Share

Pupus

Author: Queeny
last update Last Updated: 2021-06-21 19:26:29

Tangis Sekar menggema di ruangan itu. Pernikahan yang direncanakan akan dilagsungkan pagi ini batal karena perngantin pria menghilang.

Ya, Kamandanu tak ditemukan dimanapun, kecuali selongsong pedangnya yang jatuh, juga darah yang berceceran di sekitar benda itu ditemukan. 

"Sudah, Nduk." Ratih memeluk putrinya yang sedari tadi meraung karena pernikahannya dibatalkan.

Raja sudah mengerahkan seluruh prajurit untuk mencari panglima kesayangannya, namun nihil. Sehingga para sesepuh langsung menunjuk seorang parjurit terlatih untuk menggantikan posisinya.

Gerbang ditutup. Semua diperiksa secara ketat hingga ke bagian sudut. Bahkan barak, dapur bahkan pondok yang berada di wilayah keraton. 

"Kalau memang kangmas dibunuh, dimana mereka menbuang jenazahnya, Buk?" tanya Sekar.

Ratih tak mampu menjawab. Di luar sana Daksa dan yang lain ikut menyisir beberapa tempat untuk mencari calon menantunya.

"Sepertinya Kangmas-mu diculik. Entah kemana mereka membawanya. Semua orang sedang mencari," jawab Ratih.

Tangisan Sekar semakin kencang mendengar itu. 

"Mengapa mereka tega, Buk? Apa salah kangmas sehingga diperlakukan seperti ini." Sekar mengeratkan pelukan. 

Wanita paruh baya itu mengusap punggung putrinya dengan lembut. Sejak tadi berusaha menenangkan, namun sepertinya Sekar masih belum bisa menerima kenyataan ini.

Berjam-jam dia menangis, lalu akhirnya tertidur karena kelelahan. Wajahnya pucat dengan mata yang bengkak. 

Ratih memakaikan selimut kemudian keluar dan menutup pintu. Tampak Daksa, sang suami, sedang duduk termenung di depan. 

Sejak pagi hingga kini menjelang gelap,  belum ada hasil sama sekali. Para prajurit bahkan sudah menyisir hingga ke sungai dan sekitar gunung. 

"Gimana, Pak?" tanya Ratih sambil meletakkan secangkir teh manis di di meja. 

"Nihil, Buk. Mereka pintar menutup jejak. Entah kemana Kamandanu dibawa. Kami akan melanjutkan pencarian besok," jawab Daksa.

"Jadi benar diculik?"

"Dugaan sementara seperti itu, Buk."

"Pelakunya?"

"Kemungkinan besar bagian dari perompak yang pernah dia tumpas. Mereka dendam karena ketuanya terbunuh sewaktu penyerangan," jelas Daksa.

Ratih menyimak semua yang dituturkan oleh suaminya. Segala kemungkinan dan harapan untuk menemukan calon menantu mereka dipaparkan secara detail oleh suaminya.

"Kalau begitu kita hanya bisa berpasrah. Semoga memang benar hanya diculik. Jika sampai Kamandanu dibunuh, kasian sekali nasib Sekar. Dia patah hati, Pak."

"Ini suratan takdir dari Tuhan, Buk. Kita hanya bisa menerima. Sekarang tugasmu hanya menguatkan putri kita. Lambat laun dia akan mengerti." 

Lelaki itu menyeruput teh yang uapnya masih mengebul. Teringat pagi tadi saat pondok diketuk dengan keras dan kabar duka itu disampaikan.

Dia sendiri memang berada di pendopo melihat tempat itu dihias hingga tengah malam. Lalu beberapa dari mereka kembali ke pondok masing-masing karena kelelahan dan tertidur selama 2 jam. Sebagian memilih untuk tetap disana dan berjaga-jaga.

Acara pernikahan akan dimulai pagi hari dan dilangsungkan dalam suasana sederhana.

Satu hal yang dicurigai oleh Daksa adalah, mengapa penculik bisa lolos begitu saja dari pemeriksaan. Apakah ada orang dalam yang membantu mereka sehingga jalannya begitu mudah.

