"—terlambat." Anthony berjalan menuju meja. Di tangannya ada sebuah plastik bening hingga terlihat isinya. Ia meletakkannya di sana sebelum mendekati Grace dan Evan.
Evan memandang pada Grace tanpa bicara, seakan bertanya siapa lelaki yang baru datang ini.
"Ah, ya. Hmm, Anthony ini Evan, Evan ini Anthony." Grace memperkenalkan dengan singkat.
Anthony terperanjat dan berkomentar, "Oh? Bukannya ...?" tanpa diselesaikan.
Grace mengangguk, mengerti apa maksudnya. "Ya, kami ... baikan," beritahunya.
Evan menangkap ada sesuatu di antara Grace dan Anthony. Pria itu bahkan terdengar tahu mengenai masalahnya dengan Grace. Karena itulah hatinya menjadi terusik.
PHP atau memang ada sesuatu tuh si Evan? Dan apa wejangan dari Anthony ternyata benar?
Baru berbaikan tapi tiba-tiba berpisah tanpa kata. Lagi. Evan menghilang sejak hari pergantian tahun seperti ditelan bumi. Bahkan Vino sebagai sekretaris tidak mengetahui apa yang terjadi. Selama tiga hari sejak hari kerja dimulai, usaha Grace untuk menghubunginya juga berakhir sia-sia. Apartemennya pun didapati kosong setelah diperiksa. Grace merasa yakin bahwa ada sesuatu yang buruk telah terjadi. Ia harus melakukan sesuatu, entah bagaimanapun caranya. Naasnya, fokusnya teralihkan sepanjang hari di kantor sebagai akibatnya. "Grace, Grace!" Nita harus menyentuhnya sebelum akhirnya berhasil menarik perhatiannya. "Dipanggil Pak Mario tuh." Seperti baru bangun tidur, Grace tampak linglung tapi langsung beranjak dari tempatnya. Ia otomatis berjalan ke tempat Pak
Grace tidak percaya akan apa yang ia dengar. Sejak sang ayah berpisah dengan bundanya, ia sudah tahu alasannya karena perselingkuhan. Tetapi ia tidak pernah mau tahu siapa yang menyebabkannya. Hanya saja begitu mendengar dengan siapa ayahnya berselingkuh, ia pun mematung tak bisa berbicara. "Grace." Evan menyentuh lengan Grace cemas. "Grace, tolong ngomong sesuatu." Tidak membalas perkataan Evan, Grace kemudian menundukkan kepala. Kedua tangannya saling menggenggam erat. Melihat reaksi Grace, Evan menyesal telah menyampaikan kebenarannya seketika itu juga. "Seharusnya aku nggak usah bilang," gumamnya lirih lalu meremas rambutnya. Ia beranjak dari sofa dan berdiri menatap ke luar jendela. 'Kenapa har
"Van, hatiku hancur waktu denger ini. Tapi bukan karena perbuatan ayah. Sejujurnya aku udah nggak pernah peduli sama ayahku. Sama sekali. Mau dia menikah sama siapapun, atau selingkuh lagi, bagiku aku udah nggak punya ayah. Hatiku udah kebal dan nggak akan sakit hati. Tadi hatiku hancur karena ... ini mamamu, yang kamu bilang nggak pernah nyangka akan berbuat gitu. Jadi sekarang, aku mau jalankan peranku sebagai sahabatmu. I'm your support system here. Jangan sembunyi lagi, ayo kita jalani ini sama-sama."~~~Perkataan Grace semalam masih terus terngiang di telinga Evan. Terutama bagian dimana Grace menyatakan bahwa dirinya akan menjadi sistem pendukungnya. Itu menjadi kekuatan tersendiri baginya saat bangun pagi hari tadi. Kini ia kembali ke kantor dengan kondisi yang jauh lebih baik.
