Share

Kita pisah ranjang

"Ridho!" kaget Sekar dan Zulfan bersamaan, saat-saat melihat putra pertama mereka yang sudah mulai mengerti.

Ridho mendekat ke arah kedua orang tuanya dengan mata yang berkaca-kaca. Dadanya terasa begitu sesak saat mendengar ucapan Sekar dan Zulfan membahas perpisahan.

"Mama, Papa. Abang tidak mau kalian berpisah! Abang mau kalian berdua itu akur, Abang tidak rela, kalau sampai kalian berdua berpisah! jika sampai itu terjadi, lihat saja Abang akan berbuat sesuatu yang membuat kalian marah. Karena perbuatan kalian juga!" ucapnya kembali dengan terdengar penuh ancaman.

Sekar tertegun mendengar perkataan dari putranya itu, hatinya dibuat semakin hancur. Anak sebesar dia sudah bisa mengancam orang tua nya.

"Abang tidak ingin kalian berpisah, lalu Abang tinggal sama siapa kalau kalian bercerai? jangan salahkan Abang bila suatu hari nanti menjadi anak yang Badung. Nackal dan aku bisa melakukan lebih banyak lagi agar kalian berdua puas." Sambung Rido dengan tatapan yang berkaca-kaca.

Sekar memeluk putra sulungnya dengan erat dan tangisan yang pecah. "Ridho tidak akan pernah mengerti permasalahannya apa, Ridho masih kecil dan tidak akan pahami apa yang Mama rasakan ini! hik-hik-hiks."

"Pokoknya abang tidak mau Mama dan papa berpisah, titik! aku benci sama Papa, aku benci sama Mama!" tangannya dengan cepat menepis rangkulan sang Bunda lalu berlari meninggalkan kamar tersebut.

Sekar menoleh pada Zulfan yang bengong. "Ini semua gara-gara kamu, Mas. Kamu sendiri yang sudah menghancurkan kebahagiaan kita selama ini. Aku tidak menyangka kalau kamu tega mengkhianati ku yang sudah berusaha menjadi istri yang baik, membela kamu di mata ayah dan ibu! ini balasan mu, Mas."

Kemudian Sekar berdiri, berjalan cepat menuju lemari dan mengeluarkan selimut, lalu dia menatap ke arah tempat tidur. Bikin dadanya terasa sesak bagai tertimpa batu besar. Terbayang setiap adegan suami dan selingkuhannya di kamar ini, yang menjadi saksi bisu kebejatan mereka berdua mengkhianati dirinya.

"Saya minta maaf, saya tidak akan mengulangi nya lagi." Imbuh nya Zulfan sembari menatap ke arah Sekar yang berdiri di dekat lemari.

"Mulai sekarang, kita pisah ranjang, percuma kita bersama pun. Kamu sudah tidak membutuhkan diri ku dan lebih butuh istri orang, silakan kamu di sini. Sebab aku tidak sudi. Najis bila harus tidur di sini lagi." Sekar mengayunkan langkah nya sambil memeluk selimut, ponsel dan laptop. Keluar dari kamar yang selama ini menjadi kamarnya.

"Dek, jangan gitu Dek. Tidak perlu kita pisah ranjang, aku bersumpah tidak akan mengulanginya lagi." Zulfan menyentuh bahu Sekar yang langsung di tepis.

"Aku jijik, Mas di sentuh oleh mu." Katanya dengan tatapan penuh kebencian pada Zulfan.

Zulfan tertegun melihat ke arah Sekar yang berjalan cepat keluar. Dada Zulfan terasa sesak juga, dan bingung harus bagaimana untuk bisa menyelamatkan rumah tangganya.

Sekar terus membawa langkahnya ke kamar sebelah, dia sudah tidak sudi lagi satu kamar dengan suaminya! rasanya jijik apalagi jika terbayang kelakuan dia dengan wanita lain yang tidak punya malu sama sekali, melakukan perselingkuhan di kamar pribadi mereka.

Sekar menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur yang lumayan empuk di sebuah kamar yang sebenarnya diperuntukkan bila kedatangan tamu yang menginap.

"Aku harus memikirkan gimana kedepannya Rumah tanggaku? gak mungkin aku melanjutkan rumah tangga dengan mas Zulfan yang sudah selingkuh dari ku." Gumam sekar sembari terus menjatuhkan air mata yang sulit dibendung.

Akan tetapi ... rasanya sia-sia jika Sekar harus terus-terusan menangisi perselingkuhan suami dengan pengasuh buah hatinya.

