“Nyanyi aja sama main musik. Kita adain konser kecil-kecilan di taman.”
“Ngamen Na?”
“Lebih halusnya menggalang dana. Kalau ngamen aja kesannya buat diri sendiri Mon.”
“Fix gue ikut. Biar berguna sedikit hidup gue. Masa kuliah pulang terus, pingin kayak lo juga. Bisa bermanfaat buat sesama.”
“Akhirnya bertambah anggota teamnya. Nanti kamu bagian perlengkapan ya Mon, angkat-angkat gitar sama kajon.”
Wajah Monic berubah sedih. “Tega banget lo Na.”
“Becanda kali Mon.”
Panas dan terik matahari tak menyurutkan semangat ketiga manusia yang sekarang sedang menggelar konser kecil-kecilan di Taman Suropati yang terletak di Menteng. Nana dan Danang mempertimbangkan taman ini karena cukup dekat dengan kampus.
Biasanya banyak seniman juga berkumpul di taman ini. Ada komunitas musik yang setiap kamis membantu Nana dan Danang menggalang dana. Mereka baik sekali dan lumayan dikenal pengunjung.
“Oi Bang!”
“Yoi Nang!” Ketua dari komunitas musik, Kana, menghampiri Danang.
“Gue punya anggota baru nih Bang.” Danang menarik tangan Monic agar gadis itu tak bersembunyi di belakang Nana. “Kenalin Mon, dia Bang Kana, ketua komunitas musik di taman ini.”
Monic tersenyum malu-malu dan menjabat tangan Kana. “Monic.”
“Gue Kana, bisa dipanggil Bang Kana.”
“Bisa ae lo Bang.” Danang tertawa kecil.
“Gimana Na kabarnya?” Kana melongok sedikit ke belakang Danang.
“Sampai saat ini baik Bang. Nih bisa sampai ke sini.” Senyum terbit di wajah Nana.
“Bisa kita mulai sekarang?” tanya Kana.
“Let’s go!” Nana begitu semangat, apalagi ada anggota mereka yang bertambah, yaitu Monic.
Orang-orang mulai berkumpul karena sebentar lagi akan ada pertunjukan musik di panggung kecil-kecilan nan sederhana buatan Senyawa, nama komunitas musik itu.
“Selamat siang menuju sore penghuni bumi. Seperti biasa di hari Kamis yang indah ini izinkan kami Senyawa, membawakan beberapa lagu yang mungkin bisa menghibur kalian semua.”
Semua orang suka dengan cara Kana membuka pertunjukan Senyawa. Gaya khasnya membuat banyak penonton datang lagi dan lagi.
Setelah meletakkan kotak kecil bekas kaleng biskuit di depan panggung kecil mereka, Kana kembali ke posisinya sebagai gitaris.
“Sore kali ini kita kedatangan vokalis baru yang cantiknya menyaingi senja. Siapa lagi kalau bukan Monic.”
Tepuk tangan riuh menyambut. Sungguh Monic tak menyangka dia akan sesenang ini bersama orang-orang yang baru di kenalnya.
“Tepuk tangan juga untuk vokalis langganan kita yang suaranya merdu menyaingi gue. Naziwa.”
Nana tersenyum menyambut tepuk tangan untuk dirinya.
Mereka mulai memainkan lagu pertama, lagu yang sangat Nana hafal di luar kepala.
Ohhh
There You Are
Sittin' Still All Stripes And Lonely
Hiddin', Wishin', Waitin'
While I'm
Here I Am
Standin' Still Stare At You Only
Everythin' Gets Blurry
All I Want is just to say
You Can't Shake Me I Would Never Dare
Let Go
Through the Talkin' and The Walkin'
I Will Give You All of My Lovin'
Start Countin' All the Days
Forever I Will Stay
With You With You
One Only You
Go Far And Roam About
Comeback And Callin' Out
To Me To Me
One Only Me
Oo I'm in Love
What Did I Do To Deserve You
You Tell Me What Did I Do
To Be With You, Love
To Be The One You Runnin' Into
When The Days DO Come Through
All I Want is just to say
You Can't Shake Me I Would Never Dare
Let Go
Through the Talkin' and The Walkin'
I Will Give You All of My Lovin'
(All of My, All The Good Lovin')
Start Countin' All the Days
Forever I Will Stay
With You With You
One Only You
Go Far And Roam About
Comeback And Callin' Out
To Me To Me
One Only Me
Well I'm
Luckiest To Be The One
Be The One
To Get You Now
Well I'm
Happiest To Found The One
Found The One
Found The One Only Kinda Love U
Yeahh
Start Countin' All the Days
Forever I Will Stay
With You With You
One Only You
Go Far And Roam About
Comeback And Callin' Out
To Me To Me
One Only Me
(I Wanna Follow You)
O U
(I Wanna Follow You)
Yeahh (Forever)
(With You, One Only You)
Oo I'm in Love
What Did I Do To Deserve You
You Tell Me What Did I Do
Semua orang yang menyaksikan Nana dan Monic bernyanyi menjadi kagum. Meskipun komunitas Senyawa masih belum besar seperti komunitas musik lain yang ada di Jakarta, tetapi mereka cukup menarik hati pengunjung taman.
