Share

Midodareni

Author: Queeny
last update Last Updated: 2021-06-21 19:26:02

Sekar berdiam di kamar sambil mengintip dari balik pintu. Di luar pondok sampai halaman ramai dengan orang-orang yang berkumpul.

Besok pernikahannya dengan Kamandanu akan dilangsungkan. Jadi, keluarga lelaki itu datang dari desa untuk bertemu dengan keluarganya sambil membawa seserahan. 

Wajah wanita itu begitu ceria sekalipun seluruh tubuhnya dilumuri bedak, semacam penghalus kulit dari leher hingga ke kaki.

Bedak itu terbuat dari beras yang dihaluskan ditambah dengan rempah-rempah yang berbau harum. Kata ibunya, biar Kamandanu semakin kesengsem paadanya di malam pertama nanti. 

Sekar bersemu merah mendengar itu. Bayangan nanti akan berduaan dengan sang suami membuatnya tak sabar menunggu hari esok. Dimana akan dilangsungkan janji sehidup semati dalam ikatan yang sah.

Terdengar suara riuh di depan. Entah apa yang mereka bicarakan. Dia pernah mengikuti acara midodareni salah seorang teman. 

Semacam silaturahmi antara kedua keluarga. Saling mengenal satu dengan yang lain. 

Dia memilih menutup pintu dan berbaring di ranjang. 

Pondok sudah ramai dengan keluarga yang datang menginap sejak beberapa hari yang lalu. Namun mereka tidur di kamar berbeda. 

Dia memang dibiarkan sendirian di kamar ini karena sudah dihias sedemikian rupa. 

Di keraton sendiri, penjagaan semakin diperketat terutama akses di pintu gerbang, karena acara ini akan terbuka untuk umum. Setiap orang yang akan masuk dan keluar diperiksa dengan ketat. 

Para sesepuh selalu mengkhawatirkan ada penyusup atau perampok setiap ada keramaian, karena itu lumrah terjadi. 

Prajurit ditempatkan dimana-dimana, bahkan disetiap sudut. Besok setelah pernikahan dilangsungkan, pintu gerbang akan dibuka dan pemduduk boleh melihat kedua mempelai bersanding di pelaminan. 

Sekar, si anak kusir kuda, kini akan menjadi istri dari panglima tertinggi di keraton. Betapa bangganya dia menyandang gelar itu. 

Lama berbaring matanya terpejam. Gadis itu merasa melayang dalam mimpi indah saat terdengar suara ketukan di jendela.

Siapa yang malam-malam ini berani mengganggu? 

"Kar!" 

Gadis itu terbangun dan duduk sambil memijat kepalanya yang berdenyut. Dia masih belum sepenuhnya sadar, sehingga matanya masih terpejam. 

"Kar. Buka!"

"Siapa?" Dia bertanya. Ada rasa takut dalam hati. Siapa tahu itu orang jahat yang ingin mencelakai?

Banyam kejadian calon prngantin wanita diculik saat malam pernikahan. Lau ditemukan di semak-semak dalam keadaan kritis karena diperkosa.  

"Ini aku," jawab suara itu. 

Gadis itu berjalan ke arah jendela dan membuka daunnya. Dia menutup mulut saat melihat ada sosok lelaki bertopeng berdiri di baliknya.

"Ini Kamandanu." 

Lalu penutup wajah dibuka dan tampaklah Kamandanu sedang tersenyum menatapnya.

"Kangmas," kata wanita itu dengan senyum malu-malu.

Dia menunduk, dan memainkan ujung kain. Kebiasaannya kalau sedang gugup. 

"Aku kangen kamu, Kar. Rasanya ndak sabar menunggu besok," ucapnya sambil meraih lengan mungil itu dan menciumnya lembut.

Sekar memejamkan mata saat bibir Kamandanu menyentuh punggung tangannya. Lalu lelaki itu menangkup wajahnya kemudian menyentuhkan hidung mereka. 

"Apa aku boleh?" tanya lelaki itu.

Sekar mengangguk dan membiarkan sang pujaaan hati melakukannya. Bibir mereka bertaut dalam kemesraan. 

