Melihat pasangan keluarga bahagia itu hampir masuk ke mobil mereka, Ale segera keluar dari mobilnya sendiri. Dengan langkah cepat ia menghampiri Giandra. "Giandra!!!"Giandra memutar tubuhnya ke belakang mendengar sebuah suara memanggilnya. Bibir anak itu menerbitkan senyum lebar kala mengetahui siapa sosok pemilik suara yang kini sedang melangkah ke arahnya."Om!!!" Anak itu balas berseru. Hingga saat ini Giandra tidak tahu siapa nama om-om itu. Ia pun lupa bertanya. "Om datang juga?""Om kan udah janji akan datang. Coba sini Om gendong dulu."Ale mengangkat badan kecil anak itu ke dalam gendongannya dan menyium pipinya kanan kiri."Selamat ulang tahun ya, Sayang. Om selalu doain yang terbaik untuk Giandra. Semoga Giandra sehat selalu, jadi anak yang baik dan pintar, juga sayang sama Mama dan Papa. Jangan nakal ya, bikin Mama bangga dan bahagia.""Baik, om," angguk anak itu patuh.Ale tersenyum sedih. Menyesali tidak ikut mengambil peran dalam perkembangan Giandra hingga terbentuk j
"Aku tahu kalau sebenarnya kamu masih cinta sama aku, iya kan, Na?” Suara Ale terdengar lirih di sela-sela kecupannya di leher Alana.Alana masih memejamkan mata. Sentuhan bibir laki-laki yang kini mencumbuinya membuat sekujur tubuh Alana jadi lemah. Sendok yang tadi dipegangnya terlepas dari tangannyan lantas terjatuh tepat ke dalam cangkir. Bertahun-tahun lamanya Alana hidup tanpa belaian laki-laki. Dan hanya ada satu laki-laki yang menyentuhnya sedalam ini. Kini laki-laki yang sama kembali menyentuhnya, membuat Alana lupa segalanya termasuk pada realita bahwa mereka sudah lama berpisah.“Kamu mungkin nggak akan percaya jika selama lima tahun ini aku nggak pernah menyentuh siapa pun. Cuma kamu, Na.”Selagi bibirnya merayapi leher Alana, tangan lelaki itu mulai menelusup masuk ke balik baju perempuan itu. Dari perut, tangan Ale merambat naik lalu berhenti tepat di dada Alana.Desahan tanpa dikomando lolos keluar dari mulut Alana sebagai respon atas belaian lembut di bagian dadanya.
Ale memandang satu per satu orang-orang yang sedang mengelilinginya. Mereka duduk didampingi pasangan masing-masing. Alana dengan Romy, Lady dengan Rain, sedangkan dirinya sendiri di sofa yang berbeda. Ale tidak yakin jika apa yang akan disampaikannya nanti tidak akan membuat Romy tersinggung, tapi ya sudahlah.“Na, hingga detik ini aku masih sayang sama kamu, aku masih cinta sama kamu. Aku mau kita balikan dan menikah ulang, kita mulai semua dari awal. Kita lupakan masa lalu yang buruk, kita songsong masa depan yang jauh lebih baik demi anak kita.”“Lo nggak bisa ngehargai orang ya? Lo ngomong kayak gitu apa nggak mikir kalo Romy bakal kesinggung? Romy ini calon suami Tante gue dan mereka sebentar lagi akan menikah. Apa masih belum jelas?” salak Rain langsung.“Lo sendiri kan yang minta gue ngomong di depan kalian semua? Tadi gue udah kasih tahu bakal ngomongin masalah pribadi tapi lo nggak setuju.” Ale menukasi Rain yang memprotesnya.Rain terdiam. Siapa yang akan mengira jika Ale a
“Jadi apa yang mau lo jelasin? Buruan, waktu gue sama Tante gue nggak banyak. Kita semua udah pada capek karena aksi brutal lo. Masih untung belum gue laporin ke polisi.” Rain mendesak, mempertahankan sikap sangarnya.Sambil menahan perasaannya yang perih menyaksikan kemesraan Alana dan pendampingnya yang baru, Ale mulai menyusun kata-kata untuk bicara.“Na, aku minta maaf atas semua yang terjadi.” Ale memandang tepat pada Alana mengawali percakapan.“Nggak usah banyak basa-basi, langsung ke poinnya aja!” ketus suara Rain.“Sabar, Rain, jangan marah-marah, nanti kamu bisa kena hypertensi, aku belum siap jadi janda,” bisik Lady, tapi tidak membuat Rain tertawa.”Soal kejadian dulu, itu–”“Stop! Jangan diungkit-ungkit lagi.” Alana menghentikan padahal Ale baru saja akan memulai.“Na, meskipun aku terbukti bersalah, tapi hingga detik ini aku nggak pernah ngapa-ngapain sama dia. Dia perkosa aku. Dan aku yakin kalau cairan itu bukan punyaku, Na. Nggak mungkin orang nggak sadar bisa gituan.
Ucapan penuh tekad yang diikrarkan anaknya membuat Irene seketika terdiam. Kasihan. Itu perasaan pertama yang muncul di hatinya. Lima tahun ini Ale hidup tanpa wanita dan bahkan Ale terkesan trauma pada perempuan hanya karena kejadian ‘pemerkosaan’ itu. Tapi siapa yang akan menduga jika ternyata cintanya pada Alana tidak lekang oleh waktu."Mami bukannya nggak setuju, tapi Mami sudah pernah bilang ke kamu kan bagaimana hidup Alana sekarang?"Ale menelan saliva. Meskipun tadi ia juga mendengar tentang kehidupan Alana dari Giandra, dan meskipun ia sempat berpikiran buruk, tapi logikanya terus berusaha menentang. Alana tidak sebejat itu. Buktinya Alana berhasil mendidik Giandra dengan baik. Giandra tumbuh menjadi anak yang berkarakter bagus padahal usianya masih belia."Aku tahu, Mi, tapi kalau aku boleh tanya, Mami tahu dari mana kalau Alana hidup satu apartemen dengan Romy?""Kata orang sih.""Baru kata orang kan, Mi?" tukas Ale seakan mendapat senjata untuk menyangkal isu itu."Kata A
“Mama! Mama ngapain di dalam kamar mandi? Mama baik-baik aja kan?” Suara Giandra yang memanggil bersamaan dengan pintu kamar mandi yang diketuk dari luar mengejutkan Alana, menyentaknya dari lamunan panjang dan mengembalikannya pada realita.Alana mengusap mukanya yang basah oleh air mata. Tidak tahu sudah berapa lama dirinya menangis. Mungkin sudah sejak tadi, sejak pertama masuk ke kamar mandi. Yang Alana tahu sekarang ia harus keluar dari sana.“Mama kenapa lama? Mama sakit perut?” tanya Giandra ketika Alana membuka pintu.”Iya nih, perut Mama sakit.” Alana memegang perut untuk menguatkan pernyataannya.”Memangnya tadi Mama salah makan apa?”“Hmm, apa ya? Mama lupa.” Alana meneruskan langkah menuju kamarnya, sedangkan Giandra berjalan mengikutinya di belakang.”Ma, Mama belum jawab pertanyaan aku.” “Pertanyaan yang mana?” Alana menoleh ke belakang merespon Giandra.“Om ini siapa, Ma?” Giandra menunjukkan lagi foto tadi. Satu di tangan kanan dan satu lagi di tangan kiri.Alana men