Share

Midodareni

Sekar berdiam di kamar sambil mengintip dari balik pintu. Di luar pondok sampai halaman ramai dengan orang-orang yang berkumpul.

Besok pernikahannya dengan Kamandanu akan dilangsungkan. Jadi, keluarga lelaki itu datang dari desa untuk bertemu dengan keluarganya sambil membawa seserahan. 

Wajah wanita itu begitu ceria sekalipun seluruh tubuhnya dilumuri bedak, semacam penghalus kulit dari leher hingga ke kaki.

Bedak itu terbuat dari beras yang dihaluskan ditambah dengan rempah-rempah yang berbau harum. Kata ibunya, biar Kamandanu semakin kesengsem paadanya di malam pertama nanti. 

Sekar bersemu merah mendengar itu. Bayangan nanti akan berduaan dengan sang suami membuatnya tak sabar menunggu hari esok. Dimana akan dilangsungkan janji sehidup semati dalam ikatan yang sah.

Terdengar suara riuh di depan. Entah apa yang mereka bicarakan. Dia pernah mengikuti acara midodareni salah seorang teman. 

Semacam silaturahmi antara kedua keluarga. Saling mengenal satu dengan yang lain. 

Dia memilih menutup pintu dan berbaring di ranjang. 

Pondok sudah ramai dengan keluarga yang datang menginap sejak beberapa hari yang lalu. Namun mereka tidur di kamar berbeda. 

Dia memang dibiarkan sendirian di kamar ini karena sudah dihias sedemikian rupa. 

Di keraton sendiri, penjagaan semakin diperketat terutama akses di pintu gerbang, karena acara ini akan terbuka untuk umum. Setiap orang yang akan masuk dan keluar diperiksa dengan ketat. 

Para sesepuh selalu mengkhawatirkan ada penyusup atau perampok setiap ada keramaian, karena itu lumrah terjadi. 

Prajurit ditempatkan dimana-dimana, bahkan disetiap sudut. Besok setelah pernikahan dilangsungkan, pintu gerbang akan dibuka dan pemduduk boleh melihat kedua mempelai bersanding di pelaminan. 

Sekar, si anak kusir kuda, kini akan menjadi istri dari panglima tertinggi di keraton. Betapa bangganya dia menyandang gelar itu. 

Lama berbaring matanya terpejam. Gadis itu merasa melayang dalam mimpi indah saat terdengar suara ketukan di jendela.

Siapa yang malam-malam ini berani mengganggu? 

"Kar!" 

Gadis itu terbangun dan duduk sambil memijat kepalanya yang berdenyut. Dia masih belum sepenuhnya sadar, sehingga matanya masih terpejam. 

"Kar. Buka!"

"Siapa?" Dia bertanya. Ada rasa takut dalam hati. Siapa tahu itu orang jahat yang ingin mencelakai?

Banyam kejadian calon prngantin wanita diculik saat malam pernikahan. Lau ditemukan di semak-semak dalam keadaan kritis karena diperkosa.  

"Ini aku," jawab suara itu. 

Gadis itu berjalan ke arah jendela dan membuka daunnya. Dia menutup mulut saat melihat ada sosok lelaki bertopeng berdiri di baliknya.

"Ini Kamandanu." 

Lalu penutup wajah dibuka dan tampaklah Kamandanu sedang tersenyum menatapnya.

"Kangmas," kata wanita itu dengan senyum malu-malu.

Dia menunduk, dan memainkan ujung kain. Kebiasaannya kalau sedang gugup. 

"Aku kangen kamu, Kar. Rasanya ndak sabar menunggu besok," ucapnya sambil meraih lengan mungil itu dan menciumnya lembut.

Sekar memejamkan mata saat bibir Kamandanu menyentuh punggung tangannya. Lalu lelaki itu menangkup wajahnya kemudian menyentuhkan hidung mereka. 

"Apa aku boleh?" tanya lelaki itu.

Sekar mengangguk dan membiarkan sang pujaaan hati melakukannya. Bibir mereka bertaut dalam kemesraan. 

Namun itu tak berlangsung lama. Kamandanu melepaskan pangutannya dengan pelan dan menatap kembali wajah ayu yang membuatnya mabuk kepayang. 

Sekar merasa kecewa karena dia berharap lebih. Dia sendiri juga rindu dengan kekasihnya. Mereka tak boleh menjalin hubungan layaknya orang biasa karena tinggal dilingkungan keraton semua diawasi. 

"Aku cuma sebentar. Kamu baik-baik, ya," pesan lelaki itu. Ada nada yang tersirat dari ucapannya. 

"Kenapa Kangmas berbicara seperti itu?" tanya Sekar dengan perasaan tak menentu. 

"Tidak apa-apa. Aku hanya menyampaikan agar kamu menjaga diri," ucapnya menenangkan.

"Apa Kangmas akan pergi?" Dia bertanya lagi. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaanya menjadi tidak enak.

