Share

Bab 80. Tangisan Kedua

Author: Arthamara
last update Last Updated: 2025-10-25 15:46:33

Doni yang mendengar dari luar langsung memegang bahunya, menuntunnya keluar ruangan.

“Nad, tenang dulu. Tenang…”

Nadia menatap Doni dengan mata yang penuh air.

“Doni... aku nggak siap kehilangan dia...”

Doni memeluk Nadia dengan pelan, menahan suaranya agar tidak pecah.

“Kamu nggak akan kehilangan dia, Nad. Ikhsan masih berjuang. Kadang... orang yang hampir kehilangan nyawa itu justru yang paling keras bertahan.”

Nadia menatap Doni, air matanya masih mengalir.

“Kenapa Tuhan uji kami seperti ini?”

Doni menghela napas, menatap langit-langit rumah sakit.

“Mungkin... karena Tuhan tahu kalian cukup kuat untuk saling menggenggam di tengah api.”

Hening. Hanya suara hujan di luar jendela yang perlahan turun lagi — seolah langit ikut meneteskan air mata untuk cinta yang tengah berjuang antara hidup dan mati.

Beberapa jam setelah keluar dari rumah sakit, Doni masih belum tenang. Suara alat medis, tangisan Nadia, dan wajah pucat Ikhsan terus berputar di pikirannya. Ia menatap Nadia yang tertidur
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 83. Mata Panda

    Hujan berhenti menjelang fajar, tapi langit tetap kelabu. Aroma tanah basah bercampur bau obat-obatan di koridor rumah sakit. Di dalam ruang ICU, mesin monitor berhenti berdetak beberapa detik, lalu berbunyi datar. Mata sembab Nadia sangat kentara karena dia memang terjaga hampir semalaman. Namun, doa dan harapan untuk kesembuhan suaminya lebih terasa menggelora untuk dia dapatkan dengan mengalahkan rasa kantuk dan lelah tersebut. Doni yang kebetulan ikut bersama Nadia menyaksikan betapa besarnya harapan Nadia. “Nad…istirahat dulu.” Ucap Doni pelan. Meski dia tahu jawaban apa yang akan keluar dari Nadia. Benar, Nadia hanya menggeleng. Netranya fokus ke tubuh Ikhsan yang lemas di atas ranjang. Beeeep... “Dokter! Tolong!” jerit Nadia, suaranya parau. Dua perawat dan dokter berlari masuk. Doni berdiri kaku di luar kaca, napasnya tercekat. Lampu merah menyala di atas pintu. Ia menatap tanpa berputar seperti dunia berhenti berputar. Di dalam, dokter berusaha melakukan resusitasi. Sa

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 82.Janji Malam Minggu

    Doni merasa hari-hari ini lebih berat. Permohonan pengambilan datanya ditolak oleh perusahaan kedua. Padahal, dia harus mendapatkan data dari minimal 3 sumber perusahaan berbeda. Sejak pagi dia sudah ke kampus. Konsultasi dengan dosen pembimbing, lalu mencoba menghubungi perusahaan rekanan kampus. Dan mengurus surat permohonan perizinan lagi di tata usaha. “Mas Doni, emang kemarin ditolak? “ Tanya Mira. Perempuan itu mengenakan jilbab berwarna hitam tipis dengan pakaian yang longgar. Sangat sopan untuk petugas formal di kampus. Berbeda dengan pakaian yang dikenakan saat keluar dengan Doni beberapa hari lalu. “Iya nih Mir, ditolak lagi. Aku harus memulai dari awal ini. Bantuin ya? “ Jawab Doni sambil mengangkat alis. “Oke saja. Tapi tidak ada yang gratis ya. Harus bayar. “ Ucap Mira, tidak kalah menggoda Doni. Seakan mereka berdua saling memanfaatkan situasi. “Apa memang bayarnya coba? “ Mira memberi kode ke Doni untuk mendekat. “Jalan-jalan ke bukit paralayang nanti

