Bibir Jenderal mendarat dengan sempurna di leher mulus Ayu. Rintihan pelan Ayu keluarkan. Bibir itu dengan lembut menyapu kulitnya. Entah kenapa Ayu sempat menarik nafas dan berpikir jika dia lebih menyukai melakukannya bersama Jenderal. Dibalik sifatnya yang sangat kejam dan keras, terdapat kelembutan dalam dirinya.
Ayu seperti melayang di udara terkena sentuhan lembut tangan yang mulai sedikit merabanya. Jenderal semakin dalam memainkan bibirnya. Ayu menyatukannya dengan sangat berhasrat.
Perlahan Jenderal melepaskannya. Dia memandang wajah Ayu dengan tatapan tajam namun menggetarkan. Jarinya menyentuh kulit Ayu mengikuti bentuknya. Ayu membalas tatapan Jenderal yang dipenuhi cinta untuknya. Ayu tidak kuasa menahan kulitnya yang begidik tiba-tiba.
"Kau mencintaiku?" tanya Ayu manja.
"Kau cintaku," jawab Jenderal dengan suara berat seraknya.
Jenderal masih menatap sambil membelainya. Tatapan tajamnya namun hangat yang semakin mengatakan jika
Adipati segera masuk ke dalam kamarnya. “Tidak mungkin!” ucapnya dengan amarah. Dia tidak melihat Ayu di dalam kamarnya.“Hamba mengatakan yang sebenarnya, Adipati,” ucap Wati sekali lagi.Adipati masih saja menatap seluruh ruangan kamarnya. Dia sama sekali tidak melihat sosok Ayu yang seharusnya ada di dalam kamarnya setelah empat jam sesuai dengan kesepakatan.“Wati, apa kau bisa membuktikannya?” tanya Adipati yang kini menatapnya.“Hamba akan membuktikannya, Adipati,” balas Wati yang masih saja dengan menundukkan kepalanya. Dia mengarahkan tangannya keluar dari kamar, agar Adipati mengikutinya. Dengan berjalan tegak dan gagah, Adipati mengikuti Wati yang terus berjalan menuju halaman istana.Rose bersama Siti mencegahnya sambil menundukkan kepalanya. “Maafkan hamba Adipati. Apa ada masalah dengan selir Ayu?” tanya Rose dengan pelan.“Minggir Rose! Jangan menghalangiku untuk
Ayu semakin melebarkan kedua matanya melihat cermin ajaib di udara. Dia juga terkejut melihat batu putih yang dia simpan di almari bajunya. Batu itu tiba-tiba berada di hadapannya masuk ke dalam cermin yang masih menghiasi udara.Ayu berdiri tegang menatapnya. Angin semakin kencang menerpa tubuhnya. Namun, angin itu tidak terasa dingin. Dia mulai melihat sesuatu di dalam cermin. Seorang anak laki-laki yang dengan erat memeluk adiknya. Ayu semakin mengernyit menatapnya. Dia melihat anak itu berusaha mengambil kayu untuk melawan perampok yang akan membunuhnya.Anak itu dengan gagah melawan semua perampok. Namun, sebilah pedang menusuk tubuh adiknya saat dia masih bertarung. Anak itu terkejut segera berlari menghampiri adiknya. Perampok di sebelahnya sudah mengangkat pedangnya tinggi untuk memenggal kepala anak itu yang memeluk adiknya sambil menangis, sudah tidak menghiraukan nyawanya lagi, hingga sebilah pedang menyelamatkannya.Jenderal dengan hebat melawa
Jenderal masih saja menyatukan bibirnya dengan Ayu. Mereka semakin berpelukan dan menikmatinya. Entah kenapa Ayu merasakan rindu dan semakin mengeratkan pelukannya. Jenderal menciumnya sambil mengarahkan tubuh Ayu menuju sebuah tembok yang jika di tekan bisa terbuka. Jenderal terus melumat bibir Ayu hingga membawanya menuju ke ruangan rahasia yang bisa terarah ke ruangan aula manapun. Lorong berbagai arah berada di pintu rahasia kamar Adipati.Ayu masih menikmati bibir Jenderal. Namun, dia menatap sekitar dengan terkejut. Bola matanya terus berputar melihat jalan rahasia yang bisa di gunakan kemanapun dia inginkan untuk mengamati aktifitas istana."Apa ini?" batinnya masih sambil menyatukan bibirnya dengan Jenderal yang idak sadar membawanya ke sana. Padahal hanya dirinya dan Adipati yang mengetahui jalan rahasia itu.Ayu sama sekali tidak melepaskan bibir Jenderal yang masih bersatu penuh hasrat. Dia selalu menariknya kembali jika Jenderal akan melepaskannya. B
