Accueil / Historical / Selir Adipati / PERTEMUAN PERTAMA

Share

PERTEMUAN PERTAMA

Auteur: Esi Apresia
last update Dernière mise à jour: 2021-02-18 22:45:29

Ayu mengangkat kepala, membalas tatapan wanita itu. Dia dan wanita itu kini saling memandang.

“Aku adalah kepala selir di sini. Kau bukan siapapun. Bagaimana bisa, berani berbicara seperti itu kepadaku?!”

Nada keras yang wanita itu keluarkan, tidak membuat Ayu takut sama sekali. Ayu malah semakin menatapnya dengan sangat berani.

“Aku adalah wanita, sama denganmu. Apa perbedaan kita?” tanya Ayu santai. Dia sedikit memperlihatkan senyumannya.

“Aku Sriwati. Panggil aku, Wati. Kau sangat cantik. Ayu Sekar, nama yang sangat bagus sesuai orangnya. Kau tegas. Kali ini aku memaafkanmu, Ayu. Tapi tidak untuk ke dua kalinya.” Kali ini Wati menjawab dengan sedikit menahan amarahnya kepada Ayu yang masih saja tidak takut.

Wati mengarahkan bola mata ke arah pelayan yang akan membawa Ayu bergabung dengan selir lainnya di aula wanita. Aula khusus para wanita yang boleh tinggal di sana. Bahkan hanya Adipati dan Jenderal Iblis, dengan beberapa pengawal terpilih yang bisa melewatinya.

“Jangan pegang aku! Kakiku bisa berjalan tanpa seseorang yang akan menggandengku!” protes Ayu tegas. Dia menampis semua tangan pelayan yang langsung menundukkan kepala. Wati menganggukkan kepalanya, memberi tanda agar pelayan membiarkan Ayu melakukan hal itu.

Masih dengan sangat angkuh, Ayu berjalan masuk ke dalam ruangan yang terdapat semua wanita cantik untuk siap bersaing, di dalam aula yang sangat luas dan megah, dengan beberapa kamar menurut level. Selir yang sudah terpilih menemani Adipati, mereka termasuk level atas, mendapat kamar yang sangat mewah dan bagus. Jika selir yang masih baru dan belum pernah mendapat giliran masuk ke kamar Adipati, termasuk level bawah. Namun, ada satu ruangan yang masih kosong, hanya untuk selir jika mendapatkan gelar selir kesayangan ketika menemani Adipati bermalam selama lebih dari dua hari.

“Kenapa ruangan itu kosong?” tanya Ayu kepada Wati yang masih saja meliriknya.

“Kau tidak akan bisa ke sana. Kau, perempuan pemberontak, dan Adipati tidak mau dengan wanita seperti itu,” jawab Wati dengan senyuman ejekan. Senyuman yang malah membuat Ayu semakin tertantang untuk memiliki kamar itu.

“Apakah kau yakin?” kata Ayu dengan mengangkat salah satu alisnya.

“Kamarmu di sana. Kau akan mandi dan bergabung dengan semua selir level bawah.” Wati melirik Ayu yang masih melihat lantai atas. Semua selir sudah bermalam dengan Adipati akan berada di lantai atas.

“Jika kau mau di sana, perbaiki sifatmu. Aku melihat dirimu memberontak, akan tidak baik bagimu,” bisik Wati membuat Ayu kembali menatapnya tajam.

Ayu masih saja memandang ke atas. Dia membenarkan kebaya merah yang agak sedikit berantakan di tubuhnya. Setelah puas memandang para selir level atas, Ayu berjalan mengikuti pelayan yang membawanya ke sebuah kamar, berisikan lima orang wanita. Ayu mendapatkan ranjang paling pojok. Namun, dia merasa lega karena bisa melihat luar istana dari jendela yang mengarah langsung ke taman kerajaan di sebelah ranjang yang akan dia tiduri.

“Hai, aku Siti. Kau?” Seorang gadis berambut coklat, tidak begitu tinggi, berjalan mendekati Ayu mengulurkan tangannya.

“Aku Ayu Sekar,” jawab Ayu membalas uluran tangan Siti.

“Kau baru datang?” tanya Siti sekali lagi sambil memandang Ayu yang membereskan semua baju di dalam kotak kayu berukir khas, bawaannya.

“Yah, lamaran itu tidak aku mengerti. Kita wanita di perlakukan seperti ini,” jawab Ayu sinis.

“Kau tahu, apa gosip terbaru?” ucapan Siti yang semakin membuat Ayu menarik perhatiannya. Dia ingin sekali mengetahui bagaimana keadaan istana dan membuatnya bisa mendapatkan giliran untuk mendekati Adipati dengan mudah.

Ayu menghentikan gerakannya seketika. Dia memandang Siti dengan serius.

“Kau bisa mengatakan sesuatu kepadaku?”

“Jadi, kau mau mendengarnya?” tanya Siti meyakinkan Ayu.

“Tentu saja.”

Ayu dengan serius menatap Siti yang semakin mendekat dan berbisik di telinganya, karena beberapa wanita di kamar itu, mengamati gerak-gerik mereka.

“Adipati, selalu saja membuat selir yang masuk ke dalam kamarnya keluar dengan menangis. Bahkan, ada yang bilang, dia tidak pernah melihat wajah selir jika melakukan hubungan. Punggung yang selalu di lihat Adipati. Jika selir yang masuk tidak sesuai dengannya, akan di pukul hingga lebam. Adipati tidak suka di sentuh dan di pandang. Aku tidak bisa membayangkan jika aku yang mendapat giliran ke dalam kamarnya.” Siti menggelengkan kepalanya sambil memejam. Dia sangat ketakutan.