Namun itu tak berlangsung lama. Kamandanu melepaskan pangutannya dengan pelan dan menatap kembali wajah ayu yang membuatnya mabuk kepayang. 

Sekar merasa kecewa karena dia berharap lebih. Dia sendiri juga rindu dengan kekasihnya. Mereka tak boleh menjalin hubungan layaknya orang biasa karena tinggal dilingkungan keraton semua diawasi. 

"Aku cuma sebentar. Kamu baik-baik, ya," pesan lelaki itu. Ada nada yang tersirat dari ucapannya. 

"Kenapa Kangmas berbicara seperti itu?" tanya Sekar dengan perasaan tak menentu. 

"Tidak apa-apa. Aku hanya menyampaikan agar kamu menjaga diri," ucapnya menenangkan.

"Apa Kangmas akan pergi?" Dia bertanya lagi. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaanya menjadi tidak enak.

Bertemu sebelum hari pernikahan menurut adat mereka memang tidak diperbolehkan karena itu pamali. Jika melanggar maka akan mendapatkam sesuatu yang buruk. 

Itulah yang mereka percayai turun temurun. Namun, malam ini Kamandanu melanggarnya.  

"Ya ndak. Aku ndak akan kemana-mana. Besok kita kan mau nikah," katanya dengan tenang, kali ini sambil menggenggam jemari itu dengan erat. 

Sekar menatap Kamandanu dengan gamang. Mengapa hatinya menjadi gelisah seperti ini. 

Kata ibu, memang semua calon pengantin akan merasakan hal itu. Bahkan ada yang bertengkar dan batal menikah karena merasa tegang menunggu harinya. Karena itulah, calon pengantin tidak boleh bertemu supaya menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 

"Kamu kenapa?" tanya lelaki itu saat melihat kekasihnya murung. 

Sekar menunduk. Dia sulit mengutarakan perasaan. Sebagai seorang wanita, mereka memang dituntut untuk lebih banyak diam dan menerima. 

"Aku takut. Ndak tau kenapa rasa ini muncul terus sejak beberapa hari ini." Akhirnya dia mengungkapkan. 

"Jangan berpikiran buruk, Kar. Kita sama-sama berdoa supaya semua berjalan lancar."

Lama mereka berbincang dengan berbisik-bisik agar tak ketahuan. Tadi saat acara pertemuan keluarga, ternyata Kamandanu hanya datang sebentar. 

Lelaki itu berpamitan pulang dengan suatu alasan, padahal diam-diam bersembunyi dan menunggu kesempatan untuk menyelinap kesini.

Saat asyik bercerita, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar diketuk. 

"Nduk!"

Gadis itu memberi kode agar Kamandanu diam karena dia akan menutup jendela supaya mereka tidak ketahuan.

"Ya, Bu?" 

Tergopoh-gopoh dia membuka pintu. 

"Kamu belum tidur? Besok mau acara kok masih begadang. Piye, toh?" 

"Nggih, Bu. Ini sudah mau tidur."

Lalu dia menutup kembali pintu dan mematikan lampu. 

"Kar. Aku pulang. Tunggu aku besok." Terdengar suara Kamandanu memanggil kembali. 

"Iya, Kangmas. Aku akan menunggumu," ucapnya pelan dalam kegelapan.

Lalu malam itu mereka berpisah. Untuk selamanya. 

***

Kamandanu berjalan pelan menuju ke kediamannya setelah pulang dari rumah Sekar. 

Dia melangkah dengan hati-hati sambil terus waspada. Sebagai seorang prajurit, dia sudah terlatih jika ada musuh yang menyusup.

Telinganya tajam mendengar suara, bahkan suara ranting patah sekalipun.

Sejak pagi perasaannya tak menentu. Saat kedatangan keluarganya dan keluarga Sekar desa, ada ada banyak kejanggalan yang terjadi.  

Ada beberapa pengantar hadiah yang tak jelas siapa pengirimnya, dan itu diloloskan dari pemerikasaan. 

