"Permisi, Pak. Ada tamu yang sudah menunggu." Seorang wanita yang merupakan sekretaris perusahaan Kenzo mengabari melalui sambungan telepon."Tamu? Siapa? Persilahkan dia masuk," perintah Kenzo kemudian."Baik, Pak Kenzo."Sambungan telepon terputus. Sang sekretaris pun mengulas senyum manis pada kedua tamu yang mendadak datang di siang hari untuk menemui bosnya."Silahkan masuk, Bapak sekalian. Pak Kenzo sudah menunggu di ruangannya.""Terima kasih, Mbak." Seorang pria setengah baya berperawakan tinggi tambun itu balik tersenyum senang. Dia pun mengajak kawan yang datang bersamanya untuk masuk ke ruangan Kenzo.Kenzo terkejut begitu mendapati ada kedua tamu tak diduga yang datang menemuinya pada siang itu. "Lho? Pak Joko?""Selamat siang, Pak Kenzo. Maaf saya datang tidak mengabari dulu." Pak Joko terlihat sungkan di depan Kenzo. "Saya soalnya datang bersama tamu dari jauh.""Ah ... kalau begitu, silahkan duduk." Kenzo langsung berpindah tempat ke sofa khusus, berhadapan dengan kedu
Kenzo rupanya masih tak menyadari apa yang menyebabkan Ariana merasa kecewa. Ariana masih terdiam dengan mulut yang bergetar menahan air mata."Hei, Ariana. Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Kenzo mendekati Ariana dan bertanya dengan nada yang lembut.Ariana memalingkan wajah. "Gak apa-apa, Mas. Kalau begitu, Mas simpan saja bungkusan makanannya. Biar nanti aku makan. Berarti Mas sudah makan di luar tadi?""Belum, kok." Kenzo segera menjawab. Dirinya baru sadar apa yang membuat Ariana mendadak sedih. "Aku membeli makanan di luar bukan berarti karena tidak mau makan masakanmu, Ariana."Ariana kini memandang Kenzo lekat. Matanya sudah sangat berkaca-kaca. "Tapi ... Mas sudah membeli makanan di luar. Apa artinya kalau bukan karena masakanku tidak enak?"Kenzo menghela napas panjang. "Bukan. Mas hanya ingin membelikanmu makanan yang enak. Selama kamu dan Kevin datang, Mas sebagai Tuan Rumah sama sekali belum menjamu kalian dengan baik."Mendengar penjelasan Kenzo tadi, Ariana terliha
"Apa-apaan kau sembarang menuduhku! Seenaknya mengurusi kehidupanku! Urus hidupmu sendiri!" Kevin semakin keras menyanggah ucapan kakaknya.Kenzo jelas semakin tidak terima dengan sikap Kevin yang terus egois dan berpura-pura. "Jelas ini urusanku juga! Aku sebagai saksi bagaimana sikapmu kepada istrimu di sini! Sadarlah, Kevin! Kau ini sudah menikah dengan Ariana!""Lalu? Aku harus apa? Apa karena aku sudah menikah, jadi aku tidak boleh ada urusan lain? Aku tidak bisa seperti itu! Aku tidak bisa sepertimu!" sergah Kevin lagi.Kenzo menggertakkan giginya. Dia memandang Ariana dan menunjuk Ariana yang masih gemetar di tempatnya."Kamu, Ariana! Apa kamu sadar jika suamimu ini tidak memberikan timbal balik yang sama untukmu? Mengapa kamu begitu mempercayai dia dan terus menunggunya? Kamu berkorban walaupun tak menerima imbalan yang sama dari Kevin."Ariana terdiam di tempatnya. Dia hanya bisa menunduk, tak menjawab ucapan Kenzo tadi. Kemudian, Kenzo berpaling lagi pada adiknya yang masih m
"Apa? Kita mau pergi ke mana, Sayang?" Ariana berusaha untuk mencerna perkataan Kevin saat itu."Gak usah banyak tanya! Kita pindah dari sini. Aku akan menyewa kamar hotel bintang lima untuk kita menginap beberapa hari ke depan sampai masa bulan madu kita selesai," sahut Kevin ketus."Kenapa kita harus pindah? Maksudku, bukankah rencana kita datang ke Bandung adalah untuk tinggal di villa ini?" Ariana merasa ada hal yang janggal terkait kepindahannya yang mendadak saat itu.Kevin malah terlihat semakin kesal atas pertanyaan Ariana yang bertubi-tubi padanya. Dia membanting sendok sampai berdeting jatuh dengan suara yang nyaring. Ariana terkejut hingga berhenti berkata lagi."Aku sudah bilang, kamu jangan bertanya lagi! Kepalaku jadi sakit dan tidak mood makan, tahu!" bentak Kevin yang membuat Ariana semakin terkejut. "Memang kamu pikir aku nyaman tinggal di sini bersama Kenzo? Kamu ingin kejadian kita bertengkar kemarin malam terulang lagi?""Bukan begitu maksudku, Sayang .... ""Atau
