"Maaf Mbak, dengan berat hati ... Mbak resign saja dulu." Seru Sekar dengan tatapan yang kecewa.
"Lho kenapa begitu? kalau saya berhenti gimana dengan anak-anak, siapa yang mau mengurus mereka berdua?" Fitri seolah tidak menerima kalau dirinya di pecat.
"Maaf Mbak saya sudah tidak kuat dengan omongan tetangga yang bilang kalau Mbak itu dekat dengan suami saya! sementara kalian berdua tidak mau mengakuinya! saya jadi stres." Jelas Sekar kepada Fitri. " Dan Mbak tidak perlu memikirkan anak-anak! karena mereka urusan saya!"
Dengan kecewa. Fitri pun pergi, hari ini gak jadi mengasuh kedua buah hati Sekar dan Zulfan.
Hati Sekar kian hancur mendengar omongan kalau suaminya telah berselingkuh dengan orang yang selama ini sudah ia gaji dan diperhatikan layaknya keluarga sendiri.
Hatinya terasa perih bagai teriris sembilu, dada terasa sesak menyiksa diri. Air mata sering jatuh berderai mengungkapkan luka di dalam dada karena ulah orang yang selama ini Sekar percayai.
"Kanan kiri depan belakang, berdatangan memberi tahu ku tentang perselingkuhan suami ku dan pengasuh kedua buah hati ku!" Gumam Sekar sambil menatap kosong layar laptop.
Walaupun banyak kejanggalan Sekar temukan dengan mata kepala sendiri. Namun tetap ia berusaha positif thinking tidak mau mengotori hati dengan dugaan-dugaan yang belum tentu, pikirnya.
.
.
Hingga pada suatu saat, Sekar tengah sibuk dengan kerjaannya di kantor. Tiba-tiba ada pesan chat masuk, Sekar sangat terkejut dengan pengakuan yang menohok bagi Sekar.
(Maaf, Sekar ... Dengan rendah hati dan merasa bersalah. Saya akui kalau yang sebenarnya saya memang ada hubungan dengan mas Zulfan, sejak beberapa tahun silam.) Fitri.
Dada Sekar terasa sesak bagai tertimpa batu yang begitu berat. Lalu dengan jari yang bergetar, Sekar mengetik untuk membalas pesan chat dari Fitri.
"Astagfirullah ... ternyata kata-kata orang adalah benar? kalau kalian itu emang ada main di belakang saya? tega banget kalian, Saya sungguh tidak menyangka kalian tega bermain di belakang saya!"
(Saya sangat mencintai suamimu Sekar. Makanya saya rela melayaninya dengan senang hati, dan saya harap kamu sudi menceraikan Mas Zulfan! dan saya akan menceraikan suami saya, agar saya dan mas Zulfan bisa menikah) Fitri.
Pengakuan dia ini bikin Sekar merinding. "Sungguh gila dan sangat menjijikan! wanita bersuami mengakui mencintai suami orang, oh my good ...."
(Sekar, kamu mungkin ingin tahu tempat mana saja kami sering bermain. Di kamar pribadi kalian, di kamar anak-anak. Di sofa ruang tengah. Bahkan di meja dapur tak ayal di jadikan tempat kami mengeksplor atau mencari suasana baru.) Fitri.
Sekar kembali mengetik di layar keyboard dengan jari bergetar dan keringat yang mengucur.
"Cukup, cukup! tidak perlu engkau lanjutkan lagi. Kamu itu sungguh tidak punya malu ya! Hingga berani menjabarkan Di mana kalian melakukannya, benar-benar saya tidak menyangka sebelumnya! kita makan minum bersama, saya perhatikan kamu juga keluarga kamu. Tapi apa yang kamu lakukan terhadap saya? Malah mengambil suami saya. Sementara Mbak itu punya suami juga, apa kamu nggak punya pikiran atau gimana?"
Wajah Sekar merah padam, matanya terasa panas melihat dan membaca isi chat si perempuan yang tadinya pengasuh buah hati Sekar dan Zulfan. Kalau saja berada di depan mata, rasanya ingin menampar dan menjambak. Menghajar habis-habisan.
