“Tadi Tanya ke apotik kamu ngeliat nggak?” tanya Celine begitu teringat lagi kejadian tadi.“Oh, ada dia ya? Aku nggak tahu,” jawab Giandra. “Dia beli obat apa memangnya?” “Cytotec.”“Obat apa tuh?”“Bisa buat aborsi.””Apa?” Giandra sontak memandang ke arah Celine. “Jadi maksudnya Tanya mau aborsi?”“Aku nggak bilang gitu lho, Gi. Tadi kamu kan nanya itu buat apa, makanya aku jawab bisa buat aborsi. Tadi Tanya mau beli obat itu tapi nggak pake resep dokter jadinya aku nggak bisa kasih. Tanya bilang itu untuk temennya, tapi tetap aja aku nggak bisa kasih. Kayaknya dia kesel sih,” curhat Celine.“Ada-ada aja. Tapi dia baik banget ya sampai mau beliin untuk temennya.""Makanya itu aku heran."Lalu keduanya sama-sama terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing.Giandra ingat, tempo hari Haris pernah bilang sudah menyiapkan gimmick yang lain untuk mereka. Lebih tepatnya untuk dirinya dan Tanya. Entah settingan model apa lagi yang akan mereka lakoni."Gi, kamu yakin kita ke dokter bareng-b
Beberapa hari berlalu. Brie masih di rumah sakit, Qey sudah diizinkan pulang. Sedangkan Sydney dan Kyle sudah kembali ke Australia.Awalnya Ney tidak mau pergi dan ingin menanti hingga Brie benar-benar sehat dan pulang ke rumah. Akan tetapi Rain mengusir dengan mengatakan bahwa Brie belum tahu kapan sehatnya. Rain akhirnya sampai memberikan uang pada Ney untuk pegangannya beberapa bulan ini hingga Ney kembali mendapat pekerjaan.“Nggak ada gunanya juga lo di sini. Mending lo balik deh, jadi lo bisa ngelanjutin hidup,” kata Rain waktu itu.“Tapi Brie gimana, Bae? Aku nggak akan tenang ninggalin Brie dalam keadaan kayak gini.” Ney bersikeras tidak ingin pergi.“Lo nggak usah pikirin Brie, biar jadi urusan gue. Lagian emangnya lo mau di sini sampai kapan?”Cukup lama Ney terdiam. Banyak yang ada di pikirannya saat itu. Tentang kehidupannya yang tidak mudah serta tentang pekerjaaannya yang telah hilang.“Bae, gimana caranya aku balik?””Gue yang ongkosin lo.”“Terus hidupku gimana? Aku ud
”Ma, Pa, Zee siapa sih?”Ale dan Alana sama-sama terkejut mendengar pertanyaan lugas yang disampaikan Giandra. Nama itu sudah sangat lama tidak mereka dengar. Bahkan keduanya menganggap pemilik nama tersebut tidak ada lagi.”Nanyanya kok gitu? Kamu tahu dari mana tentang itu, Gi?” tanya Alana setelah berhasil meredakan rasa terkejutnya.”Kemarin di rumah sakit Tante Ney yang ngusulin gimana kalau minta bantuan Zee aja,” jawab Giandra memberitahu sesuai dengan apa yng didengarnya. “Emang dia siapa, Ma?”Alana memandang ke arah Ale meminta bantuannya. Alana takut salah-salah bicara dan memberi jawaban.Ale mengumpulkan napas dan membangun kekuatan untuk bicara. Meski bagaimanapun anak-anaknya dan Alana tidak boleh tahu mengenai masa lalu mereka.“Bukan siapa-siapa. Dia saudaranya Sydney.” Ale akhirnya menjawab dengan suara berat.“Aku baru tahu kalau Tante Ney punya saudara, tapi aku kok nggak pernah dengar ya selama ini Om Rain atau Tante Lady cerita tentang dia?” Giandra merasa penasa
Mobil yang membawa Rain serta Chris dan seorang lagi kawannya yang bernama Daniel terus melaju.Kondisi jalan yang mulus dan tidak padat adalah hal yang mereka temui pada awal perjalanan sepanjang New England Highway. Lalu mereka melewati hutan eucalyptus dan pepohonan lain khas Australia, daerah-daerah kecil, peternakan domba dan sapi, hingga perkebunan anggur.Setelah sekitar empat jam perjalanan dari Sydney akhirnya mereka tiba di Tamworth. Tapi perjalanan belum berakhir di sana. Tempat tinggal Ney berada di pedesaan. Sedangkan Tamworth adalalah kotanya.Tamworth menyambut mereka dengan dingin yang menusuk. Pusat keramaian dan jalan di sana sangat sepi. Hanya sedikit kendaraan dan orang yang tampak di sana. Toko-toko pun banyak yang tutup. Di bagian kotanya pohon-pohon peneduh berjejer rapi di trotoar yang terhampar di kedua sisi jalan. Masing-masing tampak nyaris selebar jalanan kendaraan di tengahnya. Walaupun tidak begitu lebar, jalannya terdiri dari dua arah serta terdapat are
(S2) Niat Baik Qey Dan Rencana Mencari Sydney Part 2Rain dan Lady tidak langsung menjawab. Keduanya saling pandang meningkahi keinginan anak mereka.“Ma, Pa, aku bersedia. Kalau sumsum tulangku cocok dan sesuai dengan Kak Brie pake punyaku aja.” Qey menyatakan kesungguhan tekadnya pada kedua orang tuanya. Qey tidak main-main dengan niatnya.Rain dan Lady saling diam, tidak langsung memberi keputusan. Banyak hal yang mereka pikirkan saat ini.“Ayolah, Ma, Pa, katanya waktu Kak Brie udah nggak lama lagi. Katanya Kak Brie hanya bisa selamat dengan transplantasi itu. Jadi apa lagi yang ditunggu?” Qey mendesak menyadarkan Rain dan Lady yang termangu.“Qey, kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?” tanya Rain mengonfirmasi sebelum melakukan tindakan tersebut.”Yakin, Pa, yang penting Kak Brie bisa selamat,” jawab Qey tanpa ragu. Segala rasa sedih dan merasa tersisihkan akibat perhatian orang-orang di sekitarnya yang berlebihan pada Brienna perlahan memudar saat Qey menyaksikan sendiri
“Eh, Qey, tumben ke sini?” Alana terkejut ketika pagi itu Qeyzia datang ke rumahnya. Saat itu Alana baru saja akan berangkat kerja dan langsung turun dari mobil ketika melihat Qeyzia datang.Qey tersenyum tipis. “Aku mau ketemu Gian. Gian-nya ada, Tante?”“Ada tuh di kamarnya masih belum bangun. Bangunin gih. Sekalian kalau mau sarapan langsung sarapan aja ya.”“Iya, Tante.”“Tante tinggal dulu nggak apa-apa kan? Mau ke kantor.”“Nggak apa-apa, Tante.”Qey menunggu sejenak, melepas Alana pergi. Begitu mobil bergerak dan Ale membunyikan klakson sambil meninggalkan halaman barulah Qey masuk ke dalam rumah.Qey langsung gerak cepat menuju kamar Giandra. Iseng memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci. Dengan langkah perlahan Qey masuk ke dalam.Giandra tampak berbaring di atas tempat tidur sambil memeluk guling. Tampak nyenyak dan tidak terusik oleh apa pun.Qey lalu duduk di tepi ranjang. Ia termangu sesaat sambil memindai wajah Giandra inci demi inci. Wajah itu tetap terlihat g