Ayu melotot terkejut melihat Adipati yang mencium bau parfumnya. Jenderal mengkerutkan keningnya segera menatap semua arah. Dia sangat kawatir saat itu tidak sengaja membawa Ayu menuju ruangan rahasia yang seharusnya tidak dia lakukan. Jenderal masih diam maju beberapa langkah di hadapan Adipati dengan sangat serius menatap semua arah
“Jangan sampai kau barada di sini, Ayu,” batin Jenderal dengan tatapan tajam ke semua arah lorong.
Adipati berjalan pelan melangkah melihat arah lorong yang menuju kamar Ayu. Dia terus melangkah. Ayu berjalan cepat bersama Rose segera menghindar. Namun, saat dia akan menuju lorong kamarnya, Ayu berbelok menuju lorong yang terarah ke dalam kamar Adipati.
Rose menarik lengannya, menggelengkan kepalanya. Ayu memberi kode dengan menganggukkan kepalanya segera. Rose masih tidak mengerti dengan apa rencana Ayu kepadanya. Rose hanya mengikuti langkahnya. Ayu menekan tembok lorong pintu Adipati yang menembus ke dalam kamar mand
Wati semakin bersemangat menceritakan tentang Ayu bersama Rose kepada Ibu Suri yang serius mendengarkan setiap ucapannya. Dia saat itu sedang bersiap untuk memenuhi permintaan Ibu Suri yang membutuhkan kain kebaya baru untuk dirinya. Wati berjalan untuk masuk ke dalam aula wanita setelah dia berada di luar istana mengambil kain kenbaya pesanannya. Wati menghentikan langkahnya saat pengawal berlari mencari asal mula suara batu yang di lempar Rose.Wati semakin berjalan mendekat. Dia sangat terkejut melihat Rose menarik Ayu bergegas keluar dari kamar Adipati. Sedangkan dirinya mengetahui jika Adipati sedang mengadakan rapat di aula pejabat.“Kenapa kalian berlari tergesa-gesa? Dan untuk apa kalian berada di sana?” tanya Wati dalam batin. Dia semakin terkejut saat segera melangkah menuju kamar Adipati dan melihat pintu yang masih saja terbuka sedikit. Wati menatap di dalam dan tidak melihat Adipati atau siapapun juga.“Aku akan segera melaporkan i
Jenderal mencengkeram leher Ayu hingga wajahnya hanya berjarak satu centi dengan wajah Ayu yang membalas tatapan Jenderal. Tatapan yang sangat menusuk berbeda dari biasanya. Ayu tidak pernah melihat Jenderal menatapnya seperti itu.“Kenapa kau berada di dalam lorong itu?” tanya Jenderal semakin tegas kepada Ayu.Ayu masih diam tidak menjawab. Jantungnya berdetak kencang. Ayu tidak menyangka Jenderal bisa mengetahuinya. Kehebatan Jenderal dalam hal bertarung dan instingnya yang sangat tajam semakin Ayu percayai. Rumor itu sudah tersebar sebelum dia menuju ke istana. Kini Ayu membuktikan sendiri bahwa rumor itu memang benar.“Ayu, katakan?” tanya Jenderal sekali lagi, membuat Ayu akhirnya tersenyum.“Ya, aku berada di dalam lorong itu. Bagaimana bisa aku membiarkan laki-laki yang ada di dalam hatiku akan melawan penyusup. Apakah aku akan menjadi tenang?” kata Ayu menahan air mata yang sudah memenuhi ruang matanya.
Wati semakin tersenyum mendengar apa yang dikatakan pelayan itu. Dia terkekeh hingga pundaknya terlihat bergerak dengan jelas. Pelayan itu keluar dengan sangat bahagia setelah menerima sekantong uang emas dari Wati.“Kau akan sangat menyesal dengan perbuatanmu kepadaku, Ayu. Kali ini skak mat!” gumamnya masih dengan tersenyum puas.Ayu di kamarnya bersiap kembali menemui Adipati. Di seperti biasa menjalani ritual mandi rempah dan meminum ramuan untuk mencegahnya mengandung. Sebenarnya Adipati tidak mengharuskan dia meminum ramuan itu. Ayu hanya saja mau agar dirinya mengandung tepat pada waktunya. Untuk sekarang dia lebih membutuhkan tenaga yang cukup banyak memperoleh posisi yang akan di rebutnya.“Ayu, kau sepertinya sedang gundah,” ucap Rose resah. Dia menyisir rambut Ayu sambil menatap wajah Ayu yang sangat sendu.“Aku semakin tidak mengerti dengan perasaanku sendiri, Rose. Kau tahu sendiri aku harus menggait dua pr