Kevin sudah menunggu di kamar hotel itu sejak dari sore hari. Akan tetapi Irene sama sekali belum terlihat batang hidungnya hingga detik itu. Kevin berdecak kesal. Dia sudah tak sabar lagi menunggu kekasih hatinya untuk datang.Diteleponnya kembali Irene yang lagi-lagi sangat slow respond. Irene tak kunjung mengangkat teleponnya, walaupun dia sudah berkali-kali mencoba menghubunginya. Pada akhirnya, Kevin menyerah. Dia melempar handphone miliknya ke atas tempat tidur."Ke mana dia? Kenapa sekarang dia jadi pembangkang seperti ini dan membuatku menunggu lama?"Kevin meneguk wine yang sudah tersedia di kamarnya. Padahal wine itu sengaja disediakan pihak hotel untuk jamuan makan malam romantis untuk Kevin dan Irene. Tak lama setelahnya, Kevin mendengar ada dering telepon dari handphonenya. Begitu tertera nama Irene di sana, dengan cepat Kevin langsung mengangkat telepon itu."Irene! Kamu di mana? Aku sudah menunggu sangat lama dari sore hari! Aku pikir kamu bisa izin pulang cepat hari ini
Kevin mengecup kening Irene yang sudah terbaring lemah di sampingnya. Dia merasa sangat bahagia dan dicintai penuh oleh wanita itu, seolah cinta dan kasih yang diberikan oleh istri sahnya tidak mencukupi dahaganya."Sayang, terima kasih ya. Kamu sudah mau mengabulkan keinginanku untuk bermalam di sini," bisik Kevin dengan lembut."Hmhh ... iya, Sayang." Irene merespon pendek dengan suara yang serak. Matanya terus terpejam karena dia sudah sangat lelah sekali.Kevin merasa dirinya masih menginginkan Irene. Perlahan dia mulai menggelitiki telinga Irene dengan lidahnya yang lincah bergerak ke sana kemari. Irene menahan napas. Dia membuka mata dan menatap Kevin dengan tatapan tak suka."Sayang, aku lelah. Aku mau tidur. Aku tidak bisa menuruti keinginanmu."Kevin terlihat patah hati. Dia tak dapat menyembunyikan kekecewaannya pada saat itu karena Irene menolaknya."Yah ... sayang sekali. Aku masih menginginkan itu, Sayang. Habisnya kamu sangat seksi. Cocok mengenakan lingerie merah itu.""
Ariana merasakan hampa dan mati rasa pada hatinya. Selama tiga hari itu, Kevin sama sekali tidak kembali ke hotel untuk menemui dirinya. Ariana dibiarkan menjalani bulan madunya seorang diri, sementara sang suami entah ke mana rimbanya.Akhirnya waktu mereka untuk tinggal di hotel sudah habis. Ariana sudah mengemasi semua barang mereka untuk diangkut nantinya. Mendekati jam check out, Kevin masih juga belum kembali.[Kevin, kamu ada di mana? Sebentar lagi kita check out dari hotel.]Ariana berjalan mondar mandir, tak luput dari rasa gelisah. Dia bingung harus bersikap bagaimana lagi menghadapi Kevin yang semakin menjadi dan semakin tak mempedulikan dirinya. Persis sekitar lima menit sebelum waktu check out, Kevin membalas pesan Ariana.[Aku sudah di lobby. Kamu segera turun bawa semua kopernya. Ingat, jangan sampai ada barangku yang tertinggal di sana!]Ariana menghela napas lelah. Suaminya itu selalu bersikap seenaknya. Mana mungkin dirinya yang seorang wanita mengangkat dua koper be
Mereka sampai di Jakarta ketika malam sudah naik. Kedatangan pasangan pengantin baru itu disambut dengan begitu ramah oleh Ibu dari Kevin, Mama Ayu."Wah, akhirnya pengantin kita sudah pulang! Gimana bulan madunya? Menyenangkan?" Mama Ayu menggandeng menantunya dengan sangat hangat.Mendengar pertanyaan dari Mama Ayu, sebenarnya hati Ariana terasa ingin memberontak. Tapi dia teringat akan ucapan Kevin ketika di mobil tadi. Membuatnya tak memiliki pilihan lain selain mengangguk. Mama Ayu terlihat sangat senang sekali dengan respon Ariana."Syukurlah! Kalian berdua, rukun-rukun ya. Mama dan Papa sangat berharap pernikahan kalian berdua berjalan lancar sampai maut memisahkan."Ariana tersenyum kikuk. Kini dia sudah berada di sofa ruang keluarga, menunggu Kevin yang tadi sibuk mengangkut koper sendirian. Sementara Mama Ayu menghilang sejenak ke dapur, membawakan beberapa cemilan dan minuman untuk menantu kesayangannya."Aduh, Mama. Jangan repot-repot. Biar Ariana nanti yang ambil sendiri,"