Suara Nana sangat halus apalagi di tambah suara Monic, semakin indah.
Beberapa orang memasukkan uang di kaleng, mereka menganggap itu sebagai bentuk apresiasi kepada komunitas Senyawa.
“Terima kasih banyak semuanya.” Nana dan Monic berucap bersama.
“Nah berhubung lagu kedua udah selesai, kita lanjut ke lagu kedua. Yang pastinya lagu kedua ini akan sama indahnya.”
“Lagu ini dipersembahkan untuk kalian yang sedang rindu dengan seseorang. Ingin bertemu tapi terhalang ruang dan waktu. Selamat menikmati.” Nana mengakhiri sambutan awalnya dengan lagu baru.
Langit sudah jingga saat Senyawa selesai membawakan lima lagu mereka hari ini. Dibanding hari sebelumnya, hari ini bisa dikatakan mereka sukses besar karena kaleng penuh. Artinya mereka bisa memberikan lebih banyak lagi ke orang-orang yang membutuhkan.
Suara Nana memang selalu menarik hati, tak terkecuali Danang. Dia memperhatikan Nana yang tersenyum mengembang. Sebenarnya dia sudah memperhatikan Nana dari pertama kali mereka bertemu, di panti. Ya, Danang adalah salah satu dari donatur panti yang sampai sekarang masih memberikan sumbangan terbesarnya.
Namun rupanya Danang tak hanya memberikan uangnya, ia juga memberikan hatinya kepada Nana. Sosok yang sangat Danang jaga walau Nana tak pernah tau itu.
Danang tau seharusnya dia tak berharap ke Nana. Danang juga tau ia harus menyimpan perasaannya agar Nana tak berpikir macam-macam tentang alasannya menjadi donatur di panti.
“Nang, Danang.” Kesal karena tak direspon, Monic melambaikan tangannya di depan wajah Danang membuat dia gelagapan.
“Kenapa Mon?”
“Lo ngelihatin Nana sampai segitunya ya. Lo suka Nana?”
Danang terkejut atas pertanyaan dari Monic. “Jangan ngaco deh lo.”
“Gue serius tau! Lo beneran suka Nana?”
“Ya lo tau sendiri Nana kayak gimana sama gue. She said, we just friend.”
Monic tersenyum kecut. Dia melihat Nana mendekat. “Na sini deh! Ada yang mau gue kasih tau ke lo.”
“Apa Mon?”
Monic melirik Danang dengan jahil. “Ada yang suka sama lo Na.”
Nana terkejut bukan main. “Siapa?”
Detik itu juga Danang ingin menculik Monic.
Gemercik air di kamar mandi Sendanu menandakan sang pemilik kamar sedang mandi di malam hari yang cukup dingin. Kebiasan Sendanu, mandi tengah malam. Ia bahkan tak memikirkan efek jangka panjangnya.Setelah berkeliling cukup lama dengan sepeda motor dan menghabiskan beberapa minuman, Sendanu akhirnya pulang. Dia cukup kebal untuk tak mendengarkan teguran orang tuanya. Bukan sekali dua kali, tapi setiap hari. Sendanu sering diingatkan kalau ia adalah anak dari seorang dekan di fakultasnya, tetapi bagi Sendanu itu sama sekali tak bekerja. Apa pun yang Sendanu lakukan, itu atas kemauannya sendiri. Tanpa peduli siapa dan mengapa. Sendanu keluar dari kamar mandi dengan rambut basah kuyup. Menguar aroma shampoo arang yang dia gunakan. Rambut hitam sebahu
“Nu, maaf gue nggak bisa bawa Nana ke sini. Danang ngehalangin gue.” “Lo nggak lawan?” “Gue nggak berani, dia sama kayak lo, punya pengaruh kuat.” Sendanu maju dengan cepat dan mencengkeram kerah baju Seno. “Gue dan Danang beda.” Napas Seno terasa sesak karena Sendanu terlalu kuat menarik bajunya. Sampai Seno terbatuk-batuk. “Maaf Nu … gue nggak berani.” Sendanu membanting Seno di lantai dan menginjak perutnya. “Gue paling benci kata maaf dan lo masih berhutang sama gue.&rdqu
“Kamu nggak perlu beliin aku baju Nang, di panti masih banyak.” Danang membungkukkan tubuhnya untuk melihat Nana yang berada di dalam mobil. “Apa kata Bunda kalau kamu pulang kondisinya kotor kayak gini? Bunda pasti khawatir.” “Tapi ini mahal, uang aku mana cukup buat ganti.” “Jangan diganti Na. Buat kamu, anggap aja sebagai hadiah karena mau jadi temen aku.” Nana tertawa membuat Danang heran. “Seharusnya aku yang bilang gitu, makasih udah mau jadi temenku Nang.” “Sama-sama Nana.” Danang tersenyum tulus. Jangankan baju, apa pun akan Danang berikan u
“Jangan memaksakan diri Na, kamu baru saja bangun setelah pingsan 6 jam. Untung ada Sendanu yang menyelamatkan kamu. Dia menceritakan semuanya ke Bunda.” “Sendanu di mana sekarang Bun?” “Dia sudah pulang setelah mengantar kamu.” Nana bangkit tapi ditarik bunda untuk duduk lagi. “Mau ke mana?” “Nana harus minta bantuan Sendanu. Hanya Sendanu yang bisa melindungi Nana. Danang mengancam Nana.” “Sekarang sudah malam sayang. Besok Sendanu bilang akan ke sini lagi. Tunggu besok ya?”
