"Paman Fauzan, tolong suruh maid untuk membereskan ruanganku," titah Reigha dengan nada datar, air muka flat seperti biasa."Baik, Tuan." Fauzan menganggukkan kepala. Reigha berdehem pelan, beranjak dari sana sembari menggendong istrinya. Cih, perempuan menggemaskan ini tertidur– sebelum dia menyelesaikan hukuman yang Reigha berikan padanya. Sampainya dalam kamar, Reigha membaringkan Ziea di ranjang– sejenak dia menatap wajah cantik wanita yang telah berhasil ia miliki tersebut. Setelah puas, barulah Reigha beranjak, membersihkan diri dan mengganti pakaian tidur. Dia kembali ke ranjang, membaringkan tubuhnya dengan menarik Ziea dalam dekapannya. Ah, Reigha masih tak percaya jika Ziea telah menjadi istrinya. Dulu, perempuan ini sangat cerewet, tetapi sekarang dia lebih banyak diam. Aneh! Bukankah Ziea dulu sangat ingin menikah dengannya? Kenapa setelah keinginan tersebut terwujud Ziea seperti tidak senang? Apa benar jika istrinya ini sudah pindah ke lain hati? Sial! Sampai kapanpun
Namun, Reigha melenggang begitu saja– tanpa menyapa balik atau sekedar melirik ke arah Ziea. Deg deg degBaru saja tadi Lea menceritakan hal seperti ini, dan sekarang Ziea merasakannya. Benar! Lea benar sekali. Sakitnya menembus jantung! ***Sejak saat itu, Reigha tidak pernah berbicara lagi pada Ziea. Pria itu bukan hanya mendiami Ziea, tetapi juga mengabaikan keberadaan Ziea. Sedangkan Ziea, dia sama sekali tak berani mengajak Reigha berbicara. Dia pernah mencoba, sekali, untuk meminta maaf pada Reigha. Namun, ujung-ujungnya pria itu meninggalkannya. Lebih parahnya, Reigha mendadak pergi ke negara Aunty-nya tanpa mengatakan apapun pada Ziea. Dia ke sana sendiri dengan menyuruh Fauzan untuk mengantarkan Ziea pulang ke tanah air. Kesannya, pria itu seperti mengembalikan Ziea secara halus. Hah, itu hanya perasaan Ziea saja sepertinya. Sekarang Ziea sudah sampai ke rumahnya, di mana kepulangannya disambut hangat oleh orang tua dan Kakaknya. "Harusnya Ziea pulang ke rumah mertuamu
Brak'Ucapan Haiden seketika berhenti, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka secara kasar– memperlihatkan adiknya yang berada di ambang pintu, menyengir lebar sembari menaik turunkan alis. "Cik, yang dibicarakan datang," bisik Haiden ke ponselnya. 'Jangan matikan. Aku ingin mendengar suaranya.' Haiden mendengkus, menatap Ziea yang saat ini berjalan ke arahnya dengan langkah terburu-buru. "Kak Dan yang tampan, boleh bantu Ziea?" tanya Ziea dengan nada lemah lembut dan sangat sopan, tak seperti biasanya! Tentu saja, dia membutuhkan bantuan Kakaknya, jadi Ziea harus super manis dan imut dihadapan sang Kakak. 'Perasaanku tidak enak.' batin Haiden, menatap malas ke arah adiknya. "Bantu apa?" "Tolong berpura-pura jadi suami Ziea," ucap Ziea dengan cengengesan– Haiden membulatkan mata dan spontan menutup mikrofon HP, takut seseorang di seberang sana mendengarnya. "Bodoh!" ketus Haiden. "Cik. Apasih?! Ini-- mantan aku, Dion, terus menelponku. Kakak cuma angkat trus bilang 'tolong jangan h
"Dia yang akan menikah denganku. Tolong rias dan ganti pakaiannya dengan gaun pernikahan," titah Dion pada orang-orang dalam kamar tersebut. Setelah itu, dia beranjak dari sana– membiarkan orang-orangnya untuk menghias Ziea. "Mari, Kak. Biar cepat," ucap salah satu MUA, mempersilahkan Ziea untuk duduk supaya make-up bisa dimulai. "Cepat apa?!" Ziea menepis kasar tangan MUA tersebut, "aku sudah menikah. Waras kalian semua! Dasar gila," ucap Ziea setengah berteriak pada para orang-orang di sana. Para MUA terlihat kaget, mengerutkan kening dan terdiam karena tak tahu harus melakukan apa-apa. Sedangkan kerabat Dion yang berjaga di sana, mereka sama kagetnya tetapi tetap mendekati Ziea untuk memaksa perempuan cantik tersebut dirias. Ziea memberontak, buru-buru mengeluarkan Handphone– kebetulan Reigha menghubunginya. Pertama kalinya dan di dalam kondisi yang mendesak begini. Rasanya Ziea sangat lega! Dengan buru-buru dia mengangkat telpon tersebut, tanpa ba bi bu dia langsung mengatak