Dia sendiri tidak boleh ikut memeriksa karena sebagai calon pengantin, harusnya Kamandanu berdiam di kamar sampai hari pernikahan tiba.

Namun, tadi dia keluar dan melihat sebentar dan menemukan keanehan itu.

"Siapa?" Dia bertanya saat mendengar suara langkah kaki. Lelaki itu sudah memasang kuda-kuda san bersiap jika ada yang menyerang.

Kamandanu merasa ada seorang yang mengikutinya dari belakang. 

Tiba-tiba saja tubuhnya dihantam dengan sebuah pukulan yang keras sehingga jatuh pingsan.

Lalu muncul 3 orang bertopeng dengan pakaian hitam dan berdiri mengelilinginya. 

"Masih hidup?" tanya lelaki bertopeng pertama.

"Masih. Hanya pingsan," jawab lelaki kedua.

"Kita buang kemana?"

"Ke jurang sana."

"Jahat sekali kamu," jawab lelaki ketiga.

"Kita diperintahkan untuk membunuh. Masih berbaik hati kita hanya membuangnya."

"Dia juga bisa mati kalau begitu."

Mereka berdua terdiam. Lalu salah seorang memberikan usul.

"Bagaimana jika kita hanyutkan di sungai desa seberang?"

Dua orang yang lain mengangguk.

"Bagaimana kita akan membawanya keluar dari tempat ini?"

"Masukkan ke kereta tadi dan tumpuk dengan jerami. Para prajurit di depan sangat lengah saat mengizinkan kita masuk tadi," jawab yang lain. 

Semua setuju. Lalu tubuh Kamandanu diangkat dan dianaikkan ke sebuah kuda. 

Tiga orang lelaki bertopeng itu kemudian menghilang dalam kegelapan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selir Sang Pangeran   Hidup Baru

    Arya menatap Kamandanu dengan tajam sembari berkacak pinggang. Lelaki itu sudah siap jika sewaktu-waktu sang Panglima akan melancarkan serangan."Apa kabarmu, Panglima Muda?" sapa Kamandanu."Baik-baik saja, Panglima. Kau sendiri bagaimana?""Aku sudah tak sabar ingin berlatih ilmu kanugaran denganmu," tantang Kamandanu.Arya tergelak lalu menyanggupi. Bukankah dulu dia pernah berkata akan belajar ilmu bela diri dari Kamandanu jika mereka bertemu lagi. Dan kini keduanya saling berhadapan satu dengan yang lain."Siapa sangka kita akan bertemu lagi setelah sekian lama," ucap Arya tak percaya. Jika bukan karena perburuan hari itu, maka mungkin dia akan lupa pada ucapan sendiri."Kau benar. Aku bahkan tak menyangka jika akan bertemu dengan kalian. Sepertinya kami memang ditakdirkan untuk selalu berhubungan dengan keraton, walaupun sudah menghindar ja

  • Selir Sang Pangeran   Pertemuan

    Derap kaki kuda yang berlari menembus jalanan menarik perhatian warga sekitar. Apalagi Semua penunggangnya berwajah tampan dan memakai baju khas keraton. Berita ceepat tersebar bahwa para penguni keraton akan melakukan perburuan."Apa Kanjeng Gusti yakin akan berburu di daerah sini?" tanya Arya, sang Panglima."Tentu saja. Aku sudah lama tidak berburu. Mengurus pemerintahan sangatlah memusingkan," jawab Abimana."Turuti saja permintaannya, Panglima. KIta hanya perlu mendampingi, " ucap WIjaya tenang."Bukan begitu, Raden. Daerah sini belum pernah kita lewati. Hamba khawatir terjadi sesuatu," jelas Arya."Kalau begitu kerahkan sihirmu untuk melihat situasi," titah Abimana.Arya menyetujui usul itu dan turun dati kuda untuk memulai ritualnya. Lelaki itu memiliki mata batin sehingga dapat melihat makhluk halus yang dapat membahayakan. Setelah memejamkan mata beberapa saat akhirnya lelaki itu tersadar dan merasa lega."H

