Share

Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi
Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi
Penulis: Lusia Sudarti

Bab 1

Penulis: Lusia Sudarti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-16 12:10:25

Bab 1. Ma, adek lapar.

"Ma, adek lapar!" rengek si bungsuku, Nayla.

Hatiku begitu pedih mendengar rengekannya.

Huuffftt.

Kuhela napas yang begitu sesak menghimpit rongga dada.

"Iya, Nak, sebentar ya, mama masak sayur dulu," sahutku lirih.

Dia hanya mengangguk seraya tersenyum ceria, lalu bangkit menuju keluar untuk melanjutkan bermain bersama teman-temannya.

Aku segera beranjak menuju dapur untuk memasak air kuah sayur bening daun katuk yang akan kupetik dari kebun belakang rumah.

Satu ikat daun katuk telah berada ditanganku, kutaruh diatas dahan pohon mangga yang bercabang, aku mencabut rumput-rumput yang telah tumbuh disamping rumah, karena kesibukanku dalam bekerja, rumah pun tak terurus.

Aku memandang berkeliling rumput telah memenuhi kebun belakang, seandainya aku punya uang, aku beli obat semprot untuk membasmi rumput.

Jangankan untuk membeli obat yang harga ratusan ribu, untuk membeli masako yang harganya lima ratus perak aja tak mampu!

Aku hanya mampu menarik napas perlahan, sembari mengusap dada yang terasa nyeri.

Aku berjongkok kembali mencabut rumput-rumput, air mataku meleleh, hatiku benar-benar terluka dengan semua kenyataan yang kuhadapi.

'Ya Allah ...' Hanya itu yang mampu keluar dari bibirku, sesekali aku menyeka air bening yang terus mengalir dari kedua netraku.

Wajahku yang mungkin terlihat sayu.

Saat seperti ini yang membuatku teringat akan ibundaku yang telah tiada, ketika Nayla berusia delapan bulan, ibundaku menghembuskan napas terakhir, karena menderita penyakit stroke selama empat tahun.

'Bu, Suci kangen,' Aku tersedu-sedu seorang diri. Namun jemari lentik ini tetap bekerja mencabut rumput hingga bersih.

Bapak yang kini bekerja di rumah saudaranya di Lampung Barat, beliau membantu pamanku memetik kopi.

Aku sebatang kara, hanya memiliki suami dan ketiga buah hatiku.

Astagfirullah! Aku tersentak kaget, dan segera tersadar dari lamunanku.

Dengan tergesa aku masuk mengambil mangkuk dan memetik tangkai katu dari batangnya.

Setelah mencucinya, air untuk memasak sayur ternyata telah mendidih dan tersisa separuhnya, aku tertegun, ternyata aku begitu lama ya berada di belakang rumah mencabut rumput.

Namun, saat aku mencari bumbu-bumbu penyedap masakan, semua telah habis. Lalu aku meraih toples tempat gula putih, nahasnya itupun habis.

'Ya Allah, bagaimana ini? Semua habis, uang pun habis,' Aku membatin, tak urung meleleh air mataku tanpa bisa dibendung lagi.

Kuambil ponsel diatas meja, aku mencoba untuk mencari pinjaman, biarlah meskipun berbunga yang penting anak-anak bisa makan untuk dua hari ke depan, sambil menunggu bayaran dari pekerjaan kami.

Tetapi aku masih menimbang dan berpikir, dapat atau tidak untuk bayarnya?

Aku ragu untuk menghubungi orang yang biasa memberikan pinjaman berbunga. Antara pinjam atau tidak.

Kutaruh kembali benda pipih itu, aku takut nanti tak sanggup membayarnya.

Untuk sekian lamanya aku hanya termenung, dengan hati pedih seolah tersayat sembilu, aku berpikir keras.

Dari mana bisa mendapatkan uang untuk sekedar membeli beras untuk makan anak-anakku.

