Share

14. Pagar Makan Tanaman

Author: Arthamara
last update Huling Na-update: 2025-08-02 09:17:44
Suara klakson bergemuruh. Padahal, lampu hijau baru saja nyala.

“Buruan woi…kalau mau ngobrol kenapa gak di rumah saja ?” Ucap salah seorang pengendara di belakang.

Doni dan Anton yang awalnya bersendau gurau langsung menghentikan tawa. Doni menepuk Anton yang memegang stir. Memberi tanda agar segera jalan.

“Iya sabar dulu dah, apaan sih. Lampu juga baru hijau kali.” Sergah Anton.

Tin..tin..tin

Suara klakson dari belakang mereka kembali berdenyit. Anton langsung menarik gas di tangan kanan. Karena terburu-buru dan risih akan suara klakson yang memekakan telinga, sepeda motor yang mereka kendarai malah atraksi. Roda depannya terangkat, standing stang lalu terjatuh di tengah jalan. “Duh lupa, koplingnya kebesaran.”

Anton memang mengendarai sepeda motor tipe kopling. Dimana biasanya dia memakai sepeda motor bergigi rotari biasa. Akibatnya, Doni yang memegangi beberapa kardus dan kipas angin langsung terjatuh seketika.

Bruuuk

Mereka terjatuh di tengah perempatan jalan dengan as
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 140. Rasa Bersalah

    Dengan balutan jaket dan helm, di atas motornya meluncur kencang menembus jalanan kota, rintik rintik air hujan membuat pandangannya buram. Napasnya tersengal, bukan karena kelelahan—tapi karena pikiran yang seperti dikejar ribuan setan.Nadia pingsan. Pendarahan. Mencari dia sebelum jatuh.Sebuah rasa bersalah meremas dadanya. “Kenapa harus sekarang… kenapa semua harus malam ini?” gumamnya lirih, suara pecah oleh ketakutan yang tak mau ia akui.Ia menambah gas.Motor bergetar. Jalanan terlihat memanjang tanpa ujung. Pikiran Doni kacau balau, tidak bisa fokus. Nadia… ancaman… Bagas… Mira… Semuanya menumpuk seperti badai yang menggulung otaknya.“Fokus, Don. Fokus!” ia berteriak di balik helm.Namun otaknya tidak mau patuh.Tiba-tiba—Dari sisi kanan, seorang anak kecil berlari menyeberang jalan sambil memeluk boneka.Doni terlalu cepat.Terlalu dekat.Terlalu terlambat.“ANJ—!!”Ia rem sekuat tenaga—CITTTTTTTTTTTTT!Ban motornya berteriak melawan aspal. Motor oleng. Seluruh tubuh Don

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 139. Siapa Pelakunya?

    Di luar kini, udara malam terasa menusuk. Doni bersandar di tembok, memegang pipinya yang juga nyeri. Rokok masih membara di asbak. Suara notifikasi ponselnya berbunyi terus-menerus. Dengan malas ia membuka. Dan dadanya langsung jatuh. Ada video pertengkaran mereka — baru saja, beberapa menit lalu — sudah masuk ke grup kampus. Grup yang sama tempat foto Mira tersebar. Komentar-komentar muncul satu per satu, sebagian menertawakan, sebagian mengejek, sebagian membuat lelucon dari perkelahian itu. Doni memejamkan mata, frustrasi. “Apa-apaan ini…” gumamnya lirih. Ia menatap video itu lagi. Para mahasiswa seperti mendapatkan “bahan hiburan” baru. Bahkan ada yang membuat meme dari pukulan pertama. Doni mengusap wajahnya. “Kalau ini jadi lelucon lagi… berarti memang ada yang mengamati aku dan Mira dari awal….” Doni mengambil rokok yang ada di asbak, menghisap panjang lalu menonton video itu lagi. “Anton… bukan kamu,” gumamnya, “pelakunya bukan kamu, Ton. “ Doni menatap kegelapan

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 138. Anton Lagi?

