Isabel merasa hidupnya tidak tenang. Benaknya berputar mendengar permintaan gila Joseph. Kata-kata Joseph layaknya ucapan menyejukan, namun memiliki makna menusuk hingga membuatnya merinding ketakutan. Napas Isabel terengah-engah akibat rasa takut sudah menyelimutinya.
Permintaan bentuk balas budi membuat Isabel seakan ingin berhenti bernapas. Sungguh, permintaan Joseph benar-benar membuat Isabel ingin terjun bebas dari penthouse megah ini.
Joseph adalah pria yang baru Isabel temui. Bahkan bisa dikatakan dalam seumur hidupnya, belum pernah dia dekat dengan seorang pria, seperti dirinya dekat dengan Joseph.
Akan tetapi, satu hal yang Isabel tidak lupa adalah Joseph banyak menolongnya, termasuk menolongnya dari ambang kematian. Jika waktu itu Joseph tidak membawanya pergi, maka sudah pasti hidup Isabel akan berakhir tragis.
“Isabel tidurlah. Ucapan Joseph tadi pasti omong kosong.” Isabel menarik selimut, menutup rapat wajahnya dengan selimut tebal itu.
Joseph telah pergi meninggalkan Isabel di kamar. Setelah mengucapkan hal gila itu, pria itu pergi dan sukses membuat sekujur tubuh Isabel membeku. Astaga! Isabel sampai benar-benar tidak bisa bernapas. Sialnya, aroma parfume di tubuh Joseph membuat organ tubuh Isabel meronta.
“Ya Tuhan, buatlah mataku tertutup dan lupa akan kata-kata Joseph. Aku mohon Tuhan.” Isabel bergumam di dalam selimut. Dia memaksa ingin tidur. Pasalnya jika membuka mata, kata-kata Joseph terus terngiang di dalam benaknya.
***
Esok hari. Isabel bangun lebih pagi. Dia bermaksud ingin membantu para pelayan membersihkan penthouse Joseph, tapi sayangnya para pelayan melayang Isabel untuk membantu bersih-bersih di penthouse milik Joseph itu.
Isabel merasa tidak enak karena sudah lama tinggal di penthouse milik Joseph secara gratis. Bukan hanya tempat tinggal saja, tapi juga Isabel diberikan pakaian yang layak, dan juga makanan yang lezat. Itu yang membuatnya merasa benar-benar tidak enak.
“Biarkan aku membantumu. Aku tidak bisa kalau hanya diam saja.” Isabel membujuk pelayan untuk membiarkannya membantu bersih-bersih.
“Nona, lebih baik Anda di kamar saja. Kebetulan Tuan Joseph pagi ini memiliki meeting di luar. Beliau bilang akan pulang sebentar lagi. Kalau Anda ikut membantu saya membersihkan rumah, nanti malah saya dimarahi Tuan Joseph. Anda tamu di sini, Nona. Anda bukan pelayan.” Sang pelayan menuturkan penjelasan secara sopan. Tentu pelayan itu tidak berani menerima bantuan dari Isabel. Dia takut kalau mendapatkan amukan dari Tuannya.
Isabel menghela napas dalam. Pagi ini tepatnya ketika Isabel sudah terbangun, ternyata Joseph sudah tidak ada, karena katanya pria itu memiliki meeting penting. Isabel tidak bisa melarang karena sudah menjadi hak Joseph untuk pergi ke mana pun. Hanya saja niat gadis itu adalah membalas budi dengan caranya.
“Baiklah, aku masuk ke kamar saja.” Isabel memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamar. Dia berbalik dan melangkah menuju kamarnya, namun tanpa sengaja kaki Isabel terpeleset jatuh.
Keseimbangan Isabel tidak terjaga dengan baik, dia nyaris tersungkur, akan tetapi untungnya ada tangan kokoh yang meraih pinggang Isabel, membantu Isabel berdiri tegak.
