langsung ke tangan kamu kalau kamu mau bantuin saya!” Tanpa sadar Julian telah memegang tangan Ruby agar Ruby tidak jadi pergi.

Julian akan ngeri juga kamu ditinggal sendirian di perusahaan sebesar ini malam-malam begini.

Bukannya fokus dengan penawaran Julian , Ruby malah salfok dengan tangan Julian yang sedang menggenggam erat lengan kiri Ruby.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Bab 29 : Siap

    Di dalam pesawat, Ruby bersandar pada bahu Julian, menikmati ketenangan yang jarang mereka dapatkan. Julian yang biasanya cuek dan malas-malasan kini tampak lebih rileks, jemarinya dengan santai memainkan rambut istrinya."Jangan sampai kamu berubah jadi bos menyebalkan saat liburan," gumam Ruby setengah mengantuk.Julian terkekeh. "Tenang saja, aku akan menjadi suami yang menyebalkan kali ini."Ruby mendengus, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. Perjalanan ke Paris kali ini memang bukan hanya untuk bersantai, tetapi juga untuk menjauh dari urusan pekerjaan dan kenangan masa lalu yang terus mencoba mengusik kehidupan mereka.Saat mereka tiba di bandara Charles de Gaulle, angin dingin musim gugur menyambut kedatangan mereka. Ruby mengeratkan mantelnya sementara Julian menatap sekeliling dengan santai. Baru saja mereka hendak menuju hotel, sebuah suara yang familiar membuat Ruby menghentikan langkahnya."Julian? Benarkah itu kamu?"Seorang wanita dengan rambut panjang bergelombang da

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   27 : Kembali ke setelan awal

    Pekerjaan di kantor sedang kacau balau. Tenggat waktu menumpuk, laporan belum selesai, dan telepon terus berdering tanpa henti. Ruby bahkan nyaris tidak punya waktu untuk duduk dengan tenang, sementara Julian—yang biasanya santai—mulai terlihat sedikit kewalahan.“Julian, ini dokumen yang harus kamu tanda tangani hari ini,” kata Ruby sambil menaruh setumpuk berkas di meja suaminya.Julian menatap tumpukan itu dengan ekspresi malas. “Ini beneran semuanya harus hari ini?”Ruby menghela napas panjang. “Kalau mau kita bisa pulang sebelum tengah malam, iya.”Julian menggerutu pelan, tapi tetap meraih pena dan mulai menandatangani satu per satu. Sementara itu, Ruby kembali ke laptopnya, mengetik dengan cepat sebelum tiba-tiba—Tring!Notifikasi email masuk. Ruby membacanya sekilas, lalu langsung mengusap wajahnya dengan frustasi. “Julian… ada revisi lagi dari klien.”Julian berhenti menandatangani dan menatap Ruby dengan ekspresi tidak percaya. “Serius?”Ruby mengangguk lelah. “Dan mereka m

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   27 : Bertemu gadis buta

    Setelah dipaksa untuk ikut double date oleh Fagas dan Marvel, Julian dan Ruby akhirnya terjebak dalam acara kencan ganda yang mereka tak inginkan.Mereka sudah berada di restoran yang sudah dipesan oleh Marvel—sebuah restoran rooftop yang cukup romantis. Fagas datang dengan seorang wanita bernama Celine, sementara Marvel…Marvel datang sendirian.Fagas mengerutkan dahi. “Mana pasangan lo?”Marvel mengangkat bahu santai. “Tenang, dia bakal nyusul.”Julian melirik Marvel malas. “Jangan bilang lo ngajak kencan sama cewek random yang lo temuin di jalan.”Marvel hanya terkekeh. “Yah, bisa dibilang begitu.”Beberapa menit kemudian, seorang wanita akhirnya muncul.Wanita itu sangat cantik, dengan rambut panjang bergelombang dan raut wajah lembut. Dia mengenakan gaun sederhana berwarna krem yang membuatnya terlihat anggun. Namun, yang membuat semuanya terdiam adalah…Dia membawa tongkat putih.Ruby langsung menyadari sesuatu. Wanita itu buta.Marvel segera berdiri dan membantunya duduk dengan