Jika iya, siapa? Batin lelaki paruh baya itu menerka. Ada banyak pengantar hadiah yang datang kemarin dengan memakai kereta. Apakah salah satu diantara mereka?

Gerbang sudah dikunci sejak malam. Jika para penculik itu keluar sebelum ditutup, maka harapan mereka tipis. Namun, salah satu pelaku pasti masih berada di dalam karena harus memastikan semua tetap aman sesuai rencana. 

Begitulah dugaannya. 

"Mau kemana, Pak?" tanya Ratih saat melihat suaminya berdiri dan hendak pergi.

"Menghadap panglima baru untuk menyelidiki kasus ini. Aku mencurigai sesuatu," jawabnya.

"Tapi, Pak ..."

"Kamu tetap di rumah. Jaga Sekar. Jika memang pelakunya masih berada di lingkungan keraton, kemungkinan bisa tertangkap."

Daksa berlari menuju pendopo tempat dimana semua orang sedang berkumpul.

***

Disisi lain keraton, tampak seorang lelaki sedang tersenyum senang. Rencana pernikahan itu batal sehingga gadis pujaannya tak jadi dimiliki oleh orang lain.

Wijaya sempat frustasi hingga mengurung diri berhari-hari karena kecewa. Dia bahkan menolak makanan yang disajikan oleh pelayan dan membuat ibu ratu bingung setengah mati. 

Namun, dia tak menyangka jika insiden pencukikan ini terjadi sehingga pernikahan Sekar dan Kamandanu gagal dilangsungkan. 

Melihat situasi yang ada, semangatnya bangkit kembali. Dengan cepat dia datang dan menghadap ibu ratu untuk meminta agar gadis itu ditetapkan sebagai selirnya.

Wijaya tak rela karena dia juga tahu, ada pangeran lain yang sedang mengincar gadisnya. 

"Kamu belum bisa mengambil selir kalau belum menikah, Le," jawab ibu ratu.

Wanita itu sudah menduga jika putranya akan datang dan meminta ini. Dia tahu, Wijaya satu-satunya orang yang tidak terima dengan keputusan Sekar untuk menikah.

Sejak kecil, dia sudah melihat tanda-tanda itu. Wijaya remaja yang sedang kasmaran dan rasa itu jatuh kepada anak kusir kuda.

Hal ini sempat dia diskusikan dengan raja dan diambil keputusan bahwa Wijaya akan dikirim keluar untuk belajar sambil berharap semoga putra mereka bisa melupakan perasaan itu.

Namun ternyata setelah kembali, rasa cinta Wijaya kepada gadis itu semakin dalam. Apalagi Sekar tumbuh sebagai gadis cantik dan sangat menarik perhatian. 

"Aku mencintai Sekar, Bu."

"Ibu tahu tapi kamu harus menikah dengan salah satu putri. Baru bisa mengambil selir."

Lelaki itu tertunduk lesu. Tak ada satu putri yang dia sukai, sekalipun sudah diperkenalkan satu-persatu setelah acara penyambutan kepulangannya.

"Aku ndak bisa menikahi wanita lain. Aku menginginkan Sekar!" ucapnya tegas.

"Dia masih berduka karena calon suaminya menghilang. Kemungkinan tidak akan menerima jika diambil menjadi selir," jelas ibu ratu. 

Memberikan pengertian kepada putranya memang cukup sulit. Wijaya anak yang keras, sehingga kesabaran yang bisa meluluhkannya. 

"Aku tidak perduli ibu. Aku hanya ingin  Sekar menjadi milikku."

"Jangan terburu-buru, Le. Kita akan mengatur rencana. Semua sedang mencari dimana Kamandanu berada. Jika dibunuh, para prajurit sedang berusaha menemukan jenazahnya."

"Aku hanya ingin ibu memastikan. Jika memang dalam satu bulan ini Kamandanu tidak ditemukan, jadikan Sekar sebagai selirku," pintanya memohon.

Ibu ratu menarik napas panjang. Dia taj ingin berjanji apapun karena situasi  sedang sulit.