"Ma, Adek lapel," tiba-tiba Nayla telah berdiri di belakangku, seketika aku menoleh kepadanya, melihat wajahnya yang murung, tak urung membuatku semakin hancur.

"Sabar ya sayang, belum mateng airnya," dalihku sembari memeluknya.

"Ya udah, Adek main lagi ya Ma!" ujarnya sambil berdiri dan melangkah keluar dengan kaki diseret.

'Ohhh, Ya Allah, cobaan apa yang Engkau tetapkan kepada kami ini' Aku kembali berjalan ke arah dapur, dengan air mata yang terus membanjiri pipiku.

Tubuhku tiba-tiba luruh, lututku tak mampu menopang beban tubuh yang seolah begitu berat.

Daya pikir pun seolah buntu dan tak berfungsi. Yang ada dalam hatiku hanya ada duka.

Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku tentang pinjaman berbunga.

Biarlah urusan bayar nanti dapat dari mana, yang terpenting saat ini anakku tak kelaparan.

Kemudian tanpa berpikir dua kali aku bangkit dan berlari mencari benda pipih berwarna hitam untuk mencari pinjaman.

Setelah menemukannya, aku melangkah menuju teras.

Kubuka aplikasi berwarna hijau dan mencari kontak yang biasa memberikan sejumlah pinjaman berbunga.

[Tan, maaf aku mau pinjam uang 100.000.] Aku segera mengirim pesan.

Ting!

Suara terkirim dan langsung centang biru. Kebetulan tante Loly sedang online.

[Aduh Mbak, maaf, bukan nggak boleh nih, tapi kebetulan sedang kosong, mungkin lusa Mbak adanya.] balasan tante Loly

[Oh iya ,Tan nggak apa-apa kalo belum ada.]

[Ya maaf ya Mbak.]

"Gimana ini?" Aku kembali membatin.

Lalu kucoba mencari kontak orang yang masih ada sisa bayaran kami.

[Assalamualaikum, Mbak, maaf saya mau minta sisa bayaran kemarin.]

Kulihat status online, sedang mengetik.

[Sabar Mbak aku belum dapat uang. Kalo sudah ada pasti aku bayar kok, gak harus di tagih terus, bosen tau bacanya!] balasan pesan itu sangat menyakitkan.

Aku menghela napas panjang saat membaca balasan tersebut. Aku hanya mengusap dada yang terasa nyeri. Menagih upah atas tenaga yang telah diberikan, tetapi rasanya seperti mengemis.

[Ini juga sudah sabar Mbak, janji diawal akan Mbak sama Mas-nya bayar kalau sudah terjual akan dibayar lunas]

[Tapi mengapa sampai sekarang belum ada tanggapan sama sekali, bahkan datang ke rumah saya pun tidak!] ku kirim kembali balasanku.

[Mbak, saya juga belum punya uang, mobil kemarin belum lunas, masih di DP sama yang beli, untuk bayar sampean. Dan saya pun berhutang lho Mbak, untuk bayar Mbak kemarin, jadi tolong deh sabar dikit!]

[Nanti pasti saya bayar kok, jangan takut!] pesannya lagi.

Pesan itu hanya aku lihat, tanpa berniat membalasnya.

Aku termenung sembari berdiri diambang pintu. Anganku jauh menerawang, hingga terbersit pemikiran dangkal yang sempat melintas di pikiranku.

Ingin rasanya aku mengakhiri semua ini, membawa serta anak dan suamiku untuk menyusul ibuku yang telah tenang di alam sana.

Tiba-tiba di telingaku terngiang suara halus almarhum ibu dan mertuaku, agar aku bersabar menghadapi semua ujian dan cobaan ini.

'Astagfirrullah, apa yang aku pikirkan ini? Ampuni hamba-Mu ini Ya Allah," lirihku dalam hati ketika aku hampir terbujuk rayuan syetan.

'Astagfirullah! Astaghfirullah!' Berulang kali aku terlihat mengucap istighfar dan mengusap wajahku.