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Bab 26 : Bencana

    Setelah kekacauan pagi itu, suasana di kantor mulai sedikit tenang. Ruby akhirnya bisa duduk di mejanya dan fokus pada pekerjaannya, sementara Julian… ya, dia tetap Julian.Alih-alih bekerja, bos malas itu malah duduk di kursinya sambil memainkan pena di tangannya, menatap Ruby dengan senyum menyebalkan.“Kenapa tatapanmu kayak gitu?” Ruby bertanya tanpa menoleh dari layar laptopnya.Julian bersandar ke belakang, menyilangkan tangan di belakang kepalanya. “Aku cuma berpikir… gimana ya kalau sekretarisku ini berhenti terlalu serius bekerja dan lebih fokus mengurus bosnya yang kesepian?”Ruby mendengus, mengetik lebih cepat. “Bos yang kerjaannya cuma tidur dan menggoda sekretarisnya? Ya, enggak, makasih.”Julian tertawa pelan. “Tapi kamu suka, kan?”Ruby langsung menoleh tajam, pipinya sedikit memerah. “Suka apanya?!”Julian bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Ruby dengan langkah santai. Dengan cepat, dia menyandark

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   25 : Kerja

    Ruby meneguk ludah, mencoba tetap tenang. Tapi sulit sekali, apalagi ketika Julian berdiri begitu dekat, menatapnya seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.Oke, Ruby. Tenang. Jangan goyah!Tapi bagaimana bisa tenang kalau Julian berdiri begitu dekat, dengan ekspresi penuh percaya diri yang menjengkelkan itu?"Apa kau takut?" Julian bertanya, suaranya rendah dan penuh godaan.Ruby memaksakan senyum. "Takut? Aku? Tidak mungkin.""Benarkah?" Julian semakin mendekat, membuat Ruby hampir tersudut ke meja."Jangan terlalu percaya diri, Bos," kata Ruby, mencoba mempertahankan harga dirinya. "Kau bukan satu-satunya pria yang bisa membuat seorang wanita salah tingkah."Julian mengangkat alis. "Oh? Jadi, kau mengakui kalau aku membuatmu salah tingkah?"Sial. Dia membalikkan kata-kataku!Ruby segera meralat, "Aku tidak bilang begitu."Julian hanya menyeringai. "Tapi kau berpikir begitu."Ruby menggigit bibirnya, menatap pria itu dengan tajam. "Aku tidak terintimidasi olehmu, Julian."Julian terse

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   24. Terjebak

    Di sebuah apartemen kecil di sudut kota, Ruby mondar-mandir di ruang tamu, matanya tak lepas dari ponselnya. Beberapa kali ia mengetik pesan untuk Julian, tapi selalu dihapus sebelum sempat dikirim.Renzi, yang duduk santai di sofa dengan kaki terangkat di meja, meliriknya dengan bosan. "Kalau kau terus berjalan seperti itu, lantai bisa berlubang, Ruby."Ruby mendelik tajam. "Diam kau, Renzi. Aku sedang tidak bercanda."Renzi mengangkat bahu, tidak tersinggung. "Aku tahu. Tapi serius, kau terlalu khawatir.""Terlalu khawatir?" Ruby mendekat dengan ekspresi tidak terima. "Kau sadar Julian ikut meringkus seorang kriminal besar, kan? Damar bukan penjahat biasa. Dia punya koneksi ke mana-mana, bahkan ke kepolisian."Renzi menghela napas panjang. "Julian bukan anak kecil. Dia tahu apa yang dia lakukan.""Itu masalahnya!" Ruby melempar dirinya ke sofa di samping Renzi, wajahnya dipenuhi frustrasi. "Dia selalu bertindak seolah semuanya ada dalam kendali. Padahal dia bisa saja dalam bahaya be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status