"Baiklah jika itu memang maumu. Tapi menikahlah dengan salah satu putri. Mereka semua cantik-cantik. Kamu lihat sendiri, kan?"

"Tapi hatiku hanya untuk Sekar!"

Wanita itu mengulum senyum, menarik napas panjang kemudian memikirkan sesuatu sebelum berucap. 

"Setujui dulu untuk memilih putri. Menikahlah sekalipun itu hanya status. Setelah itu, jika Kamandanu tak ditemukan juga, maka kau boleh mengambil Sekar sebagai selir. Jika dia bersedia."

Rasanya ini pilihan yang paling tepat. Mereka sama-sama diuntungkan dengan negosisasi ini.

Wijaya menimbang lama lalu menganggukkan kepala. Dia menyetujui syarat itu dan memilih untuk bersabar. Dalam hatinya berucap, semoga Kamandanu benar-benar tak ditemukan. 

Lelaki itu tersenyum membayangkan tubuh moleh Sekar yang sempat didekapnya waktu itu. Rasanya dia sudah tak sabar ingin memiliki sang pujaan hati. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selir Sang Pangeran   Hidup Baru

    Arya menatap Kamandanu dengan tajam sembari berkacak pinggang. Lelaki itu sudah siap jika sewaktu-waktu sang Panglima akan melancarkan serangan."Apa kabarmu, Panglima Muda?" sapa Kamandanu."Baik-baik saja, Panglima. Kau sendiri bagaimana?""Aku sudah tak sabar ingin berlatih ilmu kanugaran denganmu," tantang Kamandanu.Arya tergelak lalu menyanggupi. Bukankah dulu dia pernah berkata akan belajar ilmu bela diri dari Kamandanu jika mereka bertemu lagi. Dan kini keduanya saling berhadapan satu dengan yang lain."Siapa sangka kita akan bertemu lagi setelah sekian lama," ucap Arya tak percaya. Jika bukan karena perburuan hari itu, maka mungkin dia akan lupa pada ucapan sendiri."Kau benar. Aku bahkan tak menyangka jika akan bertemu dengan kalian. Sepertinya kami memang ditakdirkan untuk selalu berhubungan dengan keraton, walaupun sudah menghindar ja

  • Selir Sang Pangeran   Pertemuan

    Derap kaki kuda yang berlari menembus jalanan menarik perhatian warga sekitar. Apalagi Semua penunggangnya berwajah tampan dan memakai baju khas keraton. Berita ceepat tersebar bahwa para penguni keraton akan melakukan perburuan."Apa Kanjeng Gusti yakin akan berburu di daerah sini?" tanya Arya, sang Panglima."Tentu saja. Aku sudah lama tidak berburu. Mengurus pemerintahan sangatlah memusingkan," jawab Abimana."Turuti saja permintaannya, Panglima. KIta hanya perlu mendampingi, " ucap WIjaya tenang."Bukan begitu, Raden. Daerah sini belum pernah kita lewati. Hamba khawatir terjadi sesuatu," jelas Arya."Kalau begitu kerahkan sihirmu untuk melihat situasi," titah Abimana.Arya menyetujui usul itu dan turun dati kuda untuk memulai ritualnya. Lelaki itu memiliki mata batin sehingga dapat melihat makhluk halus yang dapat membahayakan. Setelah memejamkan mata beberapa saat akhirnya lelaki itu tersadar dan merasa lega."H

  • Selir Sang Pangeran   Wira

    "Raden, hati-hati! Nanti Raden terjatuh."Kamandanu tergopoh-gopoh mengejar anak laki-laki yang sejak tadi berlari mengelilingi lapangan. Hari ini dia yang mengajak bermain karena istrinya sedang mencuci di kali. Napasnya terengah-engah karena usia yang sudah tidak muda."Kejar aku, Paman! Katanya kau dulu seorang panglima perang. Mengapa kau begitu lemah," canda anak itu sembari menjulurkan lidah.Kamandanu menjadi geram. Lalu dengan kaki yang pincang, lelaki itu ikut berlari. Dia menagkap pinggang anak itu dan bergulingan di rumput. Tawa terdengar dari keduanya, lalu mereka bercanda hingga senja tiba."Ayo, kita pulang. Ibumu pasti mencari," ajak Kamandanu."Aku tidak mau pulang, Paman. Nanti ibu memarahiku karena tidak mau makan nasi," rajuk anak itu."Raden memang harus makan nasi supaya cepat tinggi," bujuk Kamandanu."Memangnya kenapa kalau aku menjadi tinggi?"Anak itu menatap Kamandanu dengan lekat. Dia mema

