"Dih ... biasa aja kali, ini juga yang biasanya gue pakai lo nggak protes. Kenapa sekarang aneh, hidung lo sakit." "Sumpah, jangan deket-deket, gue nggak tahan." Saga sampai menutup hidungnya, tetapi tak kunjung membuatnya reda. Isi lambungnya mendadak tidak karuan seperti diaduk-aduk minta dikeluarkan. "Ga, serius lo nggak tahan?" tanya Vano tak percaya. Merasa kawannya ini aneh sekali. Saga tak lagi menyahut, berjalan cepat menuju toilet. Dia benar-benar tidak nyaman sekali dan mendadak lemas tak berdaya setelah hanya mual tanpa bisa mengeluarkan isinya. Tidak biasanya Saga seperti ini, apakah dia keracunan. "Sial, gue kenapa sih," batin pria itu menormalkan napasnya yang berat. Pria itu menenangkan diri sejenak, memastikan tidak ingin muntah lagi, baru beranjak keluar. "Saga? Kenapa lo?" tanya Zian kebetulan hendak ke toilet. "Masuk angin, gue mau cabut aja," jawab pria itu merasa tidak sehat. Dari arah yang sama ruangan yang berbeda, Nada juga baru keluar dari
Kedua orang tua Nada begitu murka mendengar semua ini, sayangnya beliau tidak punya bukti karena Nada sendiri tidak menjelaskan secara rinci kronologinya bagaimana. Padahal keterbukaan informasi dari putrinya sebagai korban sangat berguna. Namun, sepertinya Nada masih trauma mengingat peristiwa naas itu. "Di mana kejadian itu, bantu kami mengusutnya?" Pak Arya meminta penjelasan dengan lembut. Biar benang merah ini bisa terungkap, sedikit mempunyai petunjuk untuk membawanya ke tanah hukum. Putrinya harus mendapatkan keadilan. "Nada nggak sadar, Pa, kejadiannya begitu cepat. Nada bangun di sebuah hotel dan semua sudah terjadi," jelas gadis itu mengingat masa kelam itu. Sakit sebenarnya, dia juga tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Biarpun Nada tahu kalau orang itu Saga, tetapi setelah penolakan darinya dia justru tidak mau berterus terang kalau dia pelaku sesungguhnya. Nada takut orang tuanya malah meminta pertanggungjawaban yang berujung sakit hati seperti dirinya. Padahal
Nada membiarkan handphone itu terus berdering daripada mengangkat panggilannya lalu dia buntu sendiri bagaimana menjelaskan. Dia tidak mau kerepotan menjelaskan yang ujung-ujungnya menambah kebohongan. Nada sadar sikapnya menghindar itu salah, dia juga semestinya menjelaskan pada Aksa yang tidak tahu apa-apa. Gadis itu tetap berdiam diri di mana Saga tanpa sadar mengurung tubuhnya di depan pintu. Sementara Aska masih terus berusaha mondar-mandir sembari sesekali mengintip ke dalam lewat celah tirai yang terbuka. "Kak, cari Nada?" tanya tetangga kosan memergokinya. Suaranya jelas sekali terdengar dari dalam. "Iya Kak, ada orangnya nggak ya?" "Tadi sih disamperin cowok kaya lagi marahan gitu. Sampai teriak-teriak bikin gaduh. Kayaknya orangnya keluar," jelas tetangga kosan yang sepertinya tadi memergoki Kak Saga. "Cowok? ribut-ribut di sini?" tanya Aksa perasaannya langsung tidak enak. Siapa pria yang nyamperin pacarnya sambil marah-marah. Apakah Nada sedang terlibat masal
"Kamu sakit? Tadi dari mana sih? Kok ngirim lokasi nggak jelas gitu?" tanya Nimas masih penasaran. Sudah Nada duga, seharusnya dia tidak mengirim pesan tadi. Namanya juga orang takut dan bingung, salah-salah itu menjadi akhir hidupnya, jadi ada petunjuk. Entah kenapa tadi Nada sempat berpikir kalau Saga mau mencelakainya. Ya walaupun sama saja, melenyapkan calon anaknya juga sama saja istilahnya. "Aku kurang enak badan, tadinya mau periksa kan, eh nggak tahunya dibawa nyasar sama yang bawa mobil. Ya udah karena takut aku shareloc ke kalian. Maaf ya, ini karena tadi aku takut aja," jelas Nada belepotan. Entah masuk akal atau tidak, yang jelas Nada tidak mungkin mengatakan kejadian yang sesungguhnya. Entahlah kedua temannya ini mau percaya atau tidak, walaupun ada sebagian kata-kata bohong, Nada jelas tidak sepenuhnya berdusta. Dia hanya sedang menutupi aibnya sendiri. "Ya ampun ... berarti tadi kamu emang dalam bahaya dong." "Iya, tapi sekarang alhamdulillah sudah di sini
Entahlah setan apa yang menguasai Sagara Alvarez, sehingga dia rela mengirim Nada ke tempat ilegal seperti ini. Selain membahayakan nyawa Nada sendiri, tindakannya bisa dijerat pelanggaran berat karena telah melakukan praktik keji. Gadis itu masih bisa berpikir jernih kala Saga mulai mendaftarkan dirinya dalam antrian. Dan betapa kagetnya dia karena ada beberapa orang di sana yang juga hendak melakukan hal yang sama. Wajah-wajah ketakutan nampak jelas pada diri perempuan yang hendak melakukan itu. Sementara sang pria menenangkan dengan lembut. Mungkin wajah Nada juga sama seperti wanita-wanita itu jika dilihat orang lain. Bedanya, Saga tidak melakukan dengan penuh kelembutan. Melainkan terus berbicara yang berpotensi membuat dirinya hipertensi. Kalau tidak sadar diri itu di mana, Nada pasti sudah marah-marah menghardiknya. "Nada Zahira Aryanto!" panggil seorang dengan pakaian khas putih berseru. Deg Perasaan Nada langsung bergejolak hebat tak menentu. Haruskah dia mengiku
"Saga, perempuan tadi siapa?" tanya Mom Zee begitu putranya sampai rumah. Rupanya perempuan itu sangat penasaran dengan gelagat putranya. "Bukan siapa-siapa, Mom, tidak penting," jawab Saga berlalu cuek. Mommy Zee jelas menaruh curiga, pasalnya Saga tidak pernah kedapatan terciduk dengan seorang gadis ke rumahnya. Tiba-tiba ada perempuan menemui, terlebih rela menunggunya berjam-jam kata orang di rumah tadi, jelas ada indikasi yang mencurigakan. "Kamu sedang menimbun kebohongan?" tanya Mom Zee menatap selidik. Jelas ada kilatan di mata putranya yang perlu dicurigai. "Enggak Mom, apaan sih, Saga ke kamar dulu, mau mandi," ujar pria itu mangkir. Saga jelas kepikiran dengan aksi nekat Nada, bagaimana kalau gadis itu makin berulah. Mendatangi rumahnya saja berani, bukan tidak mungkin akan lebih berani bertemu dengan kedua orang tuanya. "Sialan! Dia maunya apa sih," batin Saga tidak tenang. Sejak malam sialan itu, Saga terdistraksi otaknya memecahkan sesuatu yang tak ku