Ayu hanya diam tidak mengatakan apapun kepada Siti. Dia melanjutkan menata semua pakaiannya dengan rapi, hingga Wati masuk ke dalam kamar, memanggil mereka semua.

“Plok, plok, plok!”

Sambil berdiri tegak dan mengangkat wajahnya, Wati menepuk tangan seperti biasa, yang menandakan calon selir untuk bersiap belajar kesopanan.

“Kalian, bersiaplah berkumpul di aula! Kita akan belajar menjadi selir yang di inginkan Adipati.”

“Bukankah, selama ini tidak ada yang cocok dengan Adipati? Apa yang bisa membuatmu yakin, Adipati bisa menerima salah satu dari kami? Lihatlah! Pengajaranmu tidak berhasil sama sekali. Tidak ada satu selir, pun yang menjadi istri sah Adipati Wiryo!”

Wati mengepalkan ke dua tangan, menatap Ayu karena penghinaan yang dia lontarkan kepadanya. “Kau, sangat banyak bicara!” bentaknya sambil mengulurkan jari yang berwarna merah karena ketebalan pewarna yang dia pakai, kepada Ayu. Wati berjalan cepat dan akan melayangkan tangannya ke pipi kanan Ayu, tapi suara lantang sang pengawal raja menghentikan segera.

“Raja Adipati Wiryo akan melewati ruangan. Semua menunduk!” hentakan beberapa pengawal yang semakin dekat, membuat semua selir segera keluar kamar berbaris di luar, menundukkan kepalanya menunggu Adipati melewati mereka.

Suara langkah kaki berat sudah semakin dekat. Ayu masih saja menundukkan kepala dan hanya bisa melihat jenis sepatu yang mereka pakai.

“Aku akan membuat Adipati memandangku,” batinnya.

Suara berat dari langkah kaki dengan memakai sepatu berwarna emas semakin cepat berjalan hingga melewati semua selir yang menunduk. Mereka masih saja sangat ketakutan dan menunduk hingga, “Adipati Wiryo, tunggu!”

Ayu berteriak memanggil nama Adipati dengan sangat lantang, membuatnya berhenti melangkah. Adipati diam, masih belum menolehkan pandangannya. Dia membenarkan jubahnya yang agak bergeser. Adipati perlahan membalikkan tubuh, menatap Ayu yang masih mengangkat wajahnya.

Perlahan, kakinya melangkah, sambil menatap tajam ke dua mata bulat hitam Ayu yang masih belum berkedip.

“Adipati Wiryo …”

Ayu sengaja menjatuhkan tubuhnya saat sang Adipati hanya berjarak satu senti dengannya. Dengan sigap, Adipati menangkapnya. Suara lembut Ayu saat memanggil namanya, membuat Adipati semakin menatap tajam.

Mereka saling memandang beberapa detik, hingga Adipati kembali tersadar dalam lamunannya. Tubuh Ayu perlahan di lepasnya, hingga dia kembali berdiri. Sedikit senyuman yang Ayu berikan, membuat Adipati melotot kepada Ayu.

Adipati kembali membalikkan tubuhnya, berjalan meninggalkan lorong aula. Sang Jenderal yang berada di sebelah Adipati, masih diam berdiri menatap Ayu yang juga membalas tatapannya. Tangan kekar Jenderal mengarah kepada Wati yang segera menghampirinya. Sang jenderal membisikkan sesuatu di telinga Wati sambil melirik tajam ke arah Ayu. Dia mencengkeram pedang, lalu berjalan memperlihatkan amarahnya.

Wati berjalan cepat menuju Ayu, menyeretnya hingga berada di ruang bawah tanah. Wati melempar tubuh Ayu masuk ke dalam penjara.

“Argh …,” teriak Ayu sambil tersungkur ke tanah.

“Kau akan bermalam di sini, sampai sang jenderal mengijinkanmu keluar. Aku sudah memperingatkanmu!”

Wati meninggalkan Ayu yang di penuhi amarah. Dia berdiri, menatap tajam di pintu yang sudah bergembok rapat.

“Aku tidak akan melupakan kejadian ini. Aku akan perlahan menghabisi kalian satu, per-sa-tu,” batinnya penuh dendam.

Ayu diam menahan nafas yang semakin sesak akibat udara dingin menusuk tubuhnya. Dia menahannya hingga mengeratkan ke dua tangan untuk menghangatkan tubuh yang mulai menggigil.

"Kau, wanita yang sangat kuat kelihatannya."

Suara seseorang mengejutkan dirinya. Ayu segera melihat wanita tua dengan rambut yang sudah sangat memutih, berada di pojok ruangan menutup tubuhnya dengan selimut yang sangat usang bercampur tanah.

"Siapa kau?" tanya Ayu penasaran sambil berjalan mendekatinya.

"Aku adalah mantan kepala selir di istana ini. Jika kau mau mengetahui informasi mengenai semua istana ini, akulah jawabannya."

Ayu tersenyum masih menatap wanita tua itu.

"Jadi kau bisa menolongku?" tanya Ayu.

"Aku bisa," jawabnya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (5)
goodnovel comment avatar
Gregorius Davids
umumnya ummmmm
goodnovel comment avatar
Wenti Kusuma
king sulaiman ama putri hurem ini mh
goodnovel comment avatar
Siti Aisyah
apakah ini abad kejayaan? sial, plagiat merajalela
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Selir Adipati   KEBAHAGIAAN

    Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad

  • Selir Adipati   Kelahiran

    Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang

  • Selir Adipati   Jenderal

    Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup

  • Selir Adipati   Pertarungan

    Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka

  • Selir Adipati   Pembalasan Siti

    Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m

  • Selir Adipati   Racun Raja

    Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status