“Akhhh—” Isabel memekik terkejut karena hampir jatuh. Nasib baik menimpanya, ada seorang pria tampan dan gagah menangkapnya. Tampak mata Isabel mengerjap beberapa kali, menatap sosok pria tampan yang tak dikenalinya memeluk pinggangnya erat.
“Isabel?” Joseph masuk menatap kakaknya tengah memeluk Isabel.
“M-maaf, Tuan.” Isabel menyadari suara Joseph, dia segera menghindar dari pria yang menolongnya.
“Tuan Nathan.” Pelayan yang ada di sana menundukan kepalanya, menyapa Nathan Afford—kakak kandung nomor dua Joseph.
Nathan mengangguk singkat membalas sapaan pelayan itu. Pun sang pelayan menunduk menyapa kedatangan Joseph. Berikutnya, sang pelayan segera pamit undur diri dari hadapan Joseph, Isabel, dan Nathan.
Joseph menatap dingin Nathan. “Kenapa kau ke sini?” tanyanya sambil menarik tangan Isabel agar menjauh dari Nathan.
Nathan membalas tatapan dingin Joseph. “Siapa dia?” tanyanya langsung seraya melirik Isabel yang kini menundukan kepala.
“Bukan urusanmu,” jawab Joseph singkat menandakan tak suka kalau kakaknya ikut campur akan urusan pribadinya.
Nathan mengalihkan tatapannya menatap Isabel. “Jika kau tidak mengatakan padaku siapa gadis ini, aku akan menghubungi Dad dan Mom kalau—”
“Dia kekasihku! Puas?!” geram Joseph kesal karena kakaknya ingin mengancamnya.
Mata Isabel membulat sempurna ketika Joseph mengaku-aku sebagai kekasihnya. Sungguh, Isabel merasa bahwa telinganya ini mengalami gangguan. Tapi ini semua nyata. Joseph mengaku dirinya sebagai kekasih pria itu. Lidah Isabel seakan kelu. Tidak bisa sama sekali melakukan sanggahan terhadap apa yang Joseph katakan.
Nathan tak percaya begitu saja. Pria itu melangkah mendekat, mengamati seluruh penampilan Isabel dari ujung kaki ke ujung rambut. Menurut tafsirannya sosok gadis yang ada di hadapannya ini adalah sosok gadis yang lemah lembut. Rasanya tidak mungkin kalau gadis lemah lembut seperti ini, mau menjalin hubungan dengan adiknya yang terkenal playboy.
“Kau kekasih adikku?” Nathan menginterogasi Isabel.
“A-aku—” Isabel menunduk ketakutan di kala Nathan menginterogasi Isabel.
Joseph berdecak kesal. “Kau membuat Isabel ketakutan!” Dia langsung merengkuh bahu Isabel. “Berhentilah ikut campur. Dan jangan terlalu dekat pada kekasihku!”
Nathan mengalihkan pandangannya menatap Joseph. “Kau lupa ingatan? Sampai detik ini kau dan istriku juga sangat dekat.”
“Kau balas dendam karena masih berpikir aku akan merebut Aubree darimu?” Joseph merasa kakaknya memang sudah gila. Aubree adalah istri Nathan—kakaknya nomor dua. Joseph dan Aubree hanya murni teman dekat dan juga ikatan antara adik ipar dan kakak ipar. Joseph tidak pernah memiliki perasaan khusus meskipun Aubree sangat cantik. Tapi kakaknya itu masih saja berpikiran konyol padanya.
Nathan tersenyum tipis. “Kalau aku masih berpikiran kau akan merebut Aubree, maka detik ini juga aku akan menghabisimu dengan kedua tanganku.”
Joseph mengembuskan napas kasar. “So, untuk apa kau di sini?”
Nathan memasukan tangannya ke saku celananya. “Aku kebetulan memiliki meeting di kota ini. Dad memintaku untuk menyusulmu. Dia ingin kau segera kembali ke New York, karena ada project besar yang harus kau tangani. Tapi sepertinya kau sedang asik dengan kekasihmu. Nanti aku akan bilang pada Dad, kalau kau tidak bisa pulang ke New York, karena sedang asik bersama kekasihnya.”