(Saya hanya minta kamu menceraikan Mas Zulfan dan saya akan menceraikan suami saya! kami berdua akan menikah karena kami saling mencintai satu sama lain.) Fitri.
Tak ayal kata-kata kotor, hinaan dan cemoohan pun keluar dari mulutnya Sekar pada perempuan itu. "Dasar tidak punya malu, dasar wanita murahan. Perebut suami orang."
Wajah Sekar banjir dengan air mata, hatinya hancur sehancur-hancurnya. Wanita yang dia anggap saudara sendiri mengambil suami tercinta nya yang ia bela-belain dan ia pertahankan walau tanpa restu orang tuanya. Ponsel nya pun ia hempaskan ke sofa.
"Dasar wanita gila, mau menceraikan suami demi menikah dengan suami orang, sudah sin-ting apa ya?" Gumamnya Sekar sambil menahan rasa sakit di dadanya.
Karena tidak bisa fokus sehingga akan memilih untuk pulang saja, bergegas meninggalkan kantor. Sepulangnya ke rumah, Sekar menangis dan menangis. Wajahnya kusut, mata sembab anak-anak pun ikut murung.
"Ya ampun ... aku nggak bisa begini terus menerus! anak-anak menjadi tidak terurus. Bisa-bisa tubuh ku menjadi kurus." Wajah Sekar mendongak ke langit-langit.
Kemudian Sekar bersimpuh memohon kesabaran dan di beri jalan yang terbaik untuk keluarganya. Ia mengusap wajahnya yang banjir dengan air mata dan dia berusaha tegarkan hati.
Lantas mengurus kedua buah hatinya yang meminta makan mie dan goreng sosis.
.
.
"Saya bersumpah tidak pernah mengkhianatimu ataupun selingkuh dengan Fitri--"
"Aku tidak percaya dengan omongan mu, Mas. Dan tidak perlu bersumpah karena aku tahu sumpah mu itu palsu, bertahun-tahun kamu selingkuh dengan pembantu kita orang yang makan minum dari hasil keringat ku sendiri. Dengan teganya menggoda suamiku, dasar wanita mu-ra-han. Padahal dia sendiri punya suami!" Teriaknya Sekar memotong perkataan dari suaminya yang bernama Zulfan.
"Itu bohong! dan kamu mendapatkan kabar itu dari mana? kamu nggak ada bukti, kamu nggak ada bukti sama sekali kalau aku emang selingkuh sama Fitri." Sergahnya Zulfan sambil membuka kedua tangannya.
"Mas, dia sendiri yang mengaku kalau dia sering tidur sama kamu ketika aku tidak ada. Aku banting tulang untuk membantu perekonomian rumah tangga kita, Mas! dan apa yang kamu perbuat di balik itu? kamu mengkhianati ku dan tidak tanggung-tanggung kamu mencolok kedua mataku, selingkuh dengan pengasuh anak kita!" teriak nya Sekar kembali yang meluapkan amarahnya pada sang suami.
Zulfan membungkam mulut Sekar dengan tangannya. "Kamu jangan teriak-teriak nanti tetangga tahu!" Zulfan takut di dengar tetangga.
"Biar saja, Mas! karena mereka sudah tahu perbuatan mu itu, sebab penjelasan dia di wa sudah menyebar di komplek ini melalui grup." Pekik nya kembali Sekar yang tidak peduli diketahui orang banyak karena memang wa wanita itu sudah menyebar di area kompleks dan entah siapa yang menyebarkannya.
Lelehan demi lelehan air bening mengalir deras dari sudut pipi membasahi wajah. Terbayang di saat bergumul nya sang suami dengan wanita lain yang tiada lain adalah pengasuh buah hati nya sendiri.
Sekar perlihatkan semua isi chat dari Fitri yang mengakui kalau dia sudah melakukan hubungan terlarang dengan suaminya, Zulfan.