'Berilah sedikit rezeki-mu  Ya Allah,' Aku berdoa selalu dalam hati agar dimudahkan segala urusan dan diberikan rezeki untuk keluarganya.

Lamunanku buyar ketika Nayla mengagetkanku.

"Ma, adek lapar sudah belum masaknya?" Kembali anakku memelas hingga hati ini terasa bagaikan ditikam pisau yang sangat tajam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 60

    60. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Tahun Penuh Kebahagiaan Penulis: Lusia Sudarti Part 60 (part terakhir) "Terima kasih untuk cintamu, untuk Papa Sayang!" Suamiku mengecup pucuk kepalaku, nampak sekali Suamiku begitu bahagia dari caranya menatapku ..."Terimakasih juga atas cinta yang Papa berikan buat Mama Pa! Mama begitu bahagia bisa menjadi bagian dari hidup Papa." "Tetaplah disamping Papa Ma ..." "Sudah larut, tidurlah Pa, sini Mama usap kepala Papa," aku menepuk kedua pahaku, memintanya untuk merebahkan kepalanya di pangkuanku. 'Malam belum terlalu larut saat aku bermimpi, hingga Suamiku membangunkan aku, kini ia terlelap begitu damai dalam pangkuanku! Tuhan ... aku bersyukur atas jodoh yang Engkau tetapkan untukku, yang menemani hidupku di dunia ini, amiinn ..." 🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku memang tidak cantik, tetapi tidak pula jelek, wajahku manis semanis madu. Wkwkwk. Tahun ini adalah tahun penuh kebahagiaan buat keluarga kami.Selama memasuki bulan diawal tahun ini, hid

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 59

    59. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Bermimpi Penulis : Lusia Sudarti Part 59Tak berapa lama, dari jauh terlihat sorot lampu yang menyinari area lokasi dan menerangi mobil dimana aku seorang diri di dalamnya. Sebetulnya di belakang mobil, masih banyak mobil yang antri seperti kami."Ma ..." Tok! Tok! Tok! Aku segera membuka pintu mobil, Suamiku tersenyum manis kepadaku yang duduk dijok stir. "Enggak ada apa-apa kan Ma ...?" tanya-nya sembari naik kedalam mobil. "Iya Pa, tapi tetap aja takut hehehe!" aku terkekeh sembari beralih tempat duduk. "Enggak akan ada yang menggigit, paling juga ada yang mau menculik!" Seloroh Suamiku sambil membuka plastik dan mengeluarkan dua bungkus nasi. "Ini Ma nasinya!" ia menyerahkan satu bungkus nasi dan aku meraihnya.Aku rasanya tak sabar untuk menyantap nasi yang aromanya begitu menggoda indera penciuman. Setelah mencuci tangan dan membaca doa makan, aku dan Suamiku segera menyantap makanan kami dengan lahap. "Alhamdulilah Ya Alla

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 58

    58. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Berangkat Kerja Penulis : Lusia Sudarti Part 58"Terus gimana dengan sekolah Ma?" tanya Rani memecah keheningan "Untuk sementara Mama mau cari tukang ojeg," ucapku kemudian. Mereka semua terdiam mendengar ucapanku.Aku merenungi kehidupanku sekarang! Entahlah semoga ini awal yang baik untuk kami. Doa dan harapan yang tak pernah bosan dan putus kupanjatkan. "Ma, sudah sampai nih!" ujar Suamiku sambil menyentuh punggung tanganku. Aku tergagap karena terkejut, ternyata aku melamun, ia tersenyum melihatku yang terlonjak."Makanya gak usah melamun Ma!" canda Rani, ia bersiap turun dari mobil dan menurunkan semua alat-alat perlengkapan yang kami bawa. "Ayo turun Adek ...!" aku segera menuruni tangga mobil dan meraih Nayla untuk kugendong. Kami disambut hangat oleh keluargaku. Tarmi dan Anaknya, Tarmi seorang janda, Suaminya meninggal dunia tiga tahun lalu, karena menderita stroke.Mereka membantu membawa barang-barang yang kami bawa. "Dek