“Sering berantem juga?”“Bukan. Lebih tepatnya dipukul.” “Sama siapa? Kenapa nggak dilawan?” “Buat apa dilawan, percuma.” “Udah pernah nyoba?” Sendanu menggeleng. “Belum pernah.” “Nah, mana bisa bilang percuma kalau belum dicoba. Kamu juga harus membela diri Nu. Tadi aja bisa.” Sendanu memang bisa membela diri, apalagi bertarung. Sebagai orang yang hobi karate, Sendanu sudah termasuk mahir.&
Angin sore yang sepoi-sepoi menjadi favorit dua remaja yang kini sedang kasmaran. Keduanya sangat suka melihat matahari terbenam sembari naik motor mengelilingi Jakarta. Meski kadang terjebak macet, keduanya tak merasa itu sebuah masalah. Justru semakin banyak orbolan yang tercipta.Remaja sebaya mereka mungkin iri melihat kedekatan Sendanu dengan Dara. Keduanya adalah pasangan yang cocok untuk dijadikan nominasi queen and king di malam promnight nanti."Nu, kamu nggak laper?" Dara sedikit mengeraskan suaranya."Nggak juga. Kamu mau makan dulu Dar?""Boleh deh. Sekalian nunggu mobil beres di bengkel.""Mau makan di mana?" Sendanu melirik Dara lewat spion. Terlihat Dara berpikir sebentar."Pecel lele di simpang jalan deket sekolah. Enak banget tuh, apalagi sore-sore gini."Sendanu terkekeh, Dara sangat lucu dengan ekspresi membayangkan makanan. "Siap laksanakan Bos."Akhirnya mereka bisa keluar dari kemacetan. Itu juga berkat Se
Di sinilah Nana sekarang, di danau kampus yang cukup sepi dan tenang. Dari semua tempat di kampus, danau satu-satunya yang bisa membuat Nana nyaman. Tak ada yang akan mencari Nana si sini atau mengganggunya. Yah, kecuali jika ada penunggu danau.Dada Nana masih sesak karena menangis cukup lama. Seumur hidupnya, meskipun Nana butuh sesuatu, lebih baik dia berusaha menabung daripada mencuri yang bukan haknya. Prinsip itu selalu Nana jaga. Dan perkataan anak-anak club musik menyakiti hati Nana."Ternyata lo di sini."Nana menoleh ke arah kiri asal suara itu. Dia juga merasakan pergerakan di sebelahnya."Gue denger dari anak-anak kalau lo debat sama club musik, bener?""Bener Nu." Nana memalingkan wajahnya ke depan."Sorry ya, gue lupa bilang ke mereka kalau gitarnya emang rusak. Semua senarnya dipotong Adik gue."Apa yang dikatakan Sendanu memang benar. Gitar itu memang dirusak adik kandungnya di rumah. Namun salah Send
"Nggak, ada hal lain yang perlu kamu tau. Suara itu suaraku yang direkam secara paksa. Sendanu menyuruh beberapa orang untuk menghajar aku dan dia nggak akan berhenti sebelum aku mau melakukakan yang dia inginkan. Semua kata-kata itu dibuat oleh Sendanu Na, bukan aku."Sungguh Nana tak mengerti Danang akan mengarang cerita seperti itu. Sebenci itukah Danang dengan Sendanu?"Cerita kamu bagus juga. Kalau ikut lomba mungkin bisa menang."Apa yang Nana katakan membuat Danang frustrasi. Dengan cara apalagi dia meyakinkan Nana?"Aku mencoba berkata jujur Na. Terserah kamu mau percaya yang mana. Selalu ingat bahwa Sendanu tidak pernah tulus melakukan semuanya. Dia punya alasan, dan jika kamu tau Na, alasan itu sungguh menyakitkan."Danang memilih pergi dari sana. Meskipun apa yang Danang katakan belum bisa Nana percayai, dia akan selalu ada di saat Nana butuh."Ya, aku percaya Sendanu telah berubah."Perkataan itu sampai di telinga Danang.