Share

Selingkuh dengan Jin_7

Selingkuh dengan Jin

Part_7

Kini aku tengah berada di depan kamar kosong. Mendekatkan telingaku ke daun pintunya. Suara aneh yang menyeramkan tadi tidak terdengar lagi. Mendadak suasana berubah menjadi sunyi.

Sebenarnya suara apa yang terdengar olehku tadi? Sangat membuat diriku penasaran. Apakah sosok jin itu marah, akankah ia menampakkan wujud aslinya di hadapanku saat ia sakit hati karena penolakanku tadi? Aku bergidik ngeri. Membayangkannya saja aku ketakutan, apalagi melihatnya nyata.

***

Pagi ini kujalani aktivitas seperti biasanya. Sebelum Mas Satya pulang, aku berniat untuk menyiapkan makanan, untuk kami sarapan nanti. Tak butuh waktu lama untuk berbelanja, karena pedagang sayur selalu mangkal di depan rumahku.

Sayuran segera kucuci bersih dan kupotong, lalu aku lanjutkan memasak menu spesial untuk Mas Satya. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sebentar lagi Mas Satya akan datang. Masih ada waktu untuk aku mandi pagi dan berganti pakaian, untuk menyambut kedatangan Mas Satya. Hari ini aku akan memberikan pelayanan yang tak biasa untuk Mas Satya.

Tepat sepuluh menit setelah selesai mandi, terdengar suara mesin motor Mas Satya memasuki halaman rumah kami. Segera aku menyambut kedatangannya. Menyuguhkan senyuman untuk suami tercinta. Mas Satya mengecup keningku.

"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" tanya Mas Satya. Dari sorot matanya masih tersirat kekhawatiran.

"Udah baik, kok, Mas. Aku nggak papa."

"Syukurlah." Mas Satya menanggapinya dengan singkat.

Hari ini kuhabiskan waktu berdua bersama Mas Satya. Ia tahu apa yang aku mau. Akhirnya Mas Satya memberikan nafkah batin kepadaku yang jarang sekali ia penuhi. Salahkah jika aku menuntut yang semestinya sudah menjadi hakku? Tetapi lagi dan lagi aku dibuat kecewa. Belum aku mencapai puncaknya, Mas Satya menyudahi dengan alasan, LELAH.

Hingga malam tiba, Mas Satya dan aku saling diam tak banyak bicara. Sejak siang tadi aku jadi sering uring-uringan, karena rasa yang belum tuntas. Mas Satya sangat tidak peka terhadap perubahan sikapku. Ia terlihat biasa bahkan cuek. Aku semakin kesal dibuatnya. Sampai ia pergi kerja, aku masih diacuhkan olehnya. Sakit! Sangat sakit hatiku.

Tanpa sadar aku membaca mantra yang pernah diberikan oleh sosok jin yang selalu membersamaiku. Tak butuh waktu lama, sosok itu hadir. Ia tersenyum padaku. Rupanya ia paham apa yang aku butuhkan. Lelaki itu dengan penuh kasih membimbingku ke peraduan. Membelai dan mencurahkan kasih sayangnya. Aku terlena karena perlakuannya. Hatiku luluh. Seperti biasa, setelah aku puas, lelaki itu pergi meninggalkanku. Sebelumnya pergi ia memberiku uang dan beberapa perhiasan lagi. Aku benar-benar dimanjakan oleh sosok yang menyerupai Mas Satya. Tidak salah jika aku mulai jatuh cinta kepada sosok jin yang selalu mengertiku.

***

Tak terasa besok adalah waktu di mana aku harus menghadiri undangan reuni sekolah SMA-ku dulu. Semua sudah kupersiapkan. Mulai dari pakaian, perhiasan, dan juga uang tunai, yang jelas tanpa sepengetahuan Mas Satya—suami asliku. Semua keperluanku ini aku dapatkan dari Mas Satya yang lain.

Hari ini aku bangun lebih awal, sebelum azan subuh berkumandang. Bukan untuk melakukan kewajibanku yang seharusnya. Semenjak aku terikat perjanjian dengan jin itu, hampir tidak pernah lagi aku melakukannya. Meski sering kali Mas Satya menegur dan mengajakku untuk salat berjamaah, namun aku selalu menolak dengan berbagai alasan.

Aku malah sibuk memilih perhiasan yang akan kugunakan nanti di acara reuni. Aku bingung dibuatnya. Perhiasan mana yang akan kugunakan. Banyak macam model yang ada, tentunya semua pemberian dari sosok jin yang membersamaiku.