  • Selir Sang Pangeran   Wira

    "Raden, hati-hati! Nanti Raden terjatuh."Kamandanu tergopoh-gopoh mengejar anak laki-laki yang sejak tadi berlari mengelilingi lapangan. Hari ini dia yang mengajak bermain karena istrinya sedang mencuci di kali. Napasnya terengah-engah karena usia yang sudah tidak muda."Kejar aku, Paman! Katanya kau dulu seorang panglima perang. Mengapa kau begitu lemah," canda anak itu sembari menjulurkan lidah.Kamandanu menjadi geram. Lalu dengan kaki yang pincang, lelaki itu ikut berlari. Dia menagkap pinggang anak itu dan bergulingan di rumput. Tawa terdengar dari keduanya, lalu mereka bercanda hingga senja tiba."Ayo, kita pulang. Ibumu pasti mencari," ajak Kamandanu."Aku tidak mau pulang, Paman. Nanti ibu memarahiku karena tidak mau makan nasi," rajuk anak itu."Raden memang harus makan nasi supaya cepat tinggi," bujuk Kamandanu."Memangnya kenapa kalau aku menjadi tinggi?"Anak itu menatap Kamandanu dengan lekat. Dia mema

  • Selir Sang Pangeran   Pewaris

    Sekar menatap burung-burung yang sedang berkicau di dahan pohon. Pikirannya melayang entah ke mana. Sementara pipinya basah dengan air mata yang sejak tadi menetes. Wanita itu membalik badan dan menatap kamar yang sejak satu minggu ini tak boleh dimasuki siapapun, kecuali orang-orang tertentu. Dan dia termasuk salah satunya.Ada Wijaya di sana, dengan kondisi luka bakar pada wajah dan beberapa bagian tubuh yang melepuh karena insiden malam itu. Dia sendiri terkena di bagian tangan dan dada, tetapi tidak parah sehingga tak memerlukan perawatan khusus. Sekar tak boleh merawat suaminya, hanya Prameswari yang diberikan amanat. Hal itu ditetapkan setelah banyak pertimbangan. Salah satunya adalah saat lelaki itu sakit dulu.Selain itu, Wijaya terkena musibah saat bermalam bersama dengan Sekar. Jadi wanita itu dianggap sebagai pembawa sial. Apalagi pelakunya adalah Kamandanu yang hendak membalas dendam. Maka semakin lengkaplah tudingan yang dialamatkan kepadamya.

  • Selir Sang Pangeran   Penyerangan

    Kamandanu menarik tangan Handaru dan membekap mulutnya. Lalu, menyeret anak itu agar menjauh dari keramaian untuk mencari persembunyian. Lelaki itu melepaskan cekalan dan terengah-engah begitu mereka berada di tempat yang aman."Kau membuatku takut, Panglima!"Handaru memegang dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu duduk di tanah dengan kedua lutut ditekuk sembari memyadarkan kepala di salah satu bagian barak. Tangannya memijat kepala yang terasa berdenyut."Aku terpaksa melakukan ini agar kau mengerti. Sejak tadi aku memberikan kode tetapi kau tak paham," sungut Kamandanu."Mereka sedang mengajakku berbicara. Aku tak mungkin pergi," jawab Handaru.Mereka saling terdiam untuk beberapa saat, lalu menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit. Malam ini barak mengadakan pesta setelah dua bulan para prajurit baru menjalani pelatihan intensif. Minggu depan adalah hari pengukuhan dimana Handaru akan resmi diangkat menjad

  • Selir Sang Pangeran   Kecewa

    Kamandanu menatap secarik kain yang dia temukan di hutan. Simbol yang tergambar di sana membuatnya lemas. Itu adalah lambang salah satu perguruan silat yang cukup terkenal dari kota sebelah.Apa yang Adiguna duga sedikit demi sedikit mulai terbukti. Lalu, apakah Raden Wijaya pelakunya, itu belum bisa dipastikan. Butuh petunjuk yang kuat untuk menjatuhkan tuduhan.Adiguna melipat tangan di depan dada dan menatap Wijaya dengan lekat. Entah apa maksud kedatangan adiknya itu, dia masih belum bisa menerka. Sejak tadi mereka hanya berbasa-basi menanyakan kabar dan juga membahas pemerintahan. Padahal dia tahu, bukan itu tujuan utamanya."Kakang, aku baru saja mendapatkan hadiah sebuah pedang baru."Adiguna menatap adiknya dengan curiga. Sejak kecil mereka memang tumbuh dan bermain bersama. Namun ketika beranjak dewasa, ada kepentingan dan ambisi yang ditanamkan oleh para ibu sehingga hubgungan itu menjadi renggang. Wijaya yang awalnya tak terla