"Buat apa aku menangisinya? anggap saja kalau dia bukanlah laki-laki yang terbaik, karena buktinya dia sudah mengkhianati. Kalau dia cinta sama kamu menghargai kamu sebagai istrinya, tidak mungkin dia berbuat semacam itu. Kamu harus kuat sekarang dan jalani hidupmu dengan anak-anak!" Sekar menekankan pada dirinya sendiri bahwa dia harus bisa tegar demi anak-anaknya.

Semalaman Sekar tidak bisa tidur dan matanya pun sembab, tapi dia memaksakan diri untuk ke kantor dan akan menitipkan kedua buah hatinya kepada Mbak Siti. Kebetulan rumahnya nggak jauh dari kediamannya.

Namun sebelum nya, Sekar berpikir dulu matang-matang. Mbak Siti itu lebih muda usianya dari Mbak Fitri dan kebetulan dia pun tidak punya suami alias janda, sama wanita yang lebih tua dan bersuami aja Zulfan mau, apalagi sama wanita yang lebih muda. Akan lebih hancur nantinya, pikiran Sekar sudah menerawang jauh dan jelek tentunya.

Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membawa kedua buah hati ke rumah orang tuanya. Dan dia akan berusaha menjawab apapun yang jadi pertanyaan kedua orang tua Sekar nantinya. Sebab mereka pun pasti akan banyak bertanya kenapa anak-anak dibawa ke sana, apa ada masalah.

"Dek, kamu mau ke mana? dan anak-anak kenapa dibawa! aku kan ada di rumah, sedang gak ada kerjaan biar saja anak-anak bersama ku," kata Zulfan tatap matanya ke arah Sekar yang membawa tas anak-anak dan juga menggendong Shasa.

Namun Sekar tidak menyahut, dia menoleh pada putranya dan bertanya. "Beneran Abang tidak mau ikut Mama ke tempatnya nenek dan kakek?" Anak itu hanya menggeleng dan termenung di sofa, dia pun sudah siap untuk berangkat sekolah, sarapan dan bekal sudah Sekar sediakan.

"Dek kamu mau ke mana, ke tempat ibu? buat apa ke sana Shasa biar sama aku di sini kalau kamu mau kerja, kerja aja!" Lanjutnya Zulfan, biarpun tidak di sahut oleh sang istri dia mendekat dan mengambil Shasa dari pangkuan Sekar.

Bagaimanapun Zulfan merasa was-was, kalau Sekar pasti cerita semua kemelut rumah tangga mereka pada kedua orang tuanya.

Sekar tetap tidak menjawab dan dia membiarkan Zulfan untuk mengambil Shasa, lagian biar aja si bungsu bersama ayahnya, orang gak ada kerjaan cuman di rumah doang. Ada benarnya juga kalau Sasa dibawa ke rumahnya ibu ... Zulfan di rumah enak-enakan nggak ada yang diurus.

"Sayang, Mama mau berangkat kerja dulu ya!" Sekar menyimpan kembali tas milik si bungsu di atas meja, lalu mengusap rambutnya Ridho dan mencium keningnya. "Muach, Mama pergi bekerja dulu ya, belajar yang benar makanan juga uang bekalnya sudah ada di tas!"

Biasanya Sekar tidak pernah lupa menyalami sang suami dan mencium penuh hormat, namun setelah dia tahu kalau suaminya sudah mengkhianati, jangankan untuk mencium tangan. Bicara pun rasanya enggan.

Lantas Sekar memanaskan mesin mobilnya sebentar, sebelum yang dibawanya pergi meninggalkan rumah menuju kantornya yang selama ini sudah memberikan dia banyak uang. Sehingga kehidupan lebih mapan dari sebelumnya dan bisa menunjukkan pada semua orang kalau kehidupannya tidak susah! termasuk pada orang tuanya sendiri, meskipun dengan sekar yang harus banting tulang untuk merubah nasib, namun siapa sangka beginilah kenyataannya yang harus dihadapi saat ini. Pil pahit harus ia telan, suami yang dia cintai, dia hormati bagaimanapun kondisinya, telah selingkuh.

"Ibu, Ayah aku minta maaf, aku tidak mendengarkan semua kata-katamu yang sesungguhnya tidak pernah merestui aku dan mas Zulfan menikah." Gumamnya Sekar sembari menyetir, tanpa terasa air matanya pun rembes kembali.

Sekar berusaha membelalakkan matanya agar air mata itu tidak terjatuh lagi dan lagi. Ungkapan dari perasaan nya yang terluka, pedih, perih dan hancur tak berkeping.

Cekiiiittt.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status