  • Selir Sang Pangeran   Pewaris

    Sekar menatap burung-burung yang sedang berkicau di dahan pohon. Pikirannya melayang entah ke mana. Sementara pipinya basah dengan air mata yang sejak tadi menetes. Wanita itu membalik badan dan menatap kamar yang sejak satu minggu ini tak boleh dimasuki siapapun, kecuali orang-orang tertentu. Dan dia termasuk salah satunya.Ada Wijaya di sana, dengan kondisi luka bakar pada wajah dan beberapa bagian tubuh yang melepuh karena insiden malam itu. Dia sendiri terkena di bagian tangan dan dada, tetapi tidak parah sehingga tak memerlukan perawatan khusus. Sekar tak boleh merawat suaminya, hanya Prameswari yang diberikan amanat. Hal itu ditetapkan setelah banyak pertimbangan. Salah satunya adalah saat lelaki itu sakit dulu.Selain itu, Wijaya terkena musibah saat bermalam bersama dengan Sekar. Jadi wanita itu dianggap sebagai pembawa sial. Apalagi pelakunya adalah Kamandanu yang hendak membalas dendam. Maka semakin lengkaplah tudingan yang dialamatkan kepadamya.

  • Selir Sang Pangeran   Penyerangan

    Kamandanu menarik tangan Handaru dan membekap mulutnya. Lalu, menyeret anak itu agar menjauh dari keramaian untuk mencari persembunyian. Lelaki itu melepaskan cekalan dan terengah-engah begitu mereka berada di tempat yang aman."Kau membuatku takut, Panglima!"Handaru memegang dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu duduk di tanah dengan kedua lutut ditekuk sembari memyadarkan kepala di salah satu bagian barak. Tangannya memijat kepala yang terasa berdenyut."Aku terpaksa melakukan ini agar kau mengerti. Sejak tadi aku memberikan kode tetapi kau tak paham," sungut Kamandanu."Mereka sedang mengajakku berbicara. Aku tak mungkin pergi," jawab Handaru.Mereka saling terdiam untuk beberapa saat, lalu menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit. Malam ini barak mengadakan pesta setelah dua bulan para prajurit baru menjalani pelatihan intensif. Minggu depan adalah hari pengukuhan dimana Handaru akan resmi diangkat menjad

  • Selir Sang Pangeran   Kecewa

    Kamandanu menatap secarik kain yang dia temukan di hutan. Simbol yang tergambar di sana membuatnya lemas. Itu adalah lambang salah satu perguruan silat yang cukup terkenal dari kota sebelah.Apa yang Adiguna duga sedikit demi sedikit mulai terbukti. Lalu, apakah Raden Wijaya pelakunya, itu belum bisa dipastikan. Butuh petunjuk yang kuat untuk menjatuhkan tuduhan.Adiguna melipat tangan di depan dada dan menatap Wijaya dengan lekat. Entah apa maksud kedatangan adiknya itu, dia masih belum bisa menerka. Sejak tadi mereka hanya berbasa-basi menanyakan kabar dan juga membahas pemerintahan. Padahal dia tahu, bukan itu tujuan utamanya."Kakang, aku baru saja mendapatkan hadiah sebuah pedang baru."Adiguna menatap adiknya dengan curiga. Sejak kecil mereka memang tumbuh dan bermain bersama. Namun ketika beranjak dewasa, ada kepentingan dan ambisi yang ditanamkan oleh para ibu sehingga hubgungan itu menjadi renggang. Wijaya yang awalnya tak terla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status