1 minggu sebelum penculikan Nana.
Selain gedung rektorat, tempat lain di kampus yang sangat sejuk adalah di danau. Danau kampus membentang luas dan rindang dengan pepohonan di sekelilingnya. Meskipun rindang, suasana di sana tidak terlalu angker. Justru banyak mahasiswa yang memanfaatkan danau untuk tempat mengerjakan tugas kelompok ataupun makan kalau mereka membawa bekal. Daripada makan di kantin dengan bekal bawaan dari kos, lebih etis kalau mereka makan di pinggir danau.
Namun bukan untuk makan tujuan Danang ke danau kali ini. Dia menunggu seseorang yang saat ini mungkin masih mengemasi barangnya di kelas.
Jika kalian tahu betul siapa Danang, tak lain tak bukan yang dia tunggu adalah Nana. Hal itu pasti karena Danang hanya dekat dengan Nana. Bukan berarti Danang tak punya teman, dia punya, hanya saja kebanyakan dari mereka takut bergaul karena efek dari tekanan yang diberikan oleh Sendanu. Kalau mereka bergaul dengan Danang dan Sendanu menge
Dua minggu sebelum penculikan Nana. Siapa yang tak mengenal sosok Rama? Beliau disegani di bidang bisnis properti. Semua orang yang bergelut di bidang itu sepertinya tahu sehebat apa pengaruh beliau dan perusahaannya di dalam dunia kerja. Rumor mengatakan tak hanya memiliki perusahaan yang sukses, tetapi istri yang suportif dan juga anak yang sangat bisa dibanggakan. Rumor itu tersebar setelah sosok yang akrab dipanggil sebagai Pak Rama tersebut membawa serta anak sulungnya ke dalam pertemuan perusahaan. Kabarnya juga, beliau memiliki dua orang anak, akan tetapi satu lagi telah tiada. Oleh karena itu hanya satu yang diperkenalkan ke publik. Selain memiliki keluarga yang harmonis, Pak Rama juga dikenal sebagai sosok yang dermawan. Dia menjadi donatur di salah satu panti bernama ‘Cahaya Kasih’ sejak beberapa tahun lalu, tepatnya sejak anaknya lahir. Hal itu dikabarkan karena beliau ingi
Dua minggu setelah menjauh dari Manda Terhitung sudah dua minggu Sendanu membawa Riris dan Sekar ke apartemen. Namun hingga saat ini Nana belum bertemu dengan mereka. Setelah Sendanu mengajak Nana ke pertemuan makan malam dengan keluarga Manda, Nana belum mendengar kabar mama dan adik Sendanu. Sejujurnya Nana sangat senang ketika Sendanu bisa mengamankan mama dan adiknya ke tempat yang lebih aman daripada di rumah. Setidaknya dengan begitu mereka bisa menjalani hari dengan nyaman dan Mahesa tidak memiliki alat untuk mengancam Sendanu. Ini sudah ke-10 kalinya Nana menerima ajakan dari Sendanu untuk mengunjungi apartemen tempat Sendanu tinggal. Tapi Nana selalu memiliki alasan untuk menolak. Sebenarnya Nana takut jika dia tidak memenuhi ekspektasi mama ataupun adik Sendanu. Nana terlalu takut jika mereka melihat kekurangan Nana sebagai hal yang akan merugikan mereka. Namun kali ini Sendanu mencoba lagi untuk mengajak Nana bertemu dengan mama dan adiknya. “Katanya mau lihat nyokap
Bunyi kardiograf terdengar nyaring. Pun garis lurus di layar pencatat denyut jantung itu terlihat sangat memilukan. Semuanya di luar kendali dokter dan suster.Tangisan dan jeritan terdengar dari luar ruang ICU.Begitu dokter keluar, seseorang langsung menerobos masuk. Dia memeluk seseorang yang terbaring di brankar yang sekarang tanpa segala alat penopang hidup itu."Dar, Dara! Bangun Dar!"Percuma walau Sendanu mencoba membuat Dara bangun, gadis itu sudah tiada."Katanya lo mau pakai gaun itu di hari tunangan kita. Bangun Dar." Sekuat apa pun Sendanu memeluk, Dara sudah pergi jauh."Kenapa lo tetep keluar rumah Dar? Kalau lo mau dengerin kata orang tua lo, ini semua nggak akan terjadi." Rasanya lutut Sendanu melemas. Sendanu berlutut dan masih memegang tangan Dara yang mulai dingin."Gue janji Dar, siapa pun yang bikin lo kayak gini akan gue balas.""Hidup dia nggak akan tenang. Gue janji Dar.”