Bertemu sebelum hari pernikahan menurut adat mereka memang tidak diperbolehkan karena itu pamali. Jika melanggar maka akan mendapatkam sesuatu yang buruk. 

Itulah yang mereka percayai turun temurun. Namun, malam ini Kamandanu melanggarnya.  

"Ya ndak. Aku ndak akan kemana-mana. Besok kita kan mau nikah," katanya dengan tenang, kali ini sambil menggenggam jemari itu dengan erat. 

Sekar menatap Kamandanu dengan gamang. Mengapa hatinya menjadi gelisah seperti ini. 

Kata ibu, memang semua calon pengantin akan merasakan hal itu. Bahkan ada yang bertengkar dan batal menikah karena merasa tegang menunggu harinya. Karena itulah, calon pengantin tidak boleh bertemu supaya menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 

"Kamu kenapa?" tanya lelaki itu saat melihat kekasihnya murung. 

Sekar menunduk. Dia sulit mengutarakan perasaan. Sebagai seorang wanita, mereka memang dituntut untuk lebih banyak diam dan menerima. 

"Aku takut. Ndak tau kenapa rasa ini muncul terus sejak beberapa hari ini." Akhirnya dia mengungkapkan. 

"Jangan berpikiran buruk, Kar. Kita sama-sama berdoa supaya semua berjalan lancar."

Lama mereka berbincang dengan berbisik-bisik agar tak ketahuan. Tadi saat acara pertemuan keluarga, ternyata Kamandanu hanya datang sebentar. 

Lelaki itu berpamitan pulang dengan suatu alasan, padahal diam-diam bersembunyi dan menunggu kesempatan untuk menyelinap kesini.

Saat asyik bercerita, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar diketuk. 

"Nduk!"

Gadis itu memberi kode agar Kamandanu diam karena dia akan menutup jendela supaya mereka tidak ketahuan.

"Ya, Bu?" 

Tergopoh-gopoh dia membuka pintu. 

"Kamu belum tidur? Besok mau acara kok masih begadang. Piye, toh?" 

"Nggih, Bu. Ini sudah mau tidur."

Lalu dia menutup kembali pintu dan mematikan lampu. 

"Kar. Aku pulang. Tunggu aku besok." Terdengar suara Kamandanu memanggil kembali. 

"Iya, Kangmas. Aku akan menunggumu," ucapnya pelan dalam kegelapan.

Lalu malam itu mereka berpisah. Untuk selamanya. 

***

Kamandanu berjalan pelan menuju ke kediamannya setelah pulang dari rumah Sekar. 

Dia melangkah dengan hati-hati sambil terus waspada. Sebagai seorang prajurit, dia sudah terlatih jika ada musuh yang menyusup.

Telinganya tajam mendengar suara, bahkan suara ranting patah sekalipun.

Sejak pagi perasaannya tak menentu. Saat kedatangan keluarganya dan keluarga Sekar desa, ada ada banyak kejanggalan yang terjadi.  

Ada beberapa pengantar hadiah yang tak jelas siapa pengirimnya, dan itu diloloskan dari pemerikasaan. 

Dia sendiri tidak boleh ikut memeriksa karena sebagai calon pengantin, harusnya Kamandanu berdiam di kamar sampai hari pernikahan tiba.

Namun, tadi dia keluar dan melihat sebentar dan menemukan keanehan itu.

"Siapa?" Dia bertanya saat mendengar suara langkah kaki. Lelaki itu sudah memasang kuda-kuda san bersiap jika ada yang menyerang.

Kamandanu merasa ada seorang yang mengikutinya dari belakang. 

Tiba-tiba saja tubuhnya dihantam dengan sebuah pukulan yang keras sehingga jatuh pingsan.

Lalu muncul 3 orang bertopeng dengan pakaian hitam dan berdiri mengelilinginya. 

"Masih hidup?" tanya lelaki bertopeng pertama.

"Masih. Hanya pingsan," jawab lelaki kedua.

"Kita buang kemana?"

"Ke jurang sana."

"Jahat sekali kamu," jawab lelaki ketiga.

"Kita diperintahkan untuk membunuh. Masih berbaik hati kita hanya membuangnya."

"Dia juga bisa mati kalau begitu."

Mereka berdua terdiam. Lalu salah seorang memberikan usul.

"Bagaimana jika kita hanyutkan di sungai desa seberang?"

Dua orang yang lain mengangguk.

"Bagaimana kita akan membawanya keluar dari tempat ini?"

"Masukkan ke kereta tadi dan tumpuk dengan jerami. Para prajurit di depan sangat lengah saat mengizinkan kita masuk tadi," jawab yang lain. 

Semua setuju. Lalu tubuh Kamandanu diangkat dan dianaikkan ke sebuah kuda. 

Tiga orang lelaki bertopeng itu kemudian menghilang dalam kegelapan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status