    Doni sudah di atas sepeda motor, bersiap melanjutkan pulang. Pertemuan dengan Mira seakan menambah masalah baru. Padahal, untuk bisa ke target seminar hasil hanya tinggal selangkah lagi. Ponselnya tetiba bergetar, Doni mengeluarkan benda pipih dengan layar sentuh sensitif tersebut. Ia menatap layar ponselnya yang masih menampilkan pesan terakhir dari Mira. Singkat, namun berat: “Aku ditegur dekanat… kita jauhi dulu sementara. Aku butuh waktu dan jarak. .” Kata-kata itu seperti batu besar yang menghantam dadanya. Ada rasa sesak yang sulit diusir, terlebih saat ia membayangkan wajah Mira yang biasanya ceria kini mungkin tertunduk penuh tekanan. Sejak kabar kedekatan mereka tersebar ke seluruh grup kampus beserta foto-foto yang diambil diam-diam, Mira terpaksa menahan malu sekaligus ketakutan akan dampak karier akademiknya. Sesuatu yang sudah jadi cita-cita Mira sejak lama. Doni menggenggam ponsel itu erat-erat, rahangnya mengeras. Seseorang sudah melampaui batas. Doni m

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 137. Usaha Serius Doni

    Doni melihat semua berbeda. Bukan Mira yang ia kenal kemarin, bukan Mira yang cerewet kuat dan suka menggoda sambil pura-pura marah setiap kali Doni lupa minum air atau sekadar bercandaan kecil. Bukan pula Mira yang selalu ceria dan yakin semua baik-baik saja. Ini Mira yang berbeda. Perlahan Doni mendekat. “Mir… boleh duduk?” Mira tidak menjawab. Hanya mengangguk pelan tanpa menoleh. Doni duduk di sampingnya, menjaga jarak beberapa sentimeter. “Tadi kamu bilang jangan sering ketemu dulu. Kenapa?” Mira menghela napas. “Doni… kamu tahu sendiri. Sekarang semua orang ngomongin kita. Bahkan bagian fakultas aja sudah manggil aku.” “Tapi itu bukan salah kamu,” Doni menahan suara, berusaha tetap tenang. “Memangnya kenapa sih kalau aku dekat sama kamu? Lagian…” ia berhenti sebentar, memberanikan diri melanjutkan, “…kita juga udah mau lamaran juga kan?” Mira langsung menegang. Ia menatap Doni, tapi bukan dengan pancaran hangat yang biasa. Tatapannya kini seperti orang yang menahan sesu

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 136. Usaha Doni

    Doni masih berusaha menyelesaikan urusan kampus. Sebuah target besar apabila bisa beres sampai sidang ujian akhir dan wisuda, target kecil minimal selesai seminar hasil karena itu tahapan awal mendaftar ujian akhir. Hanya sejak malam di café itu, suasana kampus berubah seperti udara dingin yang tiba-tiba menempel di tengkuk. Bagaimanapun menyelesaikan urusan kampus adalah prioritas. Maka, mau tidak mau harus melawan ketidaknyamanannya. Doni masuk ke koridor fakultas keesokan menjelang siangnya dengan kepala masih berat—bukan karena begadang menyelesaikan data, tetapi karena pikirannya penuh kekacauan. Ada rasa yang mengganjal di hati. Tentu pada Mira. “Hemh.. Ada yang kurang. “ Gumam Doni lalu mengambil ponsel dari saku. Ia mengirim satu pesan singkat pada Mira sebelum masuk ke ruang Dosen: Doni: [ Mir, maaf soal semalam. Kalau kamu capek sama masalahku,

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 135. Pilihan Doni

    Sylvi mengetukkan pena hitam ke meja, kepalanya mengangguk. “Don, jadi kamu memilih menyelesaikan kuliahmu daripada menemaniku, ke Bali?” Tanya Sylvi dengan tatapan tajam ke arah Doni. Doni menatap tajam ke Sylvi, lalu tersenyum sebentar. “Karena disana kehadiranku tidak terlalu berdampak. Lagi pula, kalau aku bisa segera lulus juga akan lebih fokus ke pekerjaan dan aku bisa berkontribusi nyata. Aku bisa membuktikan kalau aku memang pantas di perusahaan ini, pantas di posisi ini.” Sylvi mengerlingkan mata, “Apa ada masalah dengan staff lain? ada anak-anak yang mengganggu kenyamananmu?” Doni terdiam sesaat. Menjawab apa adanya akan menimbulkan kesusahan untuk orang lain. Dia kenal Sylvi, selalu berprinsip mudah mencari orang baru. “Aku ingin membuktikan pada diriku sendiri juga padamu.” “Kamu bilang saja kalau ada yang membuatmu tidak nyaman!” Pungkas Sylvi di ruangan tersebut yang membuat Doni merasa jawaban tadi sudah tepat. Doni melirik ke arah jari manis Sylvi, jari itu pol

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status