Sambil menunggu Mas Satya pulang dari tempat kerjanya, aku menyibukkan diri dengan rutinitasku. Membersihkan rumah juga kulakukan. Saat membersihkan ruang televisi, aku teringat kembali dengan ruang kosong yang hampir tidak pernah kubersihkan. Tadi saat aku masuk, lantai kamarnya terasa kotor. Banyak debu seperti pasir bertebaran.

Saat sedang membersihkan kamar kosong, aku menyempatkan diri lagi untuk membuka kotak rahasiaku. Terlalu asik mengamati benda berharga milikku, aku sampai tidak menyadari kedatangan Mas Satya. Terdengar suara Mas Satya memanggilku, suaranya sangat dekat. Seperti di depan kamar kosong ini. Aku gelagapan jadinya. Segera aku menutup rapat pintu lemari. Lalu, bergegas keluar kamar menemui suamiku.

"Loh, kok, kamu dari kamar itu?" tanya Mas Satya heran. Karena yang Mas Satya tahu, selama kami tinggal di rumah ini, hampir tidak pernah aku masuk ke kamar kosong itu. Entah apa alasannya, aku sendiri hanya merasakan keanehan,jika berada di kamar yang berada tepat di sebelah kamar tidurku.

"Eh, eng-enggak, Mas. Tadi aku hanya iseng aja nyapu kamar ini." Dengan gugup aku beralasan kepada Mas Satya.

Untung saja Mas Satya tidak curiga. Ia malah masuk ke kamar tidur kami. Aku mengekor Mas Satya di kamar. Ternyata ia merebahkan dirinya di pembaringan. Kubiarkan saja, aku paham jika ia lelah. Aku kembali melanjutkan aktivitasku.

***

Tepat pukul sembilan pagi, aku tiba di tempat yang sudah ditentukan untuk acara reuni bersama teman-teman SMA-ku. Aku berangkat sendiri dengan taxi online. Saat aku pergi tadi Mas Satya sedang terlelap. Jadi ia tidak mengetahui aku meninggalkannya, toh semalam aku sudah berpamitan padanya. Ketika turun dari taxi, semua mata tertuju padaku. Aku segera berjalan menyusuri area restoran tempat berlangsungnya reuni.

"Rita!" sapa seseorang. Aku mengedarkan pandangan, mencari sosok yang menyapaku.

Terlihat seorang wanita berjalan menghampiriku, ia menyunggingkan senyum. Ia juga mengembangkan tangannya hendak menyambutku.

"Hei, masih ingat denganku?" tanya wanita itu. Wanita itu mencium pipi kiri kanan serta memelukku. Aku mencoba mengingat, ah, wanita itu salah satu teman yang dulu sering merendahkanku, hanya karena aku miskin.

"Dina, kan?" Tebakanku tepat, wanita itu mengangguk cepat.

Lalu, Dina mengajakku bergabung bersama teman-temanku yang lainnya. Sungguh berbeda saat masa sekolai dulu. Memang materi di nomor satukan. Apalah aku yang dulu hanya seorang anak dari buruh serabutan. Pantas jika mereka semua selalu menghinaku. Sekarang melihat penampilanku yang berbeda, semua teman-temanku menyanjungku.

"Wih, beda banget sekarang kamu, Rita." Salah satu temanku yang lain memujiku. Aku hanya tersenyum. Pastinya senyum menyombongkan diri.

"Bedalah, masa nggak ada kemajuan," timpalku. Diiringi dengan gelak tawa teman-teman yang lain.

Salah satu temanku yang mengetahui profesi suamiku yang hanya buruh pabrik jadi penasaran. Katanya dari mana aku bisa menjadi semewah ini. Sedangkan gaji buruh tidak seberapa. Aku hanya menjawab sekenanya, menyakinkan temanku agar dia tidak curiga dan terlalu banyak tanya.

Setelah acara reuni selesai aku segera pulang. Sesampainya di rumah, aku terkejut oleh keberadaan Mas Satya yang langsung membuka pintu. Ia tercengang melihat penampilanku yang sangat berbeda. Selama ini yang Mas Satya tahu, aku tidak pernah sekalipun mempunyai bahkan membeli perhiasan mewah.

"Rita, kamu .... Dari mana kamu mendapatkan semua perhiasan emas itu?" tanya Mas Satya, membuatku gelagapan.

Next ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status