"Ini buktinya, baca baik-baik dan pasang mata mu Mas. Apa kamu masih mau mengelak lagi? tidak mau mengakui kalau tuduhan ku ini memang benar!" Sekar menatap nanar suaminya yang melongo dan tidak bisa mengelak lagi.
"Ta-tapi aku tidak, tidak seperti--"
"Tidak seperti apa, Mas? kamu itu tidak bisa bohong lagi sama aku, kamu itu tega sama aku yang selama ini setia dan berkorban banyak untuk siapa, Mas? untuk kamu, sekarang kamu tega menduakan ku. Mas." Suara Sekar bergetar. Hatinya dibuat hancur dengan kejadian ini.
Zulfan terduduk di tepi tempat tidur sambil mengacak rambutnya frustasi. Tidak menyangka kalau Fitri sendiri yang mengakui semua perbuatan mereka berdua.
Padahal sudah sepakat untuk tidak mengatakan pada siapapun, dan cukup menjadi rahasia berdua saja. Tapi justru kini dia sendiri yang membuka faktanya.
"Kamu baca kan, Mas. Dia kekeh meminta aku ceraikan kamu demi apa ha? demi dia agar bisa memiliki kamu, apa itu bisa di katakan khilaf, ha? tidak mungkin ..." Sekar sambil menangis.
"Aku, aku minta maaf Dek, aku minta maaf. Aku khilaf dan aku janji tidak akan berbuat lagi. Maafkan aku, Dek?" Zulfan berlutut lalu bersujud di hadapan Sekar.
Sekar menggeleng sambil menyeka air matanya dengan kasar. "Enak sekali minta maaf, apa kamu tidak merasakan betapa hancurnya perasaan ku ha? aku bela-belain menentang orang tua ku demi kamu, Mas ... Hik-hik-hiks! aku sudah putuskan kalau kita akan berpisah!" Sekar menjauhkan kakinya dari Zulfan.
Zulfan kaget dan kembali meraih kaki Sekar, dia menangis dan menyesali perbuatannya! juga berjanji tidak akan berbuat lagi dan dia mohon-mohon agar sekar tidak meninggalkan atau menjauhkan nya dari anak-anak.
"Apa! kalian mau berpisah?" ucap seseorang dengan wajah kagetnya berdiri di ambang pintu.
"Ridho!" kaget Sekar dan Zulfan bersamaan, saat-saat melihat putra pertama mereka yang sudah mulai mengerti.Ridho mendekat ke arah kedua orang tuanya dengan mata yang berkaca-kaca. Dadanya terasa begitu sesak saat mendengar ucapan Sekar dan Zulfan membahas perpisahan."Mama, Papa. Abang tidak mau kalian berpisah! Abang mau kalian berdua itu akur, Abang tidak rela, kalau sampai kalian berdua berpisah! jika sampai itu terjadi, lihat saja Abang akan berbuat sesuatu yang membuat kalian marah. Karena perbuatan kalian juga!" ucapnya kembali dengan terdengar penuh ancaman.Sekar tertegun mendengar perkataan dari putranya itu, hatinya dibuat semakin hancur. Anak sebesar dia sudah bisa mengancam orang tua nya."Abang tidak ingin kalian berpisah, lalu Abang tinggal sama siapa kalau kalian bercerai? jangan salahkan Abang bila suatu hari nanti menjadi anak yang Badung. Nackal dan aku bisa melakukan lebih banyak lagi agar kalian berdua puas." Sambung Rido dengan tatapan yang berkaca-kaca.Sekar m
Cekiiiit ....Mobil yang dikemudikan oleh Sekar ngerem mendadak. Sekar dibuat spot jantung dan shock. Matanya melotot ke depan, kalau saja tidak cepat-cepat ngerem mendadak. Mungkin dia sudah menabrak orang pejalan kaki dan orang itu pun tampak melongok dan melihat ke arah mobil Sekar yang juga bengong terkaget-kaget."Astagfirullah ... hampir saja aku mencelakai orang, gara-gara aku melamun!" gumam Sekar sembari membuka jendela mobil dan menimbulkan kepalanya keluar memandangi seorang bapak-bapak yang tengah berjalan belanjaan. Sepertinya dia pun shock dan kaget."Maaf, Pak. Maaf banget, aku tidak sengaja. Bapak tidak apa-apa 'kan, Pak?" dengan perasaan yang tidak menentu, berdebar begitu hebat masih beruntung Sekar keburu sadar, hingga tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.Sambil bengong, si bapak berkata. "Tidak, saya tidak kenapa-napa, makanya hati-hati kalau membawa mobil. Emangnya ini mobil nenek moyang kamu sehingga melaju dengan seenak mu," terdengar sedikit menggerutu.