“Kak Nana yakin mau ambil jahitan sendirian?”“Iya, kamu ke panti aja ya. Bilang sama Bunda kalau Kakak langsung pulang abis ambil jahitan.”“Hati-hati ya Kak,”“Iya Sandra.”Anak kecil yang merupakan salah satu penghuni Panti Cahaya Kasih itu langsung berlari menerobos hujan bermodalkan payung berwarna kuning.Awan gelap beberapa menit lalu adalah pertanda datangnya hujan yang saat ini membuat Nana terjebak di sebuah toko kelontong.Hanya satu payung yang Nana bawa bersama anak kecil bernama Sandra tadi. Nana tak mungkin membiarkan Sandra basah, jadi ia mengalah dan menunggu hujan reda lalu mengambil jahitan di tempat langganan.Panti baru saja mendapat donasi dari orang berhati lapang di luar sana. Dan bunda berniat membuatkan baju baru untuk anak-anak di panti.Sebenarnya jika disebut anak-anak rasanya usia Nana sudah melampaui itu. Namun ia masih mendapat jatah dari bunda.
Nana sudah sampai di panti beberapa menit yang lalu, Danang yang mengantar. Semua penghuni panti kaget saat Nana datang dengan rok yang kotor. Ada banyak pertanyaan di kepala mereka termasuk bunda. Menunggu anak-anak kembali bermain setelah keterkejutannya, bunda baru menghampiri Nana yang sedang mengeluarkan jahitan. “Na.” Bunda duduk di samping Nana. “Nggak sekali dua kali kamu pulang dengan kondisi kayak gini. Dulu tongkat kamu patah, lengan kamu tergores, sekarang rok kamu kotor. Bunda tau itu bukan ulah kamu sendiri.” Cepat atau lambar Nana tau bunda akan menanyakan ini. Dia sudah mempersiapkan jawaban, semoga saja bunda percaya. “Bunda nggak usah khawatir ya, emang Nana aja yang cer
“Nyanyi aja sama main musik. Kita adain konser kecil-kecilan di taman.”“Ngamen Na?”“Lebih halusnya menggalang dana. Kalau ngamen aja kesannya buat diri sendiri Mon.”“Fix gue ikut. Biar berguna sedikit hidup gue. Masa kuliah pulang terus, pingin kayak lo juga. Bisa bermanfaat buat sesama.”“Akhirnya bertambah anggota teamnya. Nanti kamu bagian perlengkapan ya Mon, angkat-angkat gitar sama kajon.”Wajah Monic berubah sedih. “Tega banget lo Na.”“Becanda kali Mon.”Panas dan terik matahari tak menyurutkan semangat ketiga manusia yang sekarang sedang menggelar konser kecil-kecilan di Taman Suropati yang terletak di Menteng. Nana dan Danang mempertimbangkan taman ini karena cukup dekat dengan kampus.Biasanya banyak seniman juga berkumpul di taman ini. Ada komunitas musik yang setiap kamis membantu Nana dan Danang menggalang dana
Gemercik air di kamar mandi Sendanu menandakan sang pemilik kamar sedang mandi di malam hari yang cukup dingin. Kebiasan Sendanu, mandi tengah malam. Ia bahkan tak memikirkan efek jangka panjangnya.Setelah berkeliling cukup lama dengan sepeda motor dan menghabiskan beberapa minuman, Sendanu akhirnya pulang. Dia cukup kebal untuk tak mendengarkan teguran orang tuanya. Bukan sekali dua kali, tapi setiap hari. Sendanu sering diingatkan kalau ia adalah anak dari seorang dekan di fakultasnya, tetapi bagi Sendanu itu sama sekali tak bekerja. Apa pun yang Sendanu lakukan, itu atas kemauannya sendiri. Tanpa peduli siapa dan mengapa. Sendanu keluar dari kamar mandi dengan rambut basah kuyup. Menguar aroma shampoo arang yang dia gunakan. Rambut hitam sebahu
“Nu, maaf gue nggak bisa bawa Nana ke sini. Danang ngehalangin gue.” “Lo nggak lawan?” “Gue nggak berani, dia sama kayak lo, punya pengaruh kuat.” Sendanu maju dengan cepat dan mencengkeram kerah baju Seno. “Gue dan Danang beda.” Napas Seno terasa sesak karena Sendanu terlalu kuat menarik bajunya. Sampai Seno terbatuk-batuk. “Maaf Nu … gue nggak berani.” Sendanu membanting Seno di lantai dan menginjak perutnya. “Gue paling benci kata maaf dan lo masih berhutang sama gue.&rdqu