Wati datang dengan tiba-tiba. Dia membuat semua orang di dalam kamar Adipati memandangnya dengan terkejut. Terutama Adipati yang seketika menatap Ayu. Jenderal berjalan ke depan menatap Wati yang sedikit bergetar melihatnya.“Bukti apa yang kau dapat?!” tanya Jenderal pelan namun tegas.“Pelayan, katakan!” Wati mendorong punggung pelayan untuk mengatakannya.“Maafkan Hamba. Tadi sore, Hamba melihat Selir Ayu bersama dengan Jenderal melakukan hubungan. Hamba melihatnya sendiri,” kata Pelayan dengan bergetar.Ayu masih berusaha diam tidak panik dengan keadaan yang sangat menyudutkan dirinya.“Pelayan, jika tidak bisa membuktikan apa yang kau katakan benar, kepalamu akan aku penggal!” Adipati semakin murka. Pelayan semakin bergetar mendengar suara Adipati yang semakin menggema.“Adipati, maafkan Hamba!” Ayu berjalan mendekati Pelayan yang masih menundukkan kepalanya. Jenderal menatap A
Ayu terkejut mendapat pelukan hangat dari Adipati tiba-tiba. Dia terakhir melihatnya tertidur pulas. Ayu tersenyum berusaha menikmati semua sentuhan lembut Adipati.“Aku berbohong jika tidak menyukainya. Berbohong jika aku tidak ingin disentuhnya. Aku semakin berbohong jika tidak mau gelar itu. Gelar yang selalu semakin dekat akan aku raih. Tapi, aku akan menundanya,” batin Ayu segera membalikkan tubuhnya. Kini mereka kembali saling berpandangan.“Hamba hanya ingin menjadi istri. Gelar ratu sangat berat. Hamba akan memikirkannya lagi,” kata Ayu membuat Adipati semakin memeluknya. Dia berpiki, biasanya selir sangat senang dan selalu menagih saat Adipati menjanjikan akan menikahi mereka. Terutama Bunga yang selalu menanyakannya saat mereka selalu bersama sebelum bersama Ayu. Namun, berbeda dengan Ayu yang selalu menolaknya.“Kenapa kau selalu menolakku?” tanya Adipati bimbang.“Apa kau tidak mau menjadi istriku?&rdq
Ayu masih saja berdiri menatap kamarnya yang sangat hancur bersama semua hartanya. Lamunan kebencian terpancar di wajahnya. Nafasnya perlahan mereda dari asap yang masuk ke dalam tubuhnya. Rose bersama Siti terus memandang Ayu yang masih saja diam. Rose semakin tegang saat melihat wajah Ayu yang terluka dan sangat menjijikkan. Siti segera mengambil jubah menutupinya.Ayu membalikan tubuhnya berjalan keluar aula selir diikuti Rose bersama Siti. Dia menggenggam batu putih di tangannya. Jenderal berlari ingin menghampirinya. Namun dia menghentikan langkahnya saat menatap dengan melotot melihat wajah Ayu."Tidak mungkin!"Jenderal hanya diam yang akhirnya tidak memandang Ayu kemudian. Jenderal berjalan meninggalkannya. Ayu semakin tahu bagaimana sebenarnya semua penguasa itu."Dia meninggalkanku," batin Ayu.Ayu terus berjalan hingga berpapasan dengan Adipati yang akan berlari menuju aula selir untuk melihatnya. Ayu berdiri menatapnya. Dia sama sekali
Ayu semakin tidak mengerti dengan Patih. Ciuman bercampur air mata menetes di pipi Ayu yang sudah terluka. Patih melepaskan ciumannya. Dia memandang Ayu dengan tatapan penuh kesedihan."Patih, kenapa?" tanya Ayu memandangnya tidak percaya dengan apa yang dilakukan Patih.“Aku tidak mengerti dengan perasaanku. Setiap aku melihatmu, aku merasakan sesuatu. Hatiku rasanya sedih, hancur saat kau menderita. Aku ingin sekali melindungimu. Aku marasakan sakit saat melihatmu bersama yang lain hingga aku berusaha bersama Intan. Tapi, aku semakin tidak mengerti. Kini aku membuktikan sendiri jika memang inilah hatiku,” kata Patih perlahan tiada hentinya meneteskan air mata.Ayu menggelengkan kepalanya. “Jangan!” katanya singkat.“Kita tidak bisa menjalin hubungan. Intan sudah mempercayaiku, bahkan dia membantuku. Jangan pernah mendekatiku, Patih!”Ayu terus menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau Patih mencintainya. “In
Ayu semakin tidak percaya jika apa yang selama ini diberitakan memang benar adanya. Adipati yang selalu berhasrat dengan semua selirnya. Ayu yang merasakan hatinya sedikit rapuh akan cinta kedua penguasa itu, kini hilang seketika. Hati yang semula dia percayaada cinta mulai sirna.“Ayu, kenapa kau tidak mengetuk pintu?” tanya Adipati segera memakai jubahnya.Ayu hanya diam saja menatap Selir level atas yang selalu saja membencinya, kini tersenyum puas bisa membalasnya. Adipati mengarahkan tangannya agar Selir itu pergi dari kamarnya.“Waktuku bersamamu sudah selesai. Keluarlah!” titah Adipati yang segera dilaksanakan Selir itu. Dia berjalan melewati Ayu dengan senyuman kemenangan akan dirinya.“Masuklah, Ayu!”Ayu berjalan mendekati Adipati yang menuang minuman tanpa memandangnya.“Untuk apa kau kemari?” tanyanya masih tidak memandang Ayu sama sekali.“Hamba hanya ingin melihat ora