"Oke, saya akan terima lamaran kalian. Dengan satu syarat ... jangan pernah kamu menyakiti anak saya mau fisik maupun hati, karena jika itu terjadi. Saya tidak ada ampun dan tiada maaf," ucap papa setelah duduk di hadapan ketiga tamunya.Ucapan dari Papa membuat hati Sekar merasa lega, begitupun dengan Zulfan. Keduanya saling pandang nan mesra, dengan sorot mata yang berbinar bahagia."Kalian pasti masih ingat apa yang Papa katakan dulu kalau kamu Zulfan, menyakiti hati maupun fisik anak saya! saya tidak ada maaf untuk kamu, dan saya sekarang sangat kecewa karena kamu sudah menyakiti hati putri saya. Kamu nggak nyadar kehidupan kamu sekarang mapan ini karena siapa? kalau bukan karena Sekar, tapi dengan teganya kamu selingkuh dengan pengasuh anak mu sendiri. Apa kau sudah gila, ha?" bentakan suara papa membuat Sekar sadar dari lamunannya."Maaf saya khilaf!"Dugh.Bogem mentah bersarang tepat di perutnya Zulfan. Membuat Sekar terhenyak kaget dan menoleh ke arah sumber suara! sambil men
Pria itu melorot ke lantai, hatinya sungguh menciut dan tidak pernah terbayangkan olehnya bila berpisah dengan istri dan anaknya. Dia sangat mencintai Sekar dang juga anak-anak, dia tidak mau ada perceraian di antara mereka berdua. Dia sangat mengakui kesalahannya sangat sadar kalau dia sudah tergoda dengan wanita lain yang berstatusnya istri orang. Tapi di sisi lain dia pun sangat mencintai istrinya. Zulfan bersimpuh di kaki papa mertua. "Pah tolong, tolong maafkan aku, Pa! aku tidak pernah ada niat untuk menyakiti hati Sekar. Aku sangat mencintai Sekar dan jangan suruh aku dan Sekar berpisah--" Kedua orang tua Zulfan menatap putranya yang bersimpuh di kaki papa mertua, sesekali keduanya saling bertukar pandangan karena dalam hatinya ada rasa belum percaya kalau Zulfan tega pada istrinya, berselingkuh. "Apa, kamu cinta? cinta sama anak saya. Tidak salah! kalau kamu cinta ... tidak mungkin kamu berselingkuh, dengan wanita lain dan mengkhianati istrimu sendiri Kamu itu bicara pakai
Sekar menatap tajam ke arah Zulfan dengan perasaan jijik yang menyelimuti hati. "Aku ingin kita berpisah, Mas!"Diibaratkan suara petir yang menyambar, membuat Zulfan terkesiap! merasa tidak percaya kalau sang istri dengan mudahnya meminta cerai. "Tidak sayang, aku tidak ingin menceraikan mu. Aku tidak ingin kita berpisah, kasihan anak-anak! mereka masih kecil!" Kepala Zulfan tampak menggeleng pelan."Terserah, Mas mau menceraikan aku atau tidak! yang jelas ... aku ingin kita berpisah, kalau Mas merasa kasihan sama dan anak-anak. Kenapa, Mas tidak berpikir dulu sebelum, Mas berbuat sesuatu!" timpal Sekar sambil terus menyeka air matanya."Mas, sudah bilang Mas khilaf--""Mas, khilaf itu sekali dua kali. Kalau berulang-ulang! itu bukan khilaf namanya, keenakan! apa sih kurangnya aku, Mas? Oke tidak perlu kamu jawab dan aku nggak butuh jawaban. Saat ini aku inginkan adalah kita berpisah! itu saja!" Sekar kembali terisak Rasanya apa yang diucapkan dan apa yang dia inginkan, berbeda dengan