  • Selir Sang Pangeran   Bukti Baru

    Kamandu memegang dadanya yang berdebar kencang. Saat Daksa mengatakan bahwa Sekar tiba-tiba datang berkunjung, hatinya diluapi oleh kebahagiaan. Lelaki itu hendak berbalik ke arah pondok ketika mendengar beberapa langkah kaki mendekat.Kamandanu mengurungkan niat dan mengintip dari balik sumur. Tampak beberapa pengawal sedang memeriksa seisi pondok dan sekitarnya. Untunglah jarak sumur cukup jauh dari pondok dan terhalang pohon besar. Sehingga tubuhnya tak kelihatan."Apa kau merasa ada yang aneh?" tanya salah satu pengawal."Ya, tapi aku tak tahu itu apa. Rasanya ada orang lain di rumah ini selain Daksa dan istrinya," jawab pengawal kepercayaan Wijaya. Lelaki itu sengaja diutus untuk menemani Sekar karena sang raden mengkhawatirkan keselamatan istrinya."Apakah itu penyusup yang mengikuti Ndoro Ajeng?""Bisa jadi. Karena itulah kita harus waspada."Beberapa pengawal itu saling berbincang sembari menyisir beberapa tempat. Ketika mereka

  • Selir Sang Pangeran   Pulang

    Selama tiga hari Kamandanu dirawat di rumah Daksa, selama itu pula Sekar tak mengetahui apa pun. Wijaya memang mengizinkan selirnya bertemu dengan keluarga, tetapi belum memenuhi janjinya. Hingga wanita itu merasa gelisah, tetapi tak berani menyusup karena takut ketahuan.Sekar hanyalah selir biasa, yang tak mengerti permasalahan keraton. Sehingga dia tak tahu jika nyawa mereka bisa terancam sewaktu-waktu. Wijaya memang membatasi wanita itu agar tak mencampuri urusannya. Hal yang sama dia lakukan kepada Prameswari. Hanya ratu yang berhak bersuara mengenai pemerintahan. Juga istri sah Adiguna karena kakaknya adalah pewaris utama.Tugas selir hanyalah memikat raja dan pangeran, lalu menyenangkan mereka. Jika mendapatkan keturunan laki-laki maka itu adalah anugerah. Sayangnya, dari ratu dan beberapa selir yang dimiliki raja yang sekarang, beliau hanya diberikan tiga pewaris lelaki. Bahkan, istri dan selir dari para putranya juga melahirkan anak perempuan.Wij

  • Selir Sang Pangeran   Pertolongan

    "Sepertinya benda itu sangat berarti untukmu, Kisanak."Kamandanu terkejut dan segera menyembunyikan selongsong itu balik pakaiannya. Lelaki itu menoleh dan mendapati Daksa sedang menatapnya dengan tajam."Paman Daksa," ucap Kamandanu memberi hormat."Sepertinya aku mengenal benda itu," sindirnya.Beberapa hari ini Daksa mengamati Kamandanu secara interns. Kecurigaannya semakin bertambah setelah memergoki lelaki itu sering melamun. Hari ini keyakinannya semakin kuat saat melihat selongsong pedang milik panglima."Ini diberikan Raden Adiguna kepadaku," jawab Kamandanu sembari tersenyum. Sejak kembali bekerja di keraton, dia sudah terbiasa mengendalikan sikap agar tak gugup."Tapi kenapa diberikan kepadamu? Kau orang baru," selidik Daksa."Entahlah, Paman. Aku tak pernah bertanya apa alasannya," jawab Kamandanu.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status