Ayu semakin tersenyum akhirnya dia mengetahui siapa yang sudah mengirim pemanah untuknya. Namun, satu hal yang sangat membuatnya terkejut, pemanah itu adalah adik Jenderal. Dia diam menatap ibu Suri yang mengakuinya. Salah satu pejabat istana sangat resah berbicara dengannya karena dia sudah diketahui oleh Jenderal terlibat dalam rencana terhadap Ayu.“Kena kau …” gumam Ayu pelan. Dia kembali melepaskan kedua matanya yang menempel di lubang menembus ke ruangan ibu Suri.Ayu berdiri tegak menatap Rose. “Apa yang kau dengar?” tanya Rose sambil memegang pundak Ayu. Wajahnya terlihat resah.“Dia, wanita tua itu yang sudah melakukannya. Tapi …,” ucap Ayu berhenti. Rose mengkerutkan keningnya. “Tapi apa?” tanya Rose terus menatap tegang.“Pemanah itu adalah adik kandung Jenderal yang sudah dipenggal oleh kakaknya sendiri,” kata Ayu yang membuat Rose menutup mulutnya dengan kedua tangannya
Ayu semakin diam mendengar pertanyaan Intan. Dia memalingkan wajahnya segera. Intan tetap memburunya. Intan tidak membiarkan Ayu menghindar darinya.“Selir, kau jangan berpaling! Jawablah semua pertanyaanku!” Intan menarik lengannya dengan keras.“Untuk apa aku harus menjawab sesuatu yang tidak harus aku jawab?” ketusnya.“Selir, aku adalah Putri. Kau harus hormat!”“Putri, aku membantumu agar kau memiliki Patih, laki-laki yang kau cintai itu. Tapi, kau membuatku merasakan sesuatu yang sangat resah. Aku sudah melakukan yang terbaik denganmu maupun Adipati. Kalian masih saja mencurigaiku. Sekarang, keuntungan apa yang akan aku peroleh jika aku bersama Jenderal. Kepalaku yang akan terpasang di lapangan dengan tertancap di tombak?” jelas Ayu sambil melirik Rose yang paham dengan maksud untuk membantunya.“Putri Intan, kami sangat menghargai Adipati. Setiap hari kita bersama selir Ayu. Bahkan, setia
“Brak …”“Jenderal?”Adipati kembali menempelkan kedua matanya dengan sangat serius di lubang mengarah kamar Ayu lewat lukisan yang menempel tepat di hadapan ranjangnya.“Kenapa dia masuk dengan mudah ke kamar Ayu?” batin Adipati masih saja mengawasi dengan sangat tegang.Ayu melotot melihat Jenderal, begitu juga Rose bersama Siti yang langsung berdiri dari duduknya. Spontan, Rose mendekati Jenderal yang akan mendekati Ayu.“Jenderal ada keperluan apa mendatangi kamar selir?”Jenderal masih saja kebingungan dengan apa yang dia lihat. Ayu masih menatapnya tegang. Jenderal segera tegak berdiri menghentikan langkahnya. Bola mata Ayu menyamping tepat menuju lukisan. Dia sangat berharap jika Jenderal juga mengerti maksudnya.Jenderal masih saja mengernyitkan kedua matanya, berusaha mengerti dengan suasana aneh dalam kamar Ayu.“Jenderal, maafkan aku. Bagaimana kondisi semu
Jantung Ayu berdetak kencang. Jenderal mengambil pedang yang tersangkut di pinggangnya. “Tang …” Pedang itu sudah terlepas dari tempatnya. Jenderal mengangkatnya sangat tinggi. Ayu masih saja membuka kedua matanya. “Jika memang nyawaku harus berakhir seperti ini, aku akan menerimanya dengan baik,” batin Ayu semakin menundukkan kepalanya. Namun Jenderal masih saja tegang mengangkat pedang.Adipati tetap saja diam tegang menatap Ayu. Jenderal segera mengarahkan pedangnya. Namun, tidak dia sangka Adipati memegang pucuk pedang tajam Jenderal hingga darah segar menetes sampai mengotori lantai dari tangannya.“Adipati …”Jenderal segera melepas pedang miliknya. Ayu mengangkat wajahnya. Spontan Ayu mengambil saputangan miliknya yang terselip di jarit. Ayu meraih tangan Adipati yang masih mengalirkan darah segar.“Panggil tabib, Jenderal!” teriak Ayu sangat panik. Jenderal segera berlari memanggi
Patih berlari menuju kuda hitam miliknya yang masih terikat di pohon halaman istana. Dia melepas tali, segera melompat di atas punggung kuda, menghentakkan kakinya.“Hiya …”Kuda Patih belari kencang mengejar suruhan Ibu Suri yang akan mengambil kain alas masih tertinggal di bukit. Kain alas saksi dari penyatuan tubuh Jenderal dan Ayu saat itu dengan begitu indah pertama kalinya.“Hiya … hiya …”Patih masih saja terus menarik tali kemudi kuda untuk membuat kuda itu semakin belari kencang. Dia memandang jalanan bukit yang berliku untuk menuju atas bukit mencegah semua pengawal yang dikirim Ibu Suri. Patih melewati jalan pintas yang sering dia lewati saat bersama Jenderal.“Aku harus sampai terlebih dahulu sebelum pengawal Ibu Suri,” teriaknya sambil terus mengendarai kuda yang semakin berlari kencang.Di ruangan aulanya. Ibu Suri dengan sangat tegang menunggu kabar dari pengawal rahasia