Tidak mudah mengubah suasana hati yang buruk menjadi baik kembali. Grace tidak ingin mengacaukan makan malam bersama Evan. Malam ini harus menjadi momen yang menyenangkan. Sahabatnya baru saja melewati masa kritis yang berkaitan dengan permasalahan kedua orang tua mereka.Karena itulah Grace berusaha sebaik mungkin menyambut setiap obrolan yang diangkat oleh Evan di sepanjang perjalanan. Entah hanya dengan tawa singkat, ataupun membalas dengan candaan. Beruntung, hal itu cukup berhasil mengubah suasana hatinya sedikit lebih baik."Wah? Restoran Perancis. Ini kan yang temen-temen bilangfancybanget. Mahal loh, Van—eh, kamu kan GM. Ya nggak mahal sih ya." Grace terkekeh geli, teringat posisi sahabatnya sekarang. Seusai melepaskan sabuk pengaman, ia melangkah kelua
Hidup berdua dengan sang bunda memang tidak selalu mudah bagi Grace. Semenjak ayahnya pergi, ia jauh lebih memperhatikan satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki itu. Dibandingkan dengan orang-orang seusianya, proses pendewasaannya menjadi jauh lebih cepat. Di saat yang lain masih sering menghabiskan waktu bersama untuk bersenang-senang, ia lebih banyak membantu bundanya bekerja. Dulu sebelum pergi ke Inggris, Evan juga sering turun tangan untuk membantu mengantarkan pesanan. Kini saat hubungannya dengan Grace lebih baik, ia berinisiatif ingin membantu lagi. Hanya saja dengan ketegasan Grace yang luar biasa, ia dilarang melakukannya. Alhasil ia hanya mampir sesekali setiap minggunya untuk membeli barang dua atau tiga jenis kue serta minuman. Sore ini dengan sedikit paksaan, Evan mengantarkan Grace pulang. Saat mereka sa
Seperti biasanya dalam rangka perayaan Hari Kasih Sayang, departemen marketing hotel mengadakan acara internal khusus untuk para staf kantor. Tahun ini bertemakan 'Feeling Nostalgic', dimana setiap orang boleh mengirimkan surat cinta rahasia pada orang yang dikagumi layaknya di masa sekolah. Banyak dari antara para staf yang antusias untuk berpartisipasi, meskipun acara ini tidak diwajibkan. Semua surat cinta rahasia dikumpulkan di kotak khusus yang diletakkan di dekat pintu kantor per departemen dua hari sebelum tanggal 14 Februari. Di hari H, semua surat diberikan kepada masing-masing penerima. Pagi itu Grace mendapati beberapa surat di atas mejanya. Ada yang ditulis dengan komputer, ada juga yang ditulis dengan tangan. Semuanya ia baca dan tidak ada satupun yang memberikan kesan menarik. Maka surat-surat
'Grace ... suka sama orang lain. Bukan aku.' Evan memilih untuk mundur seketika itu juga. Ia tidak ingin sampai mengalami kejadian perselingkuhan dalam rumah tangga seperti orang tuanya. Pikirnya kedua orang tuanya menikah atas dasar terpaksa atau tanpa perasaan suka, sehingga perselingkuhan bisa terjadi."Aku baru inget ada janji sama orang. Nggak jadi ikut ya, Grace. Sampai besok," kata Evan begitu keluar dari lift."Eh? Kok—Oke. Sampai besok." Entah bagaimana Grace jadi merasa kecewa. Ia melihat sahabatnya itu berjalan cepat keluar dari hotel.Kini Grace harus mempersiapkan dirinya untuk menghadapi Anthony. Dari tempatnya berdiri, ia sudah bisa melihat pria itu berdiri di sebelah motornya dengan mengenakan kemeja yang terlihat sedikit di bali
"Grace, kamu baik- baik aja?" Suara Mario menggugah Grace hingga kembali dari lamunannya.Yang ditanya langsung mengangguk. "Maaf, Pak Mario. Cuma kepikiran sama beberapa orang dari departemenFood and Beveragesyang mengeluh tentang hak gaji mereka." Itulah alasan yang Grace bisa pakai dengan cepat. Beruntung otaknya bisa bekerjasama untuk menutupi kekalutan yang melanda pikirannya sejak semalam.Mario menarik map biru yang ada di hadapannya dan menyodorkannya pada Grace. "Yang itu nggak perlu kamu pikirkan. Sekarang kamu tolong ke ruangan Pak Evan dan antarkan ini. Tolong catat dengan rinci kalau Pak Evan minta direvisi. Yang iniurgentsoalnya," katanya.Sejak pagi Grace berusaha untuk tidak terlibat dalam urusan dengan Ev