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 81. Ujung Lorong

    Rumah sakit malam itu terasa seperti dunia yang berhenti berputar. Hanya bunyi tetesan infus dan langkah kaki perawat yang bergema di koridor panjang. Doni duduk di kursi tunggu ruang ICU, bahunya bersandar ke dinding. Di sebelahnya, Nadia menatap kosong ke lantai, wajahnya pucat dan lelah.Doni melirik jam tangan. Sudah lewat pukul sepuluh malam. Mereka belum makan sejak siang.“Nad,” katanya pelan, “kamu lapar, nggak? Aku beliin bubur, ya?”Nadia menggeleng. “Aku nggak bisa makan. Rasanya kayak ada batu di dada.”Doni menghela napas. “Kamu butuh tenaga, Nad. Kalau kamu tumbang, siapa yang jagain bayi kalian nanti?”Nadia menunduk, menatap perutnya yang datar. “Aku bahkan belum sempat kasih tahu Ikhsan kalau aku hamil… Don. Aku telat sadar. Aku sibuk marah, sibuk merasa paling benar.” Suaranya pecah. “Sekarang dia di dalam sana, berjuang sendiri.”Doni menatapnya lama. “Nad, kamu nggak salah. Siapa pun bisa marah. Nggak ada yang tahu kejadian kayak gini bakal datang.”“Tapi aku sempa

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 80. Tangisan Kedua

    Doni yang mendengar dari luar langsung memegang bahunya, menuntunnya keluar ruangan.“Nad, tenang dulu. Tenang…”Nadia menatap Doni dengan mata yang penuh air.“Doni... aku nggak siap kehilangan dia...”Doni memeluk Nadia dengan pelan, menahan suaranya agar tidak pecah.“Kamu nggak akan kehilangan dia, Nad. Ikhsan masih berjuang. Kadang... orang yang hampir kehilangan nyawa itu justru yang paling keras bertahan.”Nadia menatap Doni, air matanya masih mengalir.“Kenapa Tuhan uji kami seperti ini?”Doni menghela napas, menatap langit-langit rumah sakit.“Mungkin... karena Tuhan tahu kalian cukup kuat untuk saling menggenggam di tengah api.”Hening. Hanya suara hujan di luar jendela yang perlahan turun lagi — seolah langit ikut meneteskan air mata untuk cinta yang tengah berjuang antara hidup dan mati.Beberapa jam setelah keluar dari rumah sakit, Doni masih belum tenang. Suara alat medis, tangisan Nadia, dan wajah pucat Ikhsan terus berputar di pikirannya. Ia menatap Nadia yang tertidur

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 79. Menjadi Orang Lain

    Seperti layaknya pekerja pada umumnya, Doni pagi buta segera mengirim pesan untuk memperoleh izin tidak masuk kerja pada Sylvi. Dia mengirim pesan yang formal pada atasan sekaligus orang yang menaruh perasaan lebih padanya. [Oke, aku gak kemana-mana minggu ini. Semua aku handle dari apartemen. Lagi malas keluar. Mau kemana kamu kok izin? “] Begitu bunyi jawaban dari pesan Sylvi. Doni segera membalas. [Ambil data penelitian di perusahaan kedua. Kemarin aku sudah memasukan berkas. Terima kasih atas izinnya. ] [Kamu gak mau ambil data di perusahaan kita saja? Data apa sih yang mau kamu ambil? ] Tawaran dari pesan Sylvi sepertinya mengasyikkan. Namun, Doni tidak memiliki rencana untuk itu. Dia memilih untuk mengambil data di perusahaan lain saja. Agar, datanya lebih netral dan valid. [Aku ambil data di perusahaan lain. Semoga berhasil dan bisa segera lulus. Biar bisa melamar kamu. ] Beberapa detik kemudian… Sylvi membalas. [AKU GAK MAU NIKAH! ] Doni hanya tertawa membaca ba

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   Bab 78. Ketukan Sebelah

    Tok..tok..toksuara pintu diketuk menggerakan kepala Doni untuk menggeser tulang punggungnya menjauhi kursi. Dia melirik mesin berpenggerak sederhana, yang menempel di dinding diatas lemari bajunya.[Pukul 19.35]“Iya…silakan masuk?” Sapa Doni, seraya membuka pintu.Di depannya tampak perempuan dengan daster dan tubuh yang lebih berisi. Baik bagian belakang maupun depan.“Maa….mas Doni..” sapa perempuan itu. Rambutnya memanjang sampai pinggang.“Mbak Nadia? Ada apa mbak? “ Tanya Doni.Tampak Nadia seperti dilanda kebingungan. Terlihat dari cara perempuan itu menatap juga gerakan tangannya yang menggulung ujung dasternya. “Mas… mas Ikhsan… “ Suara Nadia tercekat, nyaris tak terdengar. “Iya mbak? Kenapa Mas Ikhsan? ““Dia tidak ada kabar mas. ““Mbak tenang dulu. Mungkin mas Ikhsan lagi ngurusin tugas mbak. Damkar kan lagi bagus memang di mata masyarakat akhir-akhir ini. “Nadia mendongakan kepala sejenak, menatap Doni yang masih berusaha menenangkannya. Tiba-tiba Nadia malah menangi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status