"Mama, Papa mana? kok gak ada, sudah ku cari juga di mana-mana tidak ada!" suara Ridho sambil memegang tangan adiknya Shasa.Sekar buru-buru menyeka air matanya yang sedari tadi berjatuhan dan juga mengusap wajahnya mengeringkan dengan tisu. "Papa sudah tidak tinggal di sini lagi.""Kenapa, Mah? kenapa Papa tidak di sini lagi?" Ridho menatap heran dan melepaskan tangan Shasa yang berhambur ke pelukan mamanya."Sayang, suatu saat nanti Abang akan pahami. Mengerti kenapa Papa nggak tinggal lagi di sini!" Sekar pun bingung harus menjelaskan seperti apa dan bagaimana."Papa dan Mama berpisah ya? kan sudah Abang bilang, kalian tidak boleh berpisah--""Abang Sayang, sini duduk di sini sama Mama!" Sekar menepuk kasur yang berada di sampingnya sembari menggendong Shasa dam Ridho pun menuruti lantas duduk di samping sang Bunda. "Abang tolong dengarkan Mama, seiring berjalannya waktu ... Ridho akan mengerti kenapa semuanya terjadi, dan secara tidak langsung Mama yakin Ridho pun tahu kesalahan p
"Untuk sekarang ini, tolong berikan saya ruang. Untuk sendiri dulu, saya pusing dengan keadaan yang ada." Zulfan menyingkirkan tangan Fitri dari wajahnya."Terus gimana dong? Kita gimana Mas ..." Fitri tampak risau menatap wajah manisnya Zulfan yang bikin ia selalu rindu pada pria itu."Saya kan sudah bilang, berikan saya ruang dulu di saat masalah saya ini belum selesai." Zulfan pun beranjak dan lantas pergi meninggalkan Fitri yang tampak kebingungan."Mas, jangan pergi dulu!" panggil Fitri sambil hendak menyusul Zulfan yang kini sudah menaiki motornya. Hatinya merasa kesal, belum selesai bicara sudah pergi saja tuh orang.*****Sekar Andini, usia 28 tahun tengah duduk di atas sofa sambil menatapi foto pernikahannya dengan sang suami yang bernama Zulfan.Lalu dia beranjak dari duduknya, meraih tas kerja lalu berpamitan pada sang suami dan kedua buah hatinya yang sudah dia mandikan terlebih dahulu, agar pengasuh nya datang itu kedua buah hati sudah wangi dan rapi."Aku pergi dulu, Mas
Sekar tidak mau memikirkan itu lebih lanjut, dia langsung tersenyum ke arah kedua buah hatinya, Shasa dan Ridho yang baru saja bangun tidur."Hei ... Shasa, Ridho ... baru bangun ya? Mama sudah ada di rumah nih ... jadi kalian bermain lagi sama Mama." Sekar mencium kening kedua buah hatinya bergantian."Mama-Mama aku laper!" kata Ridho sembari mengusap-usap wajahnya yang masih terasa ngantuk. Lalu menyentuh perutnya yang bersuara."Ridho laper? Nanti Mama masakin ya? dan sekarang kalian mandi dulu, biar wangi. Nanti malam kita jalan-jalan oke?" ucap Sekar sambil mengendong Shasa yang masih bermuka bantal."Ita, Ma ... jajan eskrim ya!" kata Ridho wajahnya berubah senang."Kalau begitu ... saya mau pulang dulu ya? Sekar. Lagian semua pakaian sudah beres kok," kata Mbak Fitri dari tempatnya."Oh iya, Mbak ... terima kasih ya? oh ya, untuk gajian bulan ini, em ... mau transfer atau cas aja?" tanya Sekar kepada Mbak Fitri karena kadang-kadang Mbak Fitri minta gajinya di transfer."Untuk se