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 57

    57. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Penulis : Lusia Sudarti Part 57Aduh Mbak, kami belum punya, tetapi jika mau lima ratus dahulu ada nih," ia merogoh uang di saku celananya.Kemudian diberikannya kepadaku. Aku menerima uang dari tangan Bosku itu tanpa semangat! Tetapi aku masih menunjukkan sikap menghargai kepada mereka. Malam ini terasa begitu dingin, kebetulan aku lupa memakai switer, jadi angin malam seolah menusuk kulit hingga tembus tulang sum-sum. "Ayo pulangn Pa." Aku dan Suamiku lemas seketika! Kami sedikit kecewa, bukan sedikit sih ... janji mereka mau melunasi hari ini. Tapi sayangnya mereka masih mengingkarinya. Sedangkan aku dan Suamiku mempunyai janji untuk membayar dulu bunga pinjaman pan4s!Tapi apa boleh buat, yang ada dulu dibayarin, sisanya nanti kalo udah dapat lagi. "Gimana ini Pa, masa iya cuma segini! Kan bingung mau kasih taunya gimana! Sedangkan semua telah menjadi dua juta!" ucapku sedikit kecewa. "Mau gimana lagi Ma, kirim dulu yang ada!" ja

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 56

    56. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Pergantian Tahun Penulis : Lusia Sudarti Part 56"Heii, Mama gak apa-apa kok, udah jangan menangis, kita berdoa aja semoga kita dapat rizqi untuk membayar semuanya," aku memeluk mereka semua.Tak kupungkiri hatikupun sakit tiada terkira.Tetapi aku harus tegar demi mereka. "Mbak mau ngaji gak?" tanyaku seraya melerai pelukan. "Iya Ma ngaji," jawabnya. "Ya udah makan dulu lalu bersiap-siaplah," titahku kepada mereka berdua.Mereka pun mengangguk dan beranjak masuk. Aku menarik nafas dengan berat dan kuhempaskan perlahan.Aku membuka ponselku kembali dan menonton youtube bersama Nayla.Melihat tingkah lucu si kucing dalam video.Nayla tertawa terbahak-bahak hingga mengundang rasa penasaran kedua Kakaknya yang sedang beres-beres sebelum berangkat ngaji. "Hahaha, lihat Ma lucu sekali kucingnya, bisa beldili juga ngomong," teriak Nayla kembali, akupun tertawa melihatnya. "Mana Dek ...!" ujar Rani juga Indra berlari menuju kearahku dan Nay

  • Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi   Bab 55

    55. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nas Selalu Sakit Hati Penulis : Lusia Sudarti Part 55 Tring! Aku terkejut mendengar suara nyaring dari ponselku. "Tolong antarkan sekarang ..." Aku hanya mengusap dada membaca pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Mbak, saya belum gajihan, ada uang baru dapat sisa bayaran dari Kak Andi, tetapi gak cukup untuk bayar bunganya, di rumah saya beras pun gak ada, jadi untuk beli beras dan bahan-bahan masak yang lain karena sudah habis semua," segera aku mengirimkan balasan. Pesan balasanku pun telah dibaca dan dilayar ia sedang mengetik.Tring!"Tapi ini sudah berjalan tiga minggu, jadi gimana? Sedang perjanjian kemarin dua minggu bunganya lima ratus ribu jika meminjam satu juta ..." Aku membaca pesan itu dengan hati gundah gulana, bingung, sedih sekali pastinya.'Entah kenapa tak ada sedikitpun iba pada kami yang sedang betul-betul kesusahan.Untuk makan pun sulit," gumamku dalam hati. Sementara itu dalam kegelisahan aku melangkah masuk kedalam ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status