“Ck! Dad memiliki anak buah. Aku yakin dia bisa meminta anak buahnya, agar menyelesaikan project-nya. Tidak usah menungguku pulang,” tukas Joseph tegas.
Nathan mengangguk singkat. “Kita bicara ini nanti. Aku akan kembali ke apartemenku. Aku di kota ini sampai akhir minggu.”
“Segeralah kembali ke New York. Istri dan anak-anakmu menunggumu!” usir Joseph tak betah jika kakaknya berada di kota yang sama dengannya. Alasan Joseph jarang berada di New York, karena dia tidak ingin keluarga ikut campur urusan pribadinya.
Nathan hanya tersenyum tipis. Lalu dia kembali menatap Isabel. “Jadi namamu Isabel?” ulangnya bertanya.
Isabel mengangguk. “I-iya, Tuan.”
“Nathan … cukup kau panggil aku namaku atau kakak. Kau kan kekasih adikku.” Nathan mengamati Isabel. “Wajahmu tidak asing. Sepertinya aku pernah melihatmu.”
Raut wajah Isabel memucat mendengar ucapan Nathan. “P-pasti kau salah, Kak.”
Nathan mengangguk. “Kau benar. Sepertinya aku salah. Alright, aku pergi dulu. Jaga dirimu dengan baik. Jika merasa adikku membebanimu, maka lepaskan dia. Aku sudah menilai kau terlalu baik untuk adikku yang berengsek.” Lalu, Nathan berbalik melangkah pergi meninggalkan Joseph dan Isabel.
“Kau—” Rahang Joseph mengatat. Tangannya mengepal kuat. Sorotnya menatap tajam kakanya yang pergi meninggalkannya. Jika bukan Nathan adalah kakak kandungnya, sudah pasti Joseph akan melayangkan pukulan padanya.
“Siapa Aubree?”Pertanyaan pertama yang Isabel tanyakan di kala dirinya dan Joseph berada di ruang makan. Setelah Nathan pergi, mereka memutuskan untuk makan bersama, karena Joseph merasa lapar. Efek marah-marah sepertinya yang memicu Joseph menjadi lapar.Joseph yang tengah makan steak menghentikan makannya mendengar pertanyaan Isabel. “Aubree adalah istri kakaku.”Isabel terdiam sebentar. “Hm, Joseph … kenapa tadi kau bilang pada kakakmu kalau aku adalah kekasihmu?” tanyanya pelan dan hati-hati. Ini pertanyaan yang sejak tadi Isabel tahan-tahan.Joseph mengambil wine yang ada di atas meja, dan meminum wine itu perlahan. “Kalau aku mengatakan kau adalah temanku, maka dia tidak akan percaya. Aku malas untuk menjelaskan banyak hal padanya. Aku paling tidak suka ada orang yang ikut campur dengan urusan pribadiku.”Isabel mengangguk paham.“Kau keberatan kalau aku mengatakan kau sebagai kekasihku?” Joseph menatap Isabel, menunggu jawaban gadis itu.Isabel menggeleng cepat. “T-tidak seper
Isabel menatap cincin dan kalung milik mendiang ibunya yang tadi diberikan oleh pelayannya. Tampak jelas raut wajah Isabel menunjukkan kerapuhan dan kesedihan di kala melihat cincin dan kalung milik mendiang ibunya.Kepingan memori Isabel teringat tentang mendiang ibunya. Air mata Isabel pun berlinang jatuh membasahi pipinya, mengingat kenangan manis ketika ibunya masih ada di dunia ini.Isabel sangatlah merindukan ibunya. Jika ada mesin waktu yang Isabel inginkan adalah membuat ibunya kembali ada di dunia ini. Setiap kali gadis itu mengingat kenangan itu pastinya dia akan sedih dan sesak.“Nona?” Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Isabel.Isabel sedikit tersentak karena pelayan itu menyerukan memanggil namanya. Detik itu juga Isabel menyimpan cincin dan kalung mendiang ibunya ke tempat semula—lalu dia bangkit berdiri—melangkah menghampiri pintu kamarnya—dan membuka pintu kamarnya perlahan.“Iya?” Isabel menatap sang pelayan yang ada di hadapannya.“Nona Isabel, saya akan mememasak
Tubuh Isabel bergerak-gerak. Peluh membanjiri seluruh tubuhnya. Gadis itu seperti tenggelam dalam mimpi buruknya hingga membuatnya sulit membuka mata, akibat mimpi buruknya itu seakan mencekam raganya untuk tidaklah sadar.“Tidak!!” Isabel terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat semakin membanjiri tubuhnya. Dia mengendarkan pandangannya—melihat dirinya berada di kamarnya.Isabel terdiam sebentar menatap ke sekitarnya. Ya, kepingan memorinya teringat bahwa dia masih berada di penthouse Joseph. Untungnya malam itu, Joseph menyelamatkannya. Jika tidak, entah bagaimana dengan kehidupannya. Isabel mengambil tisu menyeka keringatnya menggunakan tisu itu. Lantas, dia melihat ke jam dinding—waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Sekujur tubuhnya benar-benar terasa lelah akibat mimpi buruk yang dideritanya.Isabel berusaha mengatur napasnya di tengah-tengah rasa cemas menyelimutinya. “Lebih baik aku berendam saja.” Isabel bergumam ingin berendam malam-malam, demi menenangkan pikiran y
Otak Isabel tidak bisa tenang. Debaran jantungnya sekarang bahkan jauh lebih kencang dari biasanya. Isabel tak pernah merasakan ini sebelumnya. Perasaan yang benar-benar tak menentu.Tangan Isabel berkeringat dingin. Kegugupan pun melanda dirinya bercampur dengan debaran jantung yang jauh lebih kencang. Jika dibiarkan, bisa-bisa Isabel akan pingsan akibat perasaan yang tak menentu ini.Sumber utama yang membuat Isabel seperti ini adalah Joseph. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya ada pria yang melihat tubuh telanjangnya. Ditambah Joseph bukanlah suami ataupun pacar. Itu sangat memalukan!Isabel merutuki kebodohannya yang berendam di dalam jacuzzi sampai terlelap. Bisa-bisanya dia berendam dan berakhir tertidur pulas. Bahkan dia sampai tidak sadar kalau tubuhnya telah berpindah dari jacuzzi ke ranjang.Kegilaan macam apa ini? Isabel sungguh malu. Kalau saja bisa, dia ingin bersembunyi di kutub utara. Pergi sejauh mungkin. Dia sangat malu. Setiap kali melihat Joseph, ingin dirinya be
Esok hari, Isabel sudah berpakaian khusus untuk berkuda. Ya, tadi pagi-pagi sekali pelayan mengantarkan pakaian yang telah disiapkan oleh Joseph. Entah, Isabel tak tahu kapan Joseph memesan pakaian perempuan untuk berkuda. Dia yakin pasti Joseph meminta asistennya untuk memesan pakaian ini.Joseph memiliki selera yang tinggi. Isabel bisa membuktikan dari pakaiannya yang disiapkan oleh Joseph. Semua pakaian yang dibelikan Joseph merupakan pakaian yang memiliki gaya terbaik dalam arti modern, tidak ketinggalan jaman. Selain modelnya yang menawan, juga merk dari pakaian yang diberikan Joseph, bukanlah merk dari brand sembarangan.Isabel menatap cermin, dia memakai sedikit riasan tipis di wajahnya. Rambut merah gadis itu diikat messy bun—membuatnya cantik dan segar. Isabel memiliki rambut yang cukup panjang. Jika ingin berkuda, pasti akan membuatnya tidak nyaman kalau harus membiarkan rambut panjangnya tergerai. Itu kenapa Isabel memutuskan untuk mengikat rambutnya dengan model messy bun.
“Isabel, ternyata kau sangat hebat berkuda.” Pujian pertama lolos di bibir Aubree sambil menatap Isabel dengan tatapan bangga. Ya, saat ini mereka tengah duduk bersantai di kafe sambil menikmati makanan. Setelah selesai berkuda, Aubree mengajak Isabel, Joseph, dan Nathan untuk makan di kafe terdekat. Kelelahan berkuda, pastinya mereka membutuhkan asupan makanan.Isabel tersenyum mendapatkan pujian dari Aubree. “Tidak hebat, Kak. Kebetulan saja aku bisa.”“Well, dulu aku sangat takut setiap kali ibuku mengajakku berkuda. Kau tahu? Berkuda itu tidak mudah. Jika aku lihat tadi sepertinya kau sangat terlatih,” ujar Aubree yang kagum pada Isabel.“Hm, dulu aku belajar dari mendiang kakakku. Dia yang mengajariku untuk berkuda,” balas Isabel dengan suara tenang.“Kakakmu sudah tiada?” sambung Nathan yang kini penasaran.Isabel mengangguk. “Ya, aku hanya seorang diri di sini. Tidak memiliki siapa pun. Kakakku dan ibuku sudah tiada.”“Ayahmu?” sambung Aubree.Isabel terdiam sebentar ketika Aub
Aroma masakan lezat menyerbak ke ruang dapur. Sang pelayan sampai dibuat terkejut ketika masuk dapur—sudah tercium aroma lezat dari makanan. Hal yang membuat pelayan itu tercenang adalah Isabel yang memasak.“Nona?” Seorang pelayan melangkah terburu-buru mendekat pada Isabel.“Hm?” Isabel mengalihkan sekilas tatapannya pada sang pelayan.“Nona, kenapa Anda memasak? Harusnya saya saja. Nanti Tuan Joseph bisa marah,” kata sang pelayan yang sudah ketakutan.Isabel tersenyum hangat. “Joseph tidak akan mungkin marah. Aku sengaja ingin membuatkan makan siang special untuk Joseph.”Pagi tadi ketika sarapan bersama dengan Joseph, ide di kepala Isabel adalah membuatkan makan siang untuk Joseph. Meskipun tak terlalu hebat dalam memasak, tapi Isabel pernah diajari memasak oleh ibu dan kakaknya. Itu kenapa dia sekarang ingin kembali mempraktekan apa yang dirinya bisa.“Nona, tapi—”“Lebih baik kau membantuku mengeluarkan buah-buahan yang ada di kulkas. Sekaligus bantu aku menyiapkan minuman,” uca
Isabel terbangun di pagi hari dengan senyuman sumiringah. Gadis itu tersenyum-senyum membayangkan tentang kejadian tadi malam. Kejadian di mana membuat hatinya benar-benar bergejolak tak menentu.Isabel tak melupakan kata-kata Joseph. Bahkan akibat perkataan Joseph, membuatnya bertemu dengan pria itu di dalam mimpinya. Sungguh, dia seperti gadis remaja yang tengah jatuh hati. Saat Isabel tengah tersenyum-senyum membayangkan mimpinya tadi malam bertemu Joseph—tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintunya. Gadis itu yakin yang datang bukanlah Joseph. Karena jika Joseph, maka sudah pasti Joseph tak perlu mengetuk pintu.“Iya, masuk,” ucap Isabel pelan meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam kamarnya.“Nona?” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Isabel.Isabel menatap sang pelayan. “Iya?”Sang pelayan menunduk. “Nona, maaf mengganggu tapi Tuan Joseph meminta Anda untuk bersiap-siap. Hari ini beliau akan mengajak Anda ke butik.”Mata Isabel melebar. “Joseph ingin