Saat ini Ziea berada di kamar Reigha– di kediaman Azam. Sepupunya masih di mansion ini, tetapi Ziea kurang suka bergabung. Dia sudah menikah dengan Reigha, akan tetapi mereka masih sering mencie-ciekan Reigha dengannya. Contohnya tadi, ketika Reigha tiba-tiba datang lalu duduk di depan Ziea– saat Ziea, Mama mertuanya, Lea dan Mommynya tengah mengobrol– hampir semua orang yang tak jauh dari sana mengatakan 'Cie pada mereka. Padahal Reigha hanya duduk dan itupun bukan di sebelahnya Ziea! Karena itu Ziea malas bergabung dengan sepupunya. Ziea saat ini sedang membaca sebuah komik sembari mendengarkan musik, duduk di atas ranjang dengan santai. "So what …," senandung Ziea pelan, kadang kala otaknya fokus mendengar lagu yang memutar melalu earpods yang menyumbat di telinga. Kadang kala dia hanyut dalam bacaannya, membuat wajahnya terlihat sangat serius. "Cik, malas!" cebik Ziea kesal karena si perempuan dalam komik yang dia baca masih memaafkan si laki-laki. Masalahnya si laki-laki it
"Komiknya udah dapat kan?" Ziea mengagumkan kepala, "sekarang aku mau cari novel. Sekalian, mumpung lagi di sini," ucap Ziea, berjalan ke rak sebelah untuk mencari komik yang dia mau. Lea mengikuti dari belakang. "Kamu mau cari novel apa? Judulnya? Biar aku bantu cariin. Udah petang ini, kasihan kalau kamu pulang kemalaman." "Uuu … perhatian banget sih? Ehehe … mau cari novel yang judulnya Menjadi Istri kedua Billionaire," jawab Ziea sembari cengengesan, menyengir lebar ke arah Lea. "Emang ada?" Ziea menganggukkan kepala. "Ada. Karya CacaCici. Rekomendasi anak-anak Cafe kita. Katanya ceritanya bagus, kata mereka cocok buat perempuan strong yang sedang berjuang mendapatkan cintanya. Macam kita-kita ini. Ehehehe …."Lea mendengkus pelan. "Judulnya saja bikin ngilu. Yakin mau baca, Ziea?!" "Yakin lah." Ziea menganggukkan kepala dengan semangat, "cepat bantu aku cari tuh buku.""Ngelunjak banget yah anda. Kalau bukan teman sudah kujual ginjal kamu, Ziea," dengkus Lea, namun tetap me
"Memalukan!" kesal Haiden, menatap sinis ke arah adiknya yang duduk di depan– di sebelah Reigha yang tengah menyetir. Sekarang mereka sudah di mobil dan berniat untuk pulang. "Aku?!" ucap Ziea dengan nada menyolot, menoleh tajam dan marah ke arah Kakaknya. Haiden tak menjawab, hanya mendengkus sembari memutar bola mata dengan jengah, "Kak Den yang malu-maluin, tahu nggak?! Ngapain tadi ribut di sana? Pake acara nyingkap baju segala. Biar apa begitu?! Biar ABS-nya kelihatan, tebar pesona atau mau apa?! Narsis banget sih! Malu banget banget banget banget!" kesal Ziea. Dia tak berniat memarahi Kakaknya sebenarnya, tetapi dia sedang patah hati karena Reigha. Sudahlah, biarkan kali ini Haiden jadi pelampiasan sakit hatinya. "Hei …- yang naikin baju bukan aku, Zebra! Stupid, dia yang melakukannya! Teman genitmu ini," kesal Haiden, "menjauh!" ketusnya kemudian, menoleh ke arah Lea sembari melayangkan tatapan tajam ke arah perempuan itu. Heran! Perempuan ini seperti dedemit yang menempeli
"Memang!" Singkat, padat dan menembus jantung hingga ke tulang punggung! Ziea yang tertawa hambar seketika terdiam, menatap kaget dan tak percaya ke arah suaminya. "Aku tidak suka milikku memikirkan pria lain. Aku tidak suka istriku dekat dengan pria selain aku. Aku tidak suka apapun tentangmu yang berbaur dengan pria selain aku. Harus aku! Semua harus aku, Zie," ucap Reigha dengan rendah, mendekatkan wajahnya ke wajah Ziea– kening keduanya saling menempel dan deruh napas keduanya saling mengadu, "bahkan helaan napasmu harus mengikut sertakan ku, Mon Amour. Because you're mine. Only Reigha's!" bisik Reigha dengan nada semakin berat, serak dan rendah. Cup'Reigha menempelkan bibirnya dengan bibir Ziea, melumatnya dengan lembut namun memberikan kesan yang panas dan bergairah. Jantung Ziea semakin berdebar kencang, ucapan Reigha menghipnotis dirinya. Lalu sekarang, belaian lembut bibir pria ini berhasil membuatnya kehilangan akal dan kesadaran. Tiba-